semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Rumput Laut Alor, Perjuangan Menghadapi Krisis

Setiap orang pernah mengalami krisis, setiap bangsa pernah mengalami krisis, begitu halnya, setiap kampung pernah mengalami krisis.
Enam hari di Alor, Nusa Tenggara Timur, Saya memandang dengan jarak dekat sebuah krisis berlangsung. Mendengar curahan perasaan para pelaku budidaya rumput laut, yang tak henti-hentinya mencoba untuk mengembalikan kejayaan rumput laut Alor.
Memori kolektif mereka memanggil-manggil, momen-momen bersejarah, dimana rumput laut mengangkat derajat mereka secara ekonomi, memberi kesempatan kepada mereka untuk mengejar ketertinggalan, jika kita ibaratkan ekonomi sebagai sebuah pertandingan. Memberi kesempatan kepada anak-anak mereka untuk turut menikmati bonus. Sudah ada puluhan anak di Desa Bana, Pulau Pantar yang menikmati kuliah di Kab. Alor, Kupang, bahkan ada yang di Bandung.
Di Bana, sudah empat tahun mereka terseok-seok untuk mencoba menanam, di Aimoli sudah dua tahun terakhir rumput laut tidak bisa tumbuh, di tempat-tempat lain sepertinya menghadapi nasib yang sama, seperti di Alaang, Alila. Makanya, cara taktis mereka untuk bertahan hidup, yaitu dengan mengoptimalkan lahan jagung mereka, yang sangat bergantung pada musim hujan, dimana predikat iklim mereka bisa kita sebut curah hujan rendah.
Mereka pun sangat bergantung pada alang-alang yang kembali dibakar sebagai bahan utama unsur hara, yang akan diserap oleh jagung dan ubi. Sebagian yang lain turut mengusahakan ternak kambing, yang tahi-tahinya dapat digunakan untuk tambahan pupuk kandang. Sehingga mereka dapat pula memelihara sayur mayur di halaman rumah mereka. Beruntung, karena protein mereka berlimpah dari ikan-ikan yang ditangkap di laut. Meski kemahiran dan mentalitas mereka masih kalah jika dibandingkan nelayan-nelayan dari jazirah Sulawesi Selatan. Sebab, pada dasarnya, meski mereka tinggal di pesisir, mereka selalu mengaku sebagai orang gunung.
Memandang hal itu, Saya pun terus menerus berfikir, seperti apa mereka menanggulangi krisis? Apakah mereka mampu mengembalikan rumput laut seperti sedia kala? Saya pun membaca UPHEAVAL karya Jared Diamond, yang menjelaskan cara-cara ngara mengatasi krisis, melalui metode terapis individu yang mengalami krisis. Terdapat beberapa poin yang sepertinya relevan dengan permasalahan para petani rumput laut di Alor.
Pertama, Pengakuan dari individu ataupun konsensus kampung, bahwa mereka sedang mengalami krisis. Beruntung, karena para pembudidaya mengakui bahwa mereka sedang mengalami krisis. Namun, pengakuan ini masih sebatas pengakuan individup maupun komunitas. Harusnya menjadi konsensus daerah, sehingga pihak penguasa daerah dapat melangkah lebih jauh untuk penanggulangan krisis. Maupun secara kebudayaan mereka bisa bangkit bersama melalui apa yang disebut strategi kebudayaan untuk mengatasi persoalan rumput laut.
Kedua, Penerimaan tanggung jawab pribadi maupun komunitas. Dalam hal ini, para pembudidaya setelah mengakui, tidak berhenti untuk mencoba berusaha. Mereka tidak serta merta menyalahkan alam, atau menyalahkan pihak-pihak lain yang menjadi penyebab kegagalan panen. Meski begitu, kesadaran akan tanggungjawab ini harus menjadi kesadaran bersama, bukan orang perorang. Selain itu, sebaiknya ada pemahaman bahwa krisis tidak terjadi begitu saja, terdapat tahapan-tahapan krisis, yang bisa saja tidak begitu jelas terlihat. Jika tanpa pengamatan yang akurat, krisis seakan-akan datang begitu saja seperti ledakan, misalnya kegagalan panen atau kematian massal, biasanya ditandai dengan ciri-ciri sebelumnya, pertumbuhan mulai lambat, lumut yang menutupi rumput laut, atau adanya tanda-tanda alam yang lain.
Ketiga, membangun pagar. Langkah ini membantu untuk identifikasi persoalan. Untuk melihat dimana letak kesalahan kita, yang mana yang salah, dan yang mana yang sudah benar. Dari sisi inilah sebenarnya pembudidaya rumput laut membutuhkan terapis, atau membutuhkan teman untuk berbicara, untuk mendiskusikan mana yang benar dan mana yang salah. Apakah lokasi yang digunakan masih subur? Apakah ada pengaruh dari kualitas air? Apakah ada pengaruh dari cuaca? Apakah ada pengaruh dari penggunaan bibit? apakah ada pengaruh pada faktor penggunaan kawasan yang beruntun atau dilakukan secara terus menerus? Ataukah karena para pembudidaya belum melakukan eksplorasi lebih jauh di lokasi-lokasi lain?
Keempat, bantuan dari pihak lain. Biasanya, jika terdapat pihak yang mengalami krisis, memperoleh bantuan dari pihak-pihak luar untuk membantu meringankan beban krisis. Nah, di sini kita perlu deteksi lebih jauh lagi, sejauh mana peran pemerintah, LSM, komunitas-komunitas luar yang peduli sebagai teman bicara maupun bantuan-bantuan lain. Misalnya, bantuan dari pihak-pihak eksternal untuk mendata daya dukung lingkungan dari institusi penelitian maupun universitas. Bantuan bibit dari daerah lain atau jenis lain. Untuk pembuktian bahwa kita bersama-sama berfikir dan bekerja untuk penanggulangan krisis.
kelima, pihak lain sebagai model. Ketika menghadapi krisis, kita membutuhkan model untuk membantu kita untuk keluar dari krisis. Model ini dapat kita peroleh jika kita memandang ke luar, belajar dari pihak-pihak lain yang pernah mengalami krisis yang sama. Seperti krisis rumput laut jenis kotoni di Wakatobi tahun 2012, dapat terselamatkan dengan datangnya bibit spinosum yang dipraktekkan pada 2014. Masa krisis hanya dua tahun saja.
Keenam, kekuatan ego atau identitas komunitas atau bangsa. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada keteguhan dalam perjuangan mengatasi krisis. Jika tak kuat mental, bisa saja para petani rumput laut menyerah. Hingga saat ini masih ada sebagian petani yang mengusahakan bibit, dan beberapa orang yang tekun masih terus memproduksi, meski jumlahnya sedikit. Mental petani yang kuat ini mesti menular pula pada semangat pendamping serta pemerintah setempat.
ketujuh, penilaian diri sendiri yang jujur. Dalam mengatasi krisis, kita harus menilai diri kita sendiri, apakah kita betul-betul telah melakukan sesuatu untuk mengatasi krisis. Bagi petani rumput laut mungkin sudah berjuang, tapi bagi pendamping dan pemerintah, mesti mempertanyakan ulang lagi secara jujur, apakah langkah-langkah yang ditempuh sudah tepat. Apakah mereka sudah demikian serius dalam berjuang?
kedelapan, pengalaman krisis sebelumnya. Melihat kondisi alam yang tidak bersahabat, disertai cara-cara hidup masyarakat peisisir yang sederhana disertai keceriaan-keceriaan, sudah membuktikan bahwa para petani rumput laut pada dasarnya sudah berkali-kali menghadapi krisis dalam menjalani hidup. Inilah yang menjadi modal besar bagi mereka untuk tetap bersabar untuk terus menerus mencoba. Nah, karena ini persoalan daerah, keunggulan-keunggulan itu mesti diformulasi untuk bangkit secara bersama-sama. Mungkin dapat ditempuh dengan melakukan musrembang bersama untuk pengentasan krisis, sehingga terdapat strategi baik di level pemerintah maupun di level kebudayaan.
kesembilan, nilai inti, yaitu kepercayaan yang dianggap penting bagi identitas seseorang. Nilai-nilai mana kira-kira yang berperan untuk pengentasan krisis, dan nilai-nilai mana yang justru dapat menghambat. Hal ini berada dalam lapangan kebudayaan, apakah nilai-nilai yang berangkat dari prinsip keluarga maupun dari agama yang dianut, atau dari prinsip-prinsip leluhur dapat mendukung mereka untuk mengatasi krisis? Ini sepertinya membutuhkan penggalian lagi secara serius.
kesepuluh, bebas dari kendala. Poin terakhir inilah titik terberat yang dihadapi oleh para petani rumput laut di Alor. Tentu, untuk menghadapi krisis, butuh dukungan dan tidak begitu terkendala faktor-faktor lain, misalnya dari segi ekonomi dan pengetahuan. Termasuk kendala dalam pemetaan alam.
Sebagai penutup, Saya ingin mengutip sindirian Nietzche terhadap orang yang takut pada krisis, "Apa yang tidak membunuhmu, akan membuatmu lebih kuat". Winston Churchill juga pernah berkata, "Jangan biarkan krisis menjadi sia-sia".
Apakah krisis rumput laut di Alor ini akan menjadi sia-sia? Saya pikir belum tentu..








1 komentar - Skip ke Kotak Komentar

cherryblossom mengatakan...

Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802

Rumput Laut Alor, Perjuangan Menghadapi Krisis