semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Fanatisme

Tak ada yang menduga, bahwa ceramah Paus Urban II pada Sinode di Clermont Francis tahun 1095, dapat menjadi awal kelam agama langit. Pidato yang pertama-tama membakar hati para Uskup itu, kemudian merangsek hingga ke ulu hati bangsawan, petani, bahkan remaja pedesaan. Tak tanggung-tanggung, remaja dan juga anak-anak dilibatkan dalam mobilisasi massa.
"Kabar buruk telah tiba dari Yerussalem dan Konstantinopel, sebuah bangsa yang terkutuk dan telah menjadi musuh tuhan, tidak lurus hatinya, dan jiwanya tak setia pada Tuhan, telah menyerbu tanah orang-orang kristen..."
Dalam pidato itu, Paus yang bernama asli Odo de Lagery ini meramu fakta dan fiksi, ia pada dasarnya membual dengan tujuan membangkitkan kemarahan ummat Kristen. Kalimatnya menohok, bahwa gadis-gadis kristen diperlakukan tak hormat, laki-laki dewasa disunat paksa, gereja dihancurkan, orang dibunuh dengan keji, perutnya dibela dan ususnya diburai.
Perasaan ummat yang mulanya penuh kasih itu pun menjadi cemberut. "Dio lo volt", Tuhan menghendaki perang. Berbondong-bondonglah mereka mendaftar untuk menjadi pasukan salib/crusader. Lalu melakukan perjalanan ribuan kilometer untuk membebaskan kota suci, pusara Yesus Kristus bermukim, dari tangan-tangan jahat Seljuk Muslim.
Kita tahu setelahnya, akibat terlampau bersemangat, pasukan crusader yang mulai bosan itu membasmi pemukiman Yahudi dalam perjalanan. Mereka merampas harta, membunuh orang-orang yang tak bersalah. Bola liar terus berkembang. Kambing hitam dibentuk bahwa yang melakukan tindak keji itu adalah gerombolan liar. Hingga tiba di Yerussalem. Kaum Muslim dan Yahudi yang tidak siap, dilahap api. Kasih Yesus yang berdarah di tiang salib, pun menggenangi seluruh kota Yerusalem.
Buntutnya, korban nyawa antar tiga agama, pasukan Salib juga terkatung-katung, banyak diantara mereka yang gugur setelah disapu pasukan Saladdin. Gelombang pasukan salib datang bertubi-tubi. Raja-raja Eropa terlibat. Rakyat merasa terselamatkan melalui indulgensi (pengampunan dosa).
Meski banyak hal yang diperoleh Eropa, dalam hal ini, tinjauan ekonomi politik. Terjadinya pertukaran budaya. Terjadinya penguasaan terhadap arena perdagangan. Banyak yang berubah di Eropa pasca perang Salib. Keluarga Medici Lahir di Italia. Sains mulai membibit. Kapitalisme awal mulai bergerak.
...
Fanatisme agama ataupun ideologi ketika bergaul dengan ambisi politik bisa membakar apa saja. Muhammad ibn Abdul Wahab (1703-1792), yang sibuk berkeliling jazirah Arabia, mengabarkan rusaknya praktik Islam di zaman Utsmani dan menganjurkan pemurnian Islam (revivalis) beruntung mendapatkan sekutu yang cocok, dialah Ibnu Saud, nenek moyang Abdul Aziz ibn Saud, pendiri kerajaan Saudi Arabia.
Mereka pun membangun kesepakatan, untuk saling dukung mendukung. Ibn Saud menjalankan dan mempropagandakan praktek suci agama Islam versi Wahab atau Wahabi, sementara Abdul Wahab hanya mendukung satu penguasa, yaitu Ibn Saud. Ikatan ini pun dipererat melalui perkawinan anak Wahab dengan Ibn Saud.
Akibatnya, gelombang pertempuran atas nama kemurnian Islam bergelora se jazirah arabia. Bahkan, kota suci Karbala dikepung pada 1801, dan dibunuhinya 5000 warga dan menjarah rumah-rumah dan tempat keramat, sebagai ghanimah, pampasan perang. Tahun berikutnya, mereka membunuh dan merampas Taif. Lalu, tahun setelahnya lagi, mereka merebut kota Suci Mekkah, dan memaksa Syarif Makkah untuk menghancurkan kubah pusara Nabi Muhammad, beserta keempat Khalifah.
Memang, mereka berhasil diusir oleh pasukan Utsmani melalui Muhammad Ali dari Mesir, hingga 200 tahun kemudian. cucu-cucunya kembali menegakkan otoritas Badui di kota Hijaz. Kali itu, Abdul Aziz tidak lagi membutuhkan penceramah, tapi justru seorang pembisik berdarah Anglosakson, yaitu H. St. Jhon Philby.
Dengan hasutan agen Inggris itu, Abdul Aziz pun menjalankan takdir leluhurnya kembali, untuk menguasai tanah Arab. Ia pun dibantu tanpa syarat oleh Inggris, dalam bentuk persenjataan. Kota-kota pun dalam genggaman Saud. Penduduk yang tak senang dengan tindak otoriter Saud banyak yang lari ke Irak, Suriah, ataupun Yaman. Kota Mekkah yang mulanya multi kultural tersebut, dengan zona pemikiran terbuka, menjadi tertutup dan hanya memberi wewenang terhadap satu tafsir, yaitu Wahabisme.
....
Keinginan berkuasa juga tak mampu menahan gelombang histeria massa di India, pasca mangkirnya Inggris di negeri anak benua itu. Mulanya, Muhammad Ali Jinnah tak pernah menyangka bahwa pristiwa politik dapat berimplikasi pada pristiwa pendarahan sosial dengan begitu massifnya.
Perpecahan antara kubu Liga Muslim India dan Partai Kongres pimpinan Jawaharlal Nehru, dalam mengelola anak benua, mendorong pemisahan antara negara berbasis Islam dan Hindu.
Jinnah sudah mencoba adanya solusi berupa negara federal. Tapi, keinginan tak selalu cocok dengan kenyataan. Pun tak dapat dihindari, muncul di akar rumput emosi-emosi keagamaan yang kasar. Lalu, meledak dalam bentuk kerusuhan Hindu-Muslim di bagian timur India pada Agustus 1946. Dalam empat hari saja, 5000 orang telah terbunuh, dan 15.000 orang terluka di Bengal. Saat-saat itu, akal sehat dirasuki kecemasan.
Sampai-sampai Mahatma Gandi terbaring lesu di perbaringanya untuk menjalankan puasa. Ia tak mau makan, meski dipaksa. Ia baru boleh makan setelah pertumbahan darah antara anak india berakhir. Keteguhan guru bangsa itu memaksa kedua kubuh untuk berhenti saling bunuh. Parang dan tombak dihempaskan. Hanya tangis yang tak berhenti berlinang.
Terhitung sekitar 500 ribu - 1 juta nyawa melayang akibat pristiwa huru-hara yang berimplikasi separasi atau pemindahan penduduk, muslim india bergerak ke pakistan, hindu pakistan bergeser ke India.
...
Demikianlah tiga kisah pilu ummat manusia, ketika begitu ngotot memperjuangkan agamanya. Tentu banyak contoh sejarah yang lain, tentang kebodohan manusia di hadapan emosi agama.
Saya setuju dengan pernyataan Thariq Ali, bahwa yang mengganggu peradaban manusia bukanlah karena agama, tapi lebih pada fundamentalisme agama.
Saya pun setuju dengan pendapat yang menyatakan bahwa mestinya manusia bukanlah dianggap sebagai homo sapiens (hewan yang berfikir), tapi juga sebagai hewan yang tidak berfikir (thoughless). Otak hanya digunakan untuk berfikir instrumental. Seperti diparodikan oleh Eichman, birokrat Nazi Jerman. Ia merasa tak bersalah lantaran mengantar orang Yahudi ke lokasi kamar gas, karena menurutnya itu hanyalah sekadar menjalankan tugas negara.
Maka, berhati-hatilah dengan segala jenis fanatisme, akal sehat menjadi hangus di hadapan luapan emosi.

                                Sumber : google




0 komentar:

Fanatisme