semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Berfikir Jangka Pendek (Refleksi sebelum pemilihan umum Jakarta)

Esok, adalah titik kulminasi, dari rentang waktu yang cukup menguras emosi kita, menggerus mental kita. Hari ke hari kita diperhadapkan oleh tutur yang saling meniadakan. Satu argumen ditanding dengan argumen lain. Satu penjelasan, dibantah oleh penjelasan yang lain. Hawa nafsu dibalas dengan hawa nafsu pula.
Kita, sebagai penonton, dipaksa untuk menerima informasi, yang rada-rada bias, diselingi fiksi, manipulatif, heuristik, yang mendorong kita pada insting dasar kita yang berakar pada otak reptil, yaitu ketakutan, selalu merasa terancam, frustasi, dan dorongan untuk membangkitkan harga diri.
Golongan mayoritas, yang bekennya disebut populis, dengan mudah merasa terhina, yang dalam bahasa Shindunata, mayoritas yang terhina. Keterhinaan ini pun dipolitisasi, digembar-gemborkan, ditiup-tiup, hingga membakar emosi kita. Kita lalu merasa paling benar, kita merasa berhak untuk mengontrol, kita merasa kuat, karena kita banyak. dengan kurasan perasaan seperti itu, kita dengan mudah mengambil kesimpulan, tanpa mempertimbangkan sisi - sisi lain. Yang dalam hal ini, sisi logis, sisi kuantitatif, sisi kualitatif, sisi statistik.
Betul kata Kahneman, bahwa berfikir sistematik dan logik itu berat. Sebab harus menuntut kerja mental, yang rata-rata dari kita lebih meladeni rasa malas, dan akhirnya menyerah dan lebih mengikuti pesona, gairah, dan hal-hal yang lebih sederhana. Kita menyetujui apa yang dekat dengan kita, apa yang kita senangi, apa yang kita sering dengar, sering kita lihat, apa yang mudah kita cerna.
Cara berfikir mencari yang gampang dan akrab itu pun masuk dalam skala massa ramai-populis. Dan kita tahu logika massa, dangkal dan mudah terprovokasi.

18 April 2017




0 komentar:

Berfikir Jangka Pendek (Refleksi sebelum pemilihan umum Jakarta)