semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Cartesian-Newtonian, Sampah dan Fritjof Capra


Melihat judulnya sekilas, pembaca pasti bingung. Apa sih hubungannya sampah dengan Cartesian-Newtonian, apalagi dengan Pritjof Capra? Siapa dia? Apa yang ia perbuat, khususnya untuk sampah? Emmm, sebelum larut dalam pertanyaan-pertanyaan, penulis ingin bertanya lebih dahulu pada pembaca, kalau sudah minum air gelas atau nasi bungkus buang sampahnya dimana, bagi perokok, habis merokok puntung rokoknya dikemanakan? Kalau dibuang ke tempat sampah sih tidak masalah, but kalau tidak? Kalau begitu dengan memahami logika ekosentrisme serta ekoliteracy Frijrof Capra dengan landasan konsep sistemik dan holistik semoga saja pembaca dapat meletakkan sampah-sampah itu tepat pada tempatnya.
Fritjof Capra yang merupakan seorang ahli dalam bidang fisika teoritik mengatakan bahwa saat ini terdapat polemik yang belum dapat didamaikan. Kontraversi antara kapitalisme global dengan konsep penciptaan masyarakat berkelanjutan (sustainability) berdasarkan pemahaman ekologis (ekoliterasi) dan praktek ekodesain. Pasalnya, keduanya tunduk pada hukum yang berbeda-beda. Ekologi tunduk pada hukum alam (fisika) yang menetapkan jumlah seluruh benda dan tenaga (energi) tidak dapat diperbesar oleh perubahan-perubahan dalam proses produksi. Kapitalisme global ditunjang oleh ilmu ekonomi modern dengan keharusan untuk terus berkembang. Kapitalisme ini melahirkan pola konsumerisme dan eksploitasi besar-besaran terhadap alam. Produksi barang terus ditingkatkan, industri dikembangkan dengan begitu akibatnya terkecilnya adalah meningkatnya volume sampah.
Kapitalisme berkembang tidak dengan sendirinya. Tapi dilandasi oleh pondasi kokoh berasal dari filosofi barat berabad-abad silam yang dipelopori Descartes dan Isac Newton. Sains Cartesian-Newtonian ini melakukan pemisahan fundamental antara alam pikiran (res cogitans) dan alam materi (res extensa). Dalam cosmologi Cartesian-Newtonian, alam semesta materil dipandang sebagai sebuah mesin besar yang tidak memiliki tujuan, kehidupan dan spritualitas, tapi bekerja dalam hukum-hukum mekanik. Alam tubuh, binatang digambarkan sebagai obyek dan dapat diperbaiki seperti halnya sebuah mesin melalui pikiran manusia yang terpisah menurut hukum rasional.
Berpijak pada pandangan mekanistik Cartesian-Newtonian, manusia ditempatkan sebagai bagian utama dalam pembangunan lingkungan sosial. Pandangan ini disebut antroposentrisme. Dengan begitu, kebijakan manusia dalam konservasi alam hanya dilakukan dan dihargai sebagai tindakan yang menguntungkan bagi kepentingan dunia semata. Oleh karena itu Pritjof Capra menawarkan konsep berpusat pada alam (ekosentrisme) yang mendasarkan pandangannya bahwa manusia tidak lain adalah bagian dari alam bukan sebagai penguasa alam. Manusia dan alam terkait dalam sebuah sistem. Pandangan mekanik yang parsial, dualisme dan determenistik itu digantikan dengan padangan sistemik yang holistik, kompleks dan terintegrasi. Setiap organisme adalah sebuah keseluruhan yang sifat-sifatnya tak dapat direduksi menjadi gerakan bagian-bagiannya. bagian terkecil organisme, seperti sel adalah sistem yang hidup, begitu juga dengan masyarakat. Jadi tak dapat dipisahkan. Dengan demikian konsep sistemik ini berharap terciptanya masyarakat yang sadar lingkungan, ekoliterasi. Asal kata dari ekologi dan literer atau melek ekologi.
Keterkaitan ini menyebabkan suatu sistem hidup mempunyai ciri khusus, yaitu swa-organisasi alias menata dirinya sendiri. Karakter utama darinya ada dua, yaitu mempertahankan diri dan mengatasi diri. Karakter pertama memungkinkan sistem hidup menyesuaikan sistem hidup terhadap perubahan lingkungan, yang kedua memungkinkannya untuk berkembang dan belajar. Ciri dari swa-organisasi ini mengikuti enam prinsip ekologi, yaitu kesalingbergantungan (interdependensi), kedaurulangan(Cyclicty), kemitraan (partnership), keluwesan (flexibility), keanekaragaman (diversity), dan keberlangsungan (sustainability). Capra berharap dari keenam prinsip ekologi inilah manusia dan alam dapat diselamatkan dari kehancuran peradaban akibat eksploitasi oleh industri dan kapitalisme global.
Sampah adalah buah dari pangkal dari mata rantai Cartesian-Newtonian, kapitalisme sampai kekonsumerisme produk. buah dari pandangan mekanik yang melihat alam sebagai obyek yang terus dikeruk untuk kepentingan dan nafsu manusia. Buntutnya, pengolahan sampah pun bermasalah. Ini tidak lain dari belum adanya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, khususnya sampah. Coba saja tengok pondok-pondok mahasiswa, lorong-lorong kota atau pasar-pasar tradisional. Pasti terdapat kubangan atau tumpukan sampah yang tidak terurus. Belum lagi tentang pencemaran perairan sungai akibat limbah rumah tangga dan industri. Kualitas airnya sudah tidak mendapat jaminan lagi, kita tak perlu menganalis secara kimiawi kualitas air tersebut, cukup dengan memperhatikan warna dan baunya saja. Warnanya sudah hitam dan bau busuknya bukan main. Celakanya kita tak pernah sadar dan terus melakukan perbuatan yang serupa.
Dalam mengolah sampah Capra menawarkan solusi, yaitu Ekodesain. Ekodesain adalah upaya perancangan ulang teknologi dan institusi sosial secara mendasar, untuk menjembatani celah antara desain manusia dan sistem-sistem alam yang berkelanjutan secara ekologis. Prinsip pertama ekodesain adalah “sampah sama dengan makanan”. Dapat dimaksudkan sebagai segala produk yang diolah industri, juga sampah yang dihasilkan dalam proses pembuatannya, pada akhirnya harus menjadi bahan bagi sesuatu yang lain. Prinsip ini sejalan dengan prinsip ekologi tentang siklus, bahwa semua organisme hidup akan terus menerus menghasilkan sampah, akan tetapi sampah satu species akan menjadi makanan bagi species yang lain.
Contoh penerapan ekodesain untuk industri besar seperti yang dilakukan Gunter Pauli pada awal tahun 90-an. Ia membuat pengelompokan industri secara ekologis dengan mendirikan organisasi yang bernama Zero Emission Research and initiative (Zeri). Zeri berusaha menghilangkan gagasan sampah dengan mempromisikan kaidah emisi nol. Capra memberikan contoh lain. Sekarang telah dimungkinkan pembuatan tinta khusus dimana tintanya dapat terhapus jika dicelupkan dalam air, teknik pemisahan tinta dan kertas sehingga dapat digunakan kembali.kertasnya pun ternyata lebih tahan lama dibandingkan dengan serat daur ulang konvensional.
Untuk kawan mahasiswa dan civitas akademika. Sungguh, konsep ini sebenarnya sudah lama, namun mengingat kita adalah mahasiswa, pemuda yang diberikan kesempatan untuk mengecap pendidikan tinggi apa salahnya kalau kita mencoba untuk berubah. Minimal merubah diri kita sendiri. Merubah kebiasaan buruk kita, kebiasaan membuang sampah pada sembarang tempat. Untuk kawan yang diberikan sedikit kecerdasan dibanding yang lain, mungkin bisa menciptakan teknologi lewat karya ilmiah, khususnya dalam pengolahan sampah sesuai dengan perinsip ekologi dan ekodesain.
Masalah sampah bukanlah masalah yang mudah. Tapi dengan bersama-sama kita pasti bisa. Karena kita adalah bagian-bagian dari sebuah sistem bukannya subyek yang taunya mengerus dan merusak alam. Tepatnya dengan tidak memperhatikan sampah.
Idham Malik, Mahasiswa Perikanan Ang. 04.
Thaks to Jurnal Balairung mengenai sampah dan krisis ekologi



0 komentar:

Cartesian-Newtonian, Sampah dan Fritjof Capra