semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

G30S, watershed, Tikungan Sejarah

G30S atau Gestok adalah bom waktu yang sudah digadang-gadang oleh dua kekuatan yang saling bertentangan, antara kelompok kanan maupun kelompok kiri. Kelompok kanan dengan eksponennya yaitu angkatan darat dengan kekuatan partai lama (Masyumi dan PSI) sedangkan kelompok kiri melalui PKI dengan derivat-derivatnya serta Angkatan Udara dan Angkatan Laut.
Soekarno selama demokrasi terpimpin berada di antara dua kekuatan tersebut berupaya untuk menjaga keseimbangan, namun semakin lama kian rapuh, akibat pengaruh usia dan kondisi sakit-sakitan. Diangkatnya Soekarno sebagai pemimpin seumur hidup sengaja diamini oleh dua kekuatan, sembari berlomba-lomba mengumpulkan sumberdaya dan taktik untuk mengalahkan satu sama lainnya.
Menjelang G30S hoax bertebaran dimana-mana, informasi simpang siur. Kedua kekuatan dalam negeri maupun kekuatan global pun tidak dapat memperkirakan waktu meledaknya bom waktu ini.
Tak disangka-sangka, pada malam 1 Oktober, terjadi penculikan dewan jenderal, yang disangka para penculiknya sebagai Jenderal Kabir (Kapitalis Birokrat). Para penculik berasal dari resimen cakrabirawa yang dikomandoi oleh Kolonel Untung. Kolonel Untung sendiri adalah perwira muda yang cakap dan telah mendapat bintang kehormatan atas jasa-jasanya dalam perebutan Irian Barat. Bersama Untung terdapat Letjen Soeparjo, loyalis Soekarno dan sedang berjuang dalam agresi militer aksi ganyang Malyasia, Kolonel Latief, tak lain adalah sahabat Soeharto sejak bertugas di kodam Diponegoro, yang sehari sebelum penculikan sempat menjenguk anak Soeharto yang tersiram air panas. Di samping itu terdapat kawan Syam Kamaruzaman dan Pono, yang mewakili elemen sipil. Mereka tergabung dalam klik khusus, yang disebut Biro Khusus, yang dibentuk secara sembunyi-sembunyi oleh Aidit.

                                   Sumber : Istimewa

Biro Khusus ini sendiri tak diketahui oleh para pimpinan PKI, Lukman, Sudisman, bahkan Nyoto tak tahu aktivitas Biro Khusus ini. Konon, biro ini dibentuk untuk merekrut loyalis dari pihak angkatan. Saat itu, memang banyak jenderal maupun perwira yang simpati terhadap gerakan-gerakan rakyat. Organisasi Massa didikan PKI juga banyak membantu militer dalam menggalang aksi massa dalam menghadapi pemberontakan PRRI - Permesta atau pun pemberontakan dari pihak lain.
Terlepas dari Biro Khusus ini, menurut buku Cendekiawan dan Kekuasaan Orde Baru, karya Daniel Dhakidae mengutip Cornel Paper yang disusun oleh Benedict Anderson DKK, Untung DKK dari kalangan militer melakukan penculikan atas para jenderal yang diisukan sebagai Dewan Jenderal ini lebih pada alasan moral. Sebab, senior-seniornya itu, Ahmad Yani, Suparman, Nasution, sudah dianggap melenceng dari jiwa kesatria, mereka telah dipengaruhi oleh budaya kapitalis dan hidup secara berfoya-foya. Selain itu, ada semacam persaingan antara perwira muda dari kelompok Diponegoro berhadapan dengan perwira senior dari kelompok Siliwangi.
Pun, langkah yang mereka ambil hanya ingin mempermalukan para seniornya di hadapan Pemimpin Besar Soekarno. Namun, karena kurang matangnya koordinasi antara rantai pimpinan utama hingga pimpinan penculikan, hingga terjadilah mutasi komando, penculikan menjadi pembunuhan. Prajurit-prajurit rendah yang mungkin hormonnya masih melunjak-lunjak, gelap mata pun tak dapat dihindari. Akhirnya, rencana berubah, Lubang Buaya jadi tempat pelucutan yang tidak perlu. Dengan tergesa-gesa Dewan Revolusi diputuskan, sejak malam dan dini hari itu, terjadilah tikungan sejarah terbesar di abad modern Indonesia.
Dampaknya bukan kepalang, pembunuhan ratusan ribu orang, dan terhambat hingga matinya gerakan sosial di Indonesia. Soeharto, yang tidak begitu diperhitungkan, tiba-tiba menggembalakan sejarah dengan cepat dan tepat, Soekarno yang ternyata masih sehat itu pun dikebiri pelan-pelan, dengan kudeta merangkaknya.
**
G30S adalah luka sejarah, sebagaimana luka, luka ini belum sembuh-sembuh. Dan tak akan pernah sembuh. Kita, rakyat Indonesia, dengan peristiwa G30S, terus menerus diingatkan akan luka ini. Akan bahaya laten PKI. Padahal, kita sama-sama tahu, PKI sudah mati. PKI telah dibubarkan sudah sekian puluh tahun lamanya. Lantas, mengapa kita harus takut pada sesuatu yang sudah tak ada wujudnya?
Inspirasi : Dalih Pembunuhan Massal (Jhon Roosa) dan Cendekiawan dan Kekuasaan Masa Orde Baru (Dhaniel Dhakidae). serta bacaan-bacaan lainnya.




0 komentar:

G30S, watershed, Tikungan Sejarah