semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Arah Pikiran

Tampaknya, arah pikiran selalu saja mendominasi gerak gerik kita. Bayangkan, keberhasilan dan kegagalan suatu niat ditentukan dari latar dan arah berfikir kita atau biasa diistilahkan dengan mindset. Tentu, juga disebabkan oleh faktor - faktor eksternal, seperti keterpenuhan aspek materi, pengetahuan dan rohani.
Misalnya, latar belakang munculnya kelompok - kelompok tani/tambak di Indonesia, entah sejak kapan, disebabkan oleh prinsip apa manfaatnya bagiku, tepatnya apa yang saya dapat peroleh secara langsung dengan kehadiran komunitas-kelompok. Kita pun maklum. Kita setuju.
Kita lalu membentuk kelompok, sebagai dasar agar orang - orang yang tergabung dalam kelompok dapat memperoleh bantuan. Sebab, melalui kelompok lah, atau saat ini melalui koperasi lah bantuan dapat dibagi. Itu jadi motivasi, itu yang sering digaungkan oleh pihak - pihak yang mengelola kelompok.
Saya tidak tahu, apakah harus seperti itu dulu, baru kemudian kita arahkan ke cita - cita ideal, yaitu pengelolaan modal secara bersama. Yang mana menurut Bung Hatta, melalui koperasi lah pembinaan kebersamaan muncul, olah diri dalam musyawarah, gotong royong dalam pengurusan modal dan produksi. Koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia, melalui koperasi, demokrasi ekonomi dapat pelan - pelan kita wujudkan.
Lalu, ini seperti menjadi lingkaran setan, berputar - putar dan seperti tak ada jalan keluar. Para pemandu memodifikasi kelompok, agar tampil elegan, dipermak sana sini, diatur, agar terlihat elegan. Tujuannya jelas, agar kelompok atau dampingan dapat bantuan. Jadinya, kadang-kadang, informasi bias dan kita pun membiarkan kebiasan itu, dengan alasan waktu sudah berjalan dan kita sama - sama senang. Untuk konteks ini, kita sama-sama tahu, bahwa ada kecendrungan khusus bangsa kita, yaitu theater, kita selalu bermain - main (pura-pura) dalam setiap keadaan.
Celakanya, anggota kelompok pun menikmati suasana itu. Anggota kelompok memperlihatkan laku pura – pura ketika pembesar datang, sengaja seperti mendengar, tapi pikiran di tempat lain. Lucunya, pembesar pun merasa diperhatikan dan merasa perkataannya diterima oleh anggota kelompok.
Sehingga, sembari menjalankan program dampingan, kita harus selalu memperhatikan motif dari anggota – anggota kelompok. Dan bagaimana kisah organisasi kelompok dibangun. Jika organisasi kelompok dibangun atas dasar sekadar administrasi bantuan. Di situlah kerja keras kita untuk meruntuhkan mitos bantuan dan membangun mitos baru, yaitu kemandirian ekonomi kelompok, melalui skema modal bersama dan kerja sama-sama.
Merekonstruksi mitos ibaratnya kita meruntuhkan tuhan – tuhan lama dan menegakkan tuhan baru di kepala mereka. Tujuan yang lebih membangun atas dasar kebersamaan, selalu berdiskusi mengenai persoalan – persoalan bersama lalu mencari solusinya secara bersama. Lagi – lagi, hal ini membutuhkan kepemimpinan yang bisa mengarahkan mereka ke arah yang benar. Selain itu, membutuhkan keahlian dan pengetahuan yang benar. Sehingga, pekerjaan pendampingan masyarakat di zaman ini tampaknya benar – benar sulit.
Satu hal lagi, sebelum terjun ke lapangan, kita harus mempersiapkan diri dulu matang – matang dengan arah berfikir kita sendiri. Hal ini dapat dimulai dengan mengikuti magang – magang di lembaga-lembaga yang konsisten dalam penguatan masyarakat, membaca buku – buku pendampingan, wacana-wacana ekonomi kerakyatan, mulai dari Bung Hatta, Mubyarto, hingga Dawam Raharjo.
Kesiapan pikiran dan mental menjadi bekal awal untuk terjun dalam realitas teater, kepura-puraan masyarakat.




0 komentar:

Arah Pikiran