semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Ahimsa dan Saudara-Saudaranya

 Pada 5 September lalu, Ahimsa resmi memiliki saudara. Mungkin bisa disebut sebagai saudara persusuan, tapi kali ini yang menyusui saudara ahimsa bukan mama'nya, tapi papanya. Setiap papanya menyusui saudara-saudaranya itu, yang akhirnya diberi nama Caka, Ciki, dan Cuku, Ahimsa selalu ikut memantau, dan kadang-kadang mau memegang kepalanya, entah untuk dielus atau malah diplintir.. hehe..

Saya tiba-tiba mengingat konsep persaudaraan dengan binatang, khususnya di Sulawesi Selatan, yang masih melekat di kampung-kampung, seperti saudara dengan buaya, dengan biawak, ataupun dengan ikan sidat/Massapi.

Pengangkatan binatang menjadi saudara, saya kira merupakan suatu penemuan kebudayaan yang dahsyat. Tiba-tiba seorang bayi dapat dipelihara bersama dengan saudaranya, yang mungkin ditempatkan di sungai, atau kolam dekat rumah panggungnya. Sang Ibu atau melalui perantara dukun/sanro melakukan ritual pemberian makan pada sang saudara, seperti, memberi telur bersama sesajian yang lain. Kadang, dari cerita-cerita yang saya dengar, saudara pun datang menyantap makanan yang diberikan oleh Ibu dan saudaranya itu.

Hubungan yang dekat ini, bahkan dengan hewan buas sekalipun, membawa manusia dahulu untuk memberi penghormatan yang tinggi kepada hewan. Hewan diperlakukan seperti manusia, dan boleh jadi, hewan itu pun memperlakukan manusia dengan baik. Bukan hanya manusia yang punya hak otoritas untuk mengasihi, tapi hewan juga dapat mengasihi. Menolong manusia yang tenggelam di sungai, di laut, hingga suatu waktu manusia Tanete Bulukumba begitu menghargai Ikan Sidat/Massapi, lantaran ikan ini membantu leluhurnya untuk selamat di laut/sungai. Entahlah. Untuk itu, keturunan-keturunannya tidak dianjurkan untuk memakan sidat, karena akan terancam terkena kutukan penyakit kulit.

Saya membayangkan jika manusia-manusia modern sekarang, masih percaya dengan hal-hal seperti itu. Dengan begitu masih mengangkat saudara kepada hewan-hewan. Mungkin saja, eksploitasi alam dapat dicegah, pengerukan sungai tidak sebebas-bebasnya, karena di sana ada saudara, ada nenek kita. Sumberdaya alam hayati sungai/laut terjaga ritmenya, lantaran predator utama, dalam hal ini buaya masih menjaga. Kita hayalkan saja sebuah ekosistem sungai tanpa predator puncak, predator level bawahnya akan mendominasi, maka akan terjadi ketidakseimbangan rantai makanan, maka wajarlah ikan di sungai mulai berkurang, ikan di laut mulai berkurang. Lantaran sekrup mesin alam utama terlepas dari posisinya.

Hilangnya persaudaraan manusia modern dengan hewan, menjadi pendorong utama perusakan-perusakan besar, dengan alasan untuk mendukung pembangunan dan ekonomi. Hutan-hutan kars dibabat, lantaran tak ada penghargaan terhadap monyet dan kalelawar di dalamnya. Monyet dan kalelawar hanya menjadi entitas objek, yang bisa disisihkan. Yang lebih penting adalah semen untuk pembangunan Flyover, jembatan sambung, hingga jembatan itu bisa tersambung dengan ujung sulbi-nya.

Begitu halnya hutan-hutan alam, yang kehilangan penjaganya, yang entah bagaimana jalan ceritanya bisa dibabat, mesti dalam kategori lindung. Kata lindung ini pun menjadi kata yang didefenisikan, diartikan, oleh para praktisi/teoritisi, namun, masyarakat, bahkan pemerintah, tak betul-betul peduli, hingga pada akhirnya, alam pun berkehendak lain, timbullah lonsor, bencana banjir lumpur, hingga rumah-rumah terendam dan begitu banyak nyawa manusia yang jadi korban. Pengorbanan ini akan menjadi sia-sia jika, manusia lain tak mencoba untuk mengolah kembali rasanya, kembali bersahabat dengan alam, dengan binatang-binatangnya. Manusia mau tidak mau harus kembali menghidupkan penjaga-penjaga hutan, penjaga-penjaga sungai, dan penjaga-penjaga laut.

Justru, memudarnya mistik, kian menghidupkan mistik baru, bayangan akan mudahnya mobilitas transportasi, seiring dengan mobilitas bahan baku, yang mempercepat putaran ekonomi, yang juga mempercepat perusakan alam. Mistik baru itu barangkali disebut pembangunan, barangkali disebut pertumbuhan, yang tumbuh adalah angka-angka, dimana, dari angka-angka itu, terdapat sekelompok orang yang mendapat untung, dan sebagian besar lainnya tetap dalam kondisi berjuang untuk hidup dan mengatasi masalah-masalah lingkungannya yang kian lama-kian tergerus.

Ahimsa dengan saudara-saudaranya. Tumbuh kembang bersama. Harapannya, kita, manusia bersama saudara-saudara binatang kita, bisa saling pengertian. Sang Binatang sudah lama menanti kita untuk bersama-sama mereka menjaga alam ini. Apakah kita, dan generasi-generasi kita dapat menyertai ajakan sang binatang?








0 komentar:

Ahimsa dan Saudara-Saudaranya