semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Berangsur-angsur Pulih

 

Tadi pagi saya jalan-jalan di sekitar lapangan dan taman cendana Kota Berau, senang rasanya bisa keluar rumah bersama Ahimsa dan Ashim, keduanya cukup gembira melihat-lihat gambar, memegang patung-patung hewan, dan memetik beberapa bunga.

Hari ini tepat 8 hari sejak kejadian kebakaran mesin katinting dalam perjalanan pulang dari tambak dampingan YKAN di Muara Sungai Desa Pegat Batumbuk menuju kota Kecamatan Tanjung Redeb.

Pada pukul 17.50, perahu berukuran panjang sekitar 5 meter itu berhenti, langit sudah mulai redup, lalu lalang perahu dan boat sudah terlihat jarang. Saya tak menghiraukan tentang berhentinya perahu, firasatku mengatakan aman-aman saja. Justru, pikiranku tertuju pada layar handphone yang mengabarkan beberapa hal, tentang peringatan dan pertanyaan.

Dalam hitungan beberapa menit setelah matinya mesin, tiba-tiba api menyala, suaranya cukup keras. Saya tersadar ketika teman-teman lain sudah menceburkan diri ke sungai. tangan terasa hangat, saya merangkak ke arah depan, kebetulan posisi tubuhku pas di depan mesin, duduk bersila di depan motoris yang mengarahkan biduk. kulihat kelingkingku, kulit terlepas, begitu juga telapak tangan bagian kiri yang berdekatan dengan ibu jari, sedikit terkoyak. Saya pun loncat begitu saja ke sungai, sebenarnya dengan enggan, handpone di tanganku pun terlepas dan mengendap di dasar sungai untuk memberi kabar pada nenek.

Saya melihat dengan hampa perahu dengan mesin terbakar itu, sekali dua kali meletup. Tubuhku pun terasa berat karena sweater yang saya pakai cukup tebal dan tentu berat menanggungnya di sungai. Pikiranku tak kemana-mana, terlintas kira-kira barang apa yang dapat saya pegang jika perahu ini terbakar sempurna, dan tenggelam.

Beruntung, teman motoris yang punggung kakinya juga terkelupas segera naik ke perahu, mengambil timba dari potongan jerigen, mengayuhnya ke air dan menyiram mesin berkali-kali. Hingga saya ikut juga naik, dengan susah payah, dan memberi sweater putihku untuk menutupi mesin, hingga api betul betul padam.

Saya pun duduk terpekur di ujung perahu, dengan kedua punggung tangan, punggung kaki kanan dan sepotong muka terasa perih. Kulihat pula potongan-potongan rambut yang melekat di tangan. Kumis janggot, alis, dan bulu mata tercukur rapi. Perahu lain tiba dengan muka kaget dan menonda kami ke kampung terdekat. Saya tak membayangkan apa-apa, pikiranku betul-betul padam. Maut telah lewat, mungkin akan menunggu lain kali di Samara.

Hari ini saya senang saja, karena hari-hari penuh kesakitan setelah 8 Juni itu telah teredam, kulit-kulit mati di bagian kanan muka terkelupas pelan-pelan, punggung tangan yang hitam tebal sudah berkerut seperti tanah kering yang retak-retak. tersisa sebagian kecil luka akibat lapisan kulit tergesek karena kurang hati-hati.

Di tengah cobaan penderitaan ini, diselingi berita gembira mengenai sintasan petak gelondongan udang windu yang telah dipelihara 30 hari cukup tinggi, yaitu 55% atau 16.500 ekor hidup dari 30.000 ekor yang ditebar. Mudah-mudahan 2-3 bulan ke depan tetap dapat bertahan hidup hingga panen dan dapat menjadi pembelajaran bagi tambak-tambak di sekitarnya.

Betul, cobaan penderitaan fisik sebentar lagi berlalu, tapi cobaan mental pada akhir-akhir ini terasa kian berat saja. Apalagi sedang berenang-renang di antara para pecinta kepentingan, cita-cita untuk mensejahterahkan rakyat petambak tradisional, kadang-kadang mendekat, dan kadang-kadang terasa menjauh...

16 Juli 2022







0 komentar:

Berangsur-angsur Pulih