semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Paradoks - Paradoks Peradaban Manusia

Usia peradaban manusia tidak dapat kita hitung dengan baik. Ada yang mengatakan sejak masa agrikultur, tapi ada sebagian yang bersimpatik pada masa berburu - meramu. Peradaban menurut pendapat awam adalah aksi - aksi manusia yang menawarkan perbaikan dalam kehidupan.
Manusia berburu dan meramu, tersebar di beberapa tempat di bumi, khususnya Afro - Asia. Hidup dalam teritori yang luas, belantara hutan, selusur sungai, tanah lapang, bebukitan. Rumah bagi mereka adalah wilayah ruang hidup. Mereka menikmati hidup dari bejibun keanekaragaman hayati yang tersedia. Jenis-jenis hewan berotot, berdaging lembut, berprotein tinggi, maupun biji - bijian sereal yang kadang - kadang dipungutnya pada masa jeda atau kesulitan dalam memperoleh hewan buruan.
Manusia berburu menguasai detail - detail kondisi alam. Melalui pembelajaran turun temurun oleh keluarga maupun komunitas. Otot mereka kuat, pikiran mereka lincah, lantaran begitu banyaknya rangsangan yang diperoleh saat beradu dengan alam. Gizi mereka lebih dari cukup. Di sela-sela aktivitas berburu, yang kadang-kadang bisa berhari-hari, mereka menghabiskan waktu dengan bergosip.
Berleyeh - leyeh dan bercakap tentang prilaku kawanan mereka, atau mengenai sulitnya menjerat singa atau menghalau harimau agar tidak menerkam domba-domba yang sedang mereka kurung, tentu memperluas ruang sadar kaum pemburu. Konsep - konsep tentang komunitas, hubungan - hubungan sosial, serta ketakutan akan misteri alam atau ketergantungan mereka pada sumberdaya alam. Menurut Noah Yuval Harari dalam bukunya yang berjudul Sapiens, aktivitas bergosip inilah yang mendorong revolusi kognitif pada homo sapiens. Membuatnya punya kemampuan lebih dalam mengabstraksi, hingga mampu menciptakan mitos-mitos, yang bertujuan untuk mengorganisasi, gerakan kolektif, membayangkan metode, perencanaan yang matang dalam mencegat hewan buruan, hingga mengokupasi dan membasmi kelompok-kelompok homo lain, seperti Homo Neanderthal.
Kemampuan itu digunakan untuk menguasai alam, dalam hal ini hewan buruan. Menurut catatan arkeologis, manusia berburu inilah yang memusnahkan hewan-hewan besar di jaman dahulu, seperti sejenis Mamot di Amerika, dan hewan-hewan berkantung di Australia, serta dalam beberapa ribu tahun lalu, ketika nenek moyang suku Maori tiba di kepulauan sebelah timur Papua Nugini, mereka menghabisi hingga spesies terakhir dari Burung Moa.

                         Burung Moa di Selandia Baru - Sumber : Istimewa

Lantaran sudah menipisnya sumberdaya hewan buruan, sebagian pemburu mulai memikirkan alternatif lain, yaitu mendomestifikasi - merumahkan biji - bijian yang tersedia. Biji - biji yang dikembangkan secara perlahan itu adalah gandum, jelai, jewawut, dan juga jagung. Biji - bijian ini berhasil menggandakan genetikanya hingga menguasai sebagian besar wilayah di dunia berkat bantuan manusia. Untuk itu, kita pun bertanya, siapakah sebenarnya yang diuntungkan dalam proses domestifikasi tersebut?
Kemampuan mengolah lahan dan memproduksi sereal membuat kecurangan terbesar dalam sejarah, yaitu pertumbuhan penduduk. Sekitar 10.000 SM bumi hanya dihuni oleh 5 - 8 juta pengembara nomaden. Pada abad ke 1 M, pengembara nomaden hanya tersisa 1 - 2 juta, sedangkan petani tumbuh berkali-kali lipat hingga 250 juta dan menguasai sebagian besar lahan di muka bumi.
Manusia memang berhasil secara genetik dari segi ekspansi spesies, di samping mendorong pertumbuhan besar - besaran sereal serta hewan ternak, diantaranya babi, ayam, kambing, dan sapi. Tapi juga menambah penderitaan dari sisi individu manusia. Gizi manusia semakin berkurang dan rasa makanan semakin tidak nikmat. Bayangkan menu hewan buruan diganti dengan biji - bijian. Di samping munculnya beragam jenis penyakit menular yang berasal dari peternakan hewan. Ruang jelajah manusia semakin sempit, lantaran konsentrasi mengolah lahan di sisi rumah atau kampung.
Akibat dari penguasaan lahan dan munculnya konsep privatisasi. Sebagian manusia mulai menguasai sebagian manusia lainnya. Muncullah konsep perbudakan dan penggembalaan. Manusia mulai terbagi antara yang memiliki lahan dan yang mengolah lahan. Dunia mulai terlihat kurang adil. Bermunculan komunitas - komunitas masyarakat besar, yang tersusun dalam perkauman (chiefdom) hingga kerajaan besar, dimana terdapat susunan administrasi, perpajakan, dan hirarki sosial yang ketat. Meski begitu, anak panah sejarah tidak pernah mundur, memang terdapat manusia-manusia nyeleneh yang melawan takdir zaman, tapi sejarah tetap melaju jauh melalui sistem kepemilikan pribadi ini.

 Sketsa kehidupan petani dan peternak di Mesir ribuan tahun lalu. Sumber : Istimewa

Sejarah bergerak ke zaman perdagangan dan industri. Ditemukan metode untuk pengembangan modal dan pengembangan dan penggandaan produk. melalui sistem kredit, dengan segera manusia dapat melipatgandakan produk sekaligus keuntungan. Dikembangkan pula ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memproduksi barang-barang yang dibutuhkan dan memudahkan kerja manusia.
Meski begitu, pada zaman ini terjadi pengembaraan ke negeri-negeri lain, dimana penguasa modal dan pengetahuan melakukan pengerukan sumberdaya alam dan penjajahan di belahan dunia lain. Perbudakan semakin menggila serta orang-orang bekerja di pabrik dalam kondisi menggenaskan. Sebagian besar manusia mengalami alienasi atau keterasingan dengan diri sendiri.
Pada zaman industri dan kapitalisme tersebut, sebagian kecil manusia memiliki kemampuan untuk merencanakan dan memproduksi barang-barang, sedangkan sebagian besar manusia didorong untuk bekerja dan mengonsumsi barang-barang. Sebagian kecil manusia hidup mewah, dan sebagian besar manusia hidup menderita atau pas - pasan. Sebagian besar manusia mengalami penderitaan akibat tekanan kerja, berkurangnya waktu untuk keluarga dan komunitas, lantaran terserap di dunia kerja. Di samping penderitaan yang diterima oleh hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan cum lingkungan akibat eksploitasi yang menggila oleh masyarakat industri.
**
Manusia dalam setiap zaman melakukan perencanaan dan aksi, tanpa mengetahui konsekuensi-konsekuensi yang diterima spesies dan lingkungannya di masa depan. Setiap aksi selalu menghasilkan paradoksnya masing-masing. Kepadatan penduduk dibalas dengan penderitaan perindividu. Modal dan teknologi berdampak pada penjajahan, alienasi manusia dan kerusakan lingkungan.
Dengan begitu, apakah kita dapat menyebut, bahwa manusia adalah mahluk yang selalu bingung dengan tindakannya sendiri?




0 komentar:

Paradoks - Paradoks Peradaban Manusia