Ahimsa

Dua bulan terakhir, dimulai dari tanggal 1 Januari 2020, tanggal kelahiranmu, Saya bersama istri, Riyami, memiliki kesibukan baru, yaitu merawatmu, Ahimsa.

Tak ada rasa bahagia yang muncul setara dengan rasa bahagia melihat hari-hari perkembanganmu, mulai tangisan pertama hingga rambut kamu dicukur kemarin. Semakin hari semakin banyak perkembangan yang kamu tunjukkan, ditandai dari berat badan, ekspresi hingga gerakan tangan dan kaki. Hari-hari belakangan, kamu begitu betah jika diajak bercerita, bahkan pada dini hari, sehingga membuat orang tuamu memutar akal untuk berceloteh apa saja, tentang kisah ayam yang mengorek-ngorek tanah, hingga proses terbentuknya coto kuda.

Dari aktivitas mu itu, membuat Saya membuka kitab-kitab yang menjelaskan fenomena itu. Salah satunya Buku "Nalar Yang Memberontak" karya Alan Wood dan Ted Grant. Menurut buku tersebut, seorang bayi adalah seorang pembelajar.

Pada bulan-bulan pertama, bayi dan kehidupan di luar bayi adalah satu. Bayi belum memiliki pandangan mengenai dunia eksternal. Itulah yang menyebabkan, Ahimsa pada usianya yang dua bulan ini tak betah jika ditinggal barang sebentar. Sebab, kehilangan kita di sisinya sama halnya dengan kehilangan dirinya sendiri. Untuk itu, secara natural bayi diberkahi tangisan untuk memanggil Ibu maupun orang terdekatnya untuk segera mendekat ke sisinya.

Dalam perkembangannya ini, seorang bayi mulai belajar meniru-niru suara, meski ekspresi suara yang muncul masih tak bermakna. Kalau dalam bahasa Bugisnya yaitu 'manyyaung-nyaung'. Bersamaan dengan itu, tangan dan kakinya mulai aktif. tangan dikepal, dan berputar-putar, atas-bawah, kaki juga begitu dengan semangat menendang-nendang. Tampaknya, terdapat sinergi antara gerakan tangan dan kaki, ekspresi wajah yang kadang-kadang tertawa ataupun tersenyum, serta suara-suara yang lepas keluar.

Jika begitu, betulkah pendapat yang mengatakan bahwa gerakan-gerakan (intensitas) dapat menimbulkan loncatan kualitas pada vokal maupun kerja-kerja otak (kognitif)? Ataukah kerja-kerja otak mendorong kaki dan tangan demikian ekspresif? Ataukah dua-duanya, potensi genetik maupun pola pertumbuhan yang sudah terinstalasi dalam tubuh bayi semakin cepat jika diransang oleh faktor-faktor eksternal. Akan demikian cepat lagi, jika sang bayi merespon sesuatu di luar dirinya itu dengan gerakan-gerakan tubuh.

Dalam perkembangan berikutnya, melalui rantai panjang pengalaman (ujicoba/eksperimen), sang bayi akan memperoleh pengalaman mengenai sebab-akibat. Dia pun mulai memahami bahwa ada sesuatu di luar sana (eksternal). Jika saya melakukan ini, akan menjadi begini, berakibat begitu. Hal itu, diulang-ulang sekian kali, hingga menjadi pengetahuan tersendiri, bahwa dalam menjalani keseharian, harus menghindari ini itu, harus melakukan ini itu. Tentu, efek dari rantai panjang pengalaman itu, menimbulkan lompatan kesadaran kognitif pada bayi, yang berimplikasi pada kemampuan berfikir dan berbicara.

Ahimsa, besok sudah berumur dua bulan. Perjalanannya menuju kesempurnaan dirinya sebagai manusia, secara fisik sedang berlangsung, terus menerus. Tugas Sayalah bersama istri untuk mengawal pertumbuhannya, hingga memperoleh formasi yang pas, yaitu kesempurnaan fisik maupun batin.

Tugas Saya dan istri pulalah untuk selalu belajar menjadi manusia baru, melalui perawatan Ahimsa. Sebab, merawat seorang bayi, berarti memperoleh pengalaman kembali menjadi bayi itu sendiri. Di samping membayangkan pengalaman orang tua kita dahulu kala. Menjadi bayi, berarti mengisi ruang kekosongan pengetahuan kita, yang secara natural tumbuh dan berkembang di masa lalu, dalam kurun waktu tertentu dalam sejarah manusia.

Memahami perulangan kehidupan kita, adalah berkat. Sebab, dari situ kita belajar kembali untuk mendalami kembali inti sari dari kehidupan manusia, tentu juga tentang kemanusiaan itu sendiri.

                                  Foto : Brian Rayanki

CB Blogger