semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Zionis

Al Quds telah berlalu, Pada Jumat lalu, pekik hujat bertubi-tubi telah dilontarkan kepada sebuah negara kecil, tapi berpengaruh, yaitu Israel. Negara Bintang David itu memang sebuah polemik pada awal-awalnya, namun kemudian menjadi satu-satunya parasit kolonial pasca Perang Dunia II.
Jauh sebelum Negara Israel berdiri, sebagian kecil komunitas Yahudi sudah mencoba bermukim di sana. Diantaranya, pemukiman mishkenot Sha'ananim, pinggir kota tua yang dibangun oleh Sir Moses Montefiore pada 1860. Ada pula pemukiman yang dibangun oleh Edmund de Rothschild, Raja Gula Yahudi-Prancis, yang pembelian tanahnya telah memperoleh persetujuan dari Sultan Utamani.
Penjajakan tanah Palestina, yang masih di bawah dominion Turki Utsmania itu, didorong oleh semangat membangkitkan kenangan akan kejayaan lama, "Kita harus mengukuhkan kembali diri kita sebagai bangsa yang hidup," tulis Leon Pinskers, dalam buku Auto-Emancipation, ditulis pada masa yang sama dengan Herzl. Theodor Herzl sendiri adalah pembangkit gerakan Zionis kelahiran Hungaria, dan seorang kritikus sastra Wina. Herlz sempat menulis famplet 'The Jewish State' pada 1896, "Palestina adalah kampung halaman kita yang terkenang selalu".
Migrasi Yahudi Eropa dipicu oleh intimidasi dari Progrom Anti Yahudi dari Tsar Rusia tahun 1881-1884, menyebabkan migrasi besar atau Aliyah pertama Yahudi Ashkenazi-Rusia. Meski, pada 1830-an, sudah didahului oleh Yahudi Sephard yang berbahasa Arab. Yahudi Ashkenazi membangun desa-desa pertanian, dengan sebutan Rishon-le-Zion (pertama di Zion).
Menurut Thariq Ali, budayawan asal Lahore Pakistan, mulanya, warga Arab yang merupakan pemukim asli Palestina tidak begitu keberatan dengan kedatangan rombongan Yahudi. Pertama, mereka dapat menjual tanahnya dengan harga tinggi. Mereka pun heran, tanah tandus dan berbatu dapat dibeli dengan harga di atas rata-rata. Kedua, mereka dapat bekerja dengan gaji yang baik di pabrik-pabrik yang didirikan oleh pengusaha Yahudi.
Kebangkitan gerakan Zion yang menginginkan kebebasan untuk hidup di tanah sendiri ini dipicu secara paradoksal oleh gelombang Revolusi Prancis, yang menimbulkan semangat nasionalisme. Sayangnya, semangat ini juga memancing tabiat rasis penduduk eropa, yang cendrung ekslusif. Menjadi buah simalakama-lah bagi bangsa transnasional ini.
Herlz pun mendekati Kaizer Wilhem II Jerman, yang setuju untuk membantu warga Yahudi memiliki rumah sendiri, meski Wilhem II sendiri tak begitu menyenangi orang-orang Yahudi, menganggapnya sebagai parasit-parasit di emperium Jerman. Herlz pun mendekati Sultan Usmani, tapi dengan mentah ditolak. Lalu, pada 1903, progrom Kishinev yang membantai Yahudi Rusia semakin menjadi-jadi, mendorongnya untuk mencari dukungan baru, serta mengusulkan rumah lain selain Palestina, yaitu El-Arish di Sinai, Mesir Britania. Namun, usulan itu ditolak oleh Joseph Chamberlain, menteri Kolonial Britania, dan membuat Herlz kecewa. Terpaksa menerima tawaran lain, yaitu Uganda. Tapi, ugandaisme ini ditolak mentah-mentah oleh para ultra Zion Eropa.
Sayangnya, gerakan perumahan orang Yahudi dalam satu negara ini berbenturan oleh kepentingan bangsa lain, khususnya bangsa Arab, yang sudah bermukim di Palestina sejak dahulu kala, saat Khalifah Umar bin Khattab membebaskan Yerusalem dari penguasaan Bizantium, yang saat itu diwakili oleh Uskup Sophronius (637 M).
Kegelisahan penduduk Palestina ini mulai terasa pada 1889, ketika secara cermat diuraikan oleh Yusuf Khalidi, bahwa di tahun itu, dari 45.300 penghuni Yerusalem, sudah 28.000 adalah bangsa Yahudi.
Lalu, sejarah mendorong perkembangan minoritas Yahudi di Palestina. Peristiwa menjelang revolusi Rusia oleh kelompok kiri-sosial komunis pada 1905, hampir meruntuhkan Tsar Nicholas II Rusia. Sebagian besar pendukung revolusi adalah Yahudi, termasuk David Grun yang di masa depan menjadi Ben Gurion, akhirnya turut melakukan migrasi besar Aliyah II, karena semakin kerasnya tindakan Tsar terhadap kaum Yahudi Rusia. Gelombang besar Kedua ini membangun pemukiman di Tel Aviv.
Kita tahu berikutnya, sejarah menakdirkan terjadinya holocaus, genosida sekitar 6 juta penduduk Yahudi di Eropa. Menimbulkan kecemasan dan menciptakan mitos anti-asimilasi Eropa, bahwa proses asimilasi penduduk yahudi dan non yahudi tidak mungkin lagi dipertahankan.
Kemenangan sekutu, dalam hal ini Inggris, telah mematahkan semangat orang-orang Arab Palestina, yang sebelumnya telah mendoakan Rommel agar menang perang bersama Sultan Utsmani. Inggris, melalui Deklarasi Balfour, dan begitu didukung oleh Winston Churchill menetapkan bahwa akan terbentuk negara bangsa Yahudi di tanah Palestina.
Untuk mengamankan rencana ini, Inggris turut membantu Abdullah bin Hussein untuk memerdekakan Arab dari dinasti Utsmani, tapi tidak memasukkan negeri Palestina (Inggris memiliki maksud lain terhadap Palestina). Dengan dibantu T.E Lawrence, akhirnya Abdullah mendapatkan jatah di Yordania, dan saudara sepupunya, Faisal mendapatkan Irak. Namun, Arab jatuh ke tangan Saud. Sehingga, militansi elit Arab semakin melempem menghadapi gencarnya gerakan pendirian negara Israel melalui mandat Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1947, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet.
                        Sumber : google

Dan, apa yang terjadi kemudian, Ben Gurion, yang dahulunya adalah seorang Yahudi Sosialis, yang menginginkan adanya pencampuran dan kehidupan bersama antara ummat yahudi, muslim dan kristiani di negara Israel, pun tak berkutik. Justru, setelah dia menjadi perdana menteri pertama Israel, dilakukanlah ujicoba 'ethnic celansing' secara perlahan. Secara sistematis penduduk-penduduk lama Palestina diusir dari tanahnya sendiri.
...
Saya tiba-tiba mengingat ucapan Daenerys Targeryen sebelum melakukan penyerangan terakhir pada King Landing, yang dijaga oleh Klan Lenister, dalam sekuel Game of Throne, "Kekuasaan harus menimbulkan rasa takut". Rasa cemas ini, yang terlalu berlebihan itu, membuat dia bertingkah gegabah, kota kerajaan itu dibumihanguskannya. Mungkin karena dendam, mungkin lantaran kecewa.
Saya menduga-duga, pendirian Negara Israel ini pun berangkat dari rasa takut. Khwatir dicerai-beraikan lagi, digenosida lagi. Namun, secara tak sadar, justru merekalah yang begitu gencar melakukan pemaksaan, pembunuhan, perampasan hak orang-orang Palestina. Mereka pun didukung oleh negara-negara sekutu, yang ingin mengamankan kepentingannya di Timur Tengah, khususnya soal minyak. Serta tidak begitu diacuhkan oleh negara-negara Arab, sebab sudah disogok Inggris dan Amerika.
Di situlah letak pentingnya peringatan Al-Quds, sebuah kecaman terhadap tindak kekerasan Zionis Israel. Serta menjadi peringatan bagi kita, agar tak menjadi beringas setelah mendapat kekuatan dan kekuasaan, yang sebelumnya menderita kekalahan demi kekalahan.


Sumber :
1. Jerusalem, the Bography (Simon Sebag Montefiore)
2. Benturan Antar Fundamentalis (Thariq Ali)
3. Google.




0 komentar:

Zionis