semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Laptop, Disintegrasi Individu Mahasiswa


Sial betul malam ini, Senin (26/10), bersama seorang junior, saya terjebak hujan dalam sebuah kantin Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas. Hingga detik ini, pukul 22.49 wita, hujan tak mau juga kompromi, rintik-rintik pun masih sebatas angan-angan. Bunyinya saja kian deras, pastinya semakin menyiksa fisik dan batin. Selain perut yang sudah keroncongan minta jatah, angin malam yang menusuk (kebetulan tak pakai switer), jiwa dan pikiran pun kena imbas, soalnya di kantin ini tak ada penerangnya sehingga suasananya cukup mendebarkan, meski saban pagi saya sering juga minta dibikinin kopi di sini. Yang paling membuat gelisah adalah ketidakpastian.. kapan hujan berhenti dan balik ke kandang..
Untungnya saya di kantin ini aktivitasnya bukan pesan makanan pada kantin tanpa pramusaji, tapi numpang hotspot (main internet). Ya.. kegemaran baru saya setelah memiliki laptop jenis Toshiba pada Juli lalu. Sambil menunggu hujan berhenti, saya pun mengutak-atik website, blog, email, hingga situs-situs rahasia. Sekedar melenyapkan bete.. Namun, sampai sinyal jaringan hotspot melemah hujan tak belum juga mereda. Makanya saya menulis sekarang karena tak ada aktivitas lain lagi. Daripada pikirkan macam-macam, hingga ke hal-hal gaib. Iihhhh, takuttt.
Sebenarnya kali ini yang menjadi titik perhatian saya adalah pengaruh pemasangan hotspot di Unhas terhadap harmonisasi kemahasiswaan, seperti yang saya lakoni barusan. Sejak adanya warless di kampus merah ini sekitar awal tahun 2008, jumlah mahasiswa yang berfasilitas notebook bertambah drastis. Mereka pun berlesehan di lokus-lokus hotspot. Pada awal-awalnya, paling rame di dekat rektorat, bahkan mereka sampai nginap hingga subuh di tempat tersebut.
Anehnya, gejala ini menimbulkan kesan lain, meski mereka berdamping-dampingan namun bisa dikatakan bahwa tak ada yang saling kenal satu-sama lain. masing-masing sibuk dengan laptopnya, entah cengengesan akibat chating, mengaprove teman di frienster, kirim tulisan di blog, atau lagi senyum-senyum mesum melihat adegan hot di youtobe.com. Ini berlangsung semenjak laptop dinyalakan hingga subuh hari, mata merah, capek semalaman kemudian dengan enteng menuju kendaraan untuk balik ke kamar pondokan. Tak ada sapa menyapa, padahal diantara mereka semua berstatus sama, yaitu mahasiswa.
Begitu pula di jurusan tempat saya menimba ilmu, jurusan perikanan. Di sini, selain berkuliah, waktu luang mahasiswa yang memiliki notebook kebanyakan terpakai di hadapan layar berukuran 12-15 inci itu. Waktu untuk berinteraksi sesama mahasiswa dengan sendirinya terpangkas. Mereka pun menempati lokasi yang dianggap memliki daya tangkap (sinyal) yang kuat, salah satunya yaitu di lab. Kualitas air. Tampaknya prilaku mahasiswa perikanan ini sama halnya yang saya amati di dekat rektorat. Ya memanfaatkan laptop sebagai sahabat baru yang dengan serta merta mengalihkan perhatiannya terhadap sesuatu yang konvensional.
Mereka yang tak memiliki laptop, pada mendekat pada mereka yang punya. Mungkin karena masih ada rasa persaudaraan makanya mereka pun menikmati dan dengan sendirinya turut kecanduan. Dan mahasiswa yang berprilaku demikian bertambah dari hari ke hari. Pelan tapi pasti. Celakanya, setelah lama saya amati, kebanyakan dari mereka tak memanfaatkan fasilitas itu betul-betul untuk memperoleh ilmu, tapi justru menggunakannya untuk memperoleh hobi baru, ya chating lah, frienster lah, atau nonton video semi bugil di youtobe. Kalau barang setengah jam tidak apa-apa, karena tentunya hal tersebut juga dibutuhkan untuk menghilangkan stress, tapi kalau sampai lima-enam jam itu sudah masuk taraf akut. Pastinya itu bukannya memproleh manfaat, malah mudaratnya yang dominan.
Bagi mereka yang manfaatkan untuk cari tugas atau artikel-artikel menarik, saya justru mendukung. Daripada mereka diskusi ngolorngidul jika tak berkuliah. Maklum saat ini iklim akademik di jurusan ini masih belum terbangun, jadi atmosfernya sulit terasa. Maksudnya sangat jarang ada perbincangan ilmiah diantara kalangan akademisi ini. Saya sendiri sering meluangkan waktu ke jurusan, jika tak ada urusan di identitas. Setiba di jurusan, saya langsung nyelongsor ke lab. Fisiologi, bercanda sebentar dan pada akhirnya mengaktifkan laptop hingga tiga-empat jam. Tapi, di lab. Fisiologi beda dibanding lokus hotspot lainnya. Kalau di lab itu, kita masih dapat bercanda sambil main internet, soalnya ruangnya kecil dan ada saja yang bisa diperbincangkan di sela-sela mengutak atik tuts laptop.

Gejala ini sepertinya sesuai dengan teori yang diutarakan Princhof Capra dalam bukunya The Hidden Conection. Katanya teknologi dapat mempengaruhi budaya, mengalihkan model prilaku atau dalam bahasanya Jalaluddin Rahmat disebut terjadi rekayasa sosial. Kalau keberadaan mobil membuat mobilisasi orang menjadi mudah sehingga dengan keberadaannya itu dibuatlah jalan-jalan mulus, disamping mobilitasnya lebih optimal karena tak usah lagi memelihara kuda, membiakkan rumput pakan kuda. Atau keberadaan teknologi komunikasi tingkat tinggi beberapa tahun terakhir, yang membuat orang lebih enjoy di ruang kerjanya seharian, karena dengan fasilitas itu ia dapat melakukan melakukan pembicaraan panjang dengan harga murah, chatting, download artikel, cek imail, dengan musik, dan pesan singkat. Efeknya, mereka tak mendapatkan lagi hambatan-hambatan komunikasi, memperoleh hiburan dan kesenangan-kesenangan. Kita dapat menjalani hidup dengan mudah jika ada uang, meski tak perlu punya banyak teman, berinteraksi dengan manusia sebenarnya vis to vis. Segala penderitaan dunia pun dilupakan, berupa kemiskinan, kelaparan, atau kesusahaan orang-orang di belahan bumi lain. Prilakunya pun berubah, batas-batas kekeluargaan menjauh, interaksi sosial menurun, dan orang lebih mementingkan materi dibanding persahabatan atau sesuatu yang sifatnya hidup.
Kembali ke laptop. Khususnya pada kawasan akademik ini, benda sedang itu telah memberi pengaruh pada prilaku mahasiswa, meski kadarnya masih sedikit. Buktinya, diantara mereka sudah jarang lagi yang saling tahu seluk beluk masing-masing. Orang lebih mementingkan pribadinya dibandingkan kepentingan umum yang memang sudah jarang dirumuskan ulang. Kepedulian terhadap sesama terkikis karena waktu mereka kebanyakan tersita di depan laptop. Ekses negatif lain, yaitu buang-buang waktu dan melakukan aktivitas sia-sia, macam chatting atau frienster. Ah capek deh..

Terakhir, bukannya saya sinis, tapi, ini sekadar kegelisahan saja kawan. Semoga bermanfaat.

Kantin Arowana, 26 Oktober 2008
Idham Malik




1 komentar - Skip ke Kotak Komentar

Anonim mengatakan...

Saya sepakat dengan analisanya. Saya juga melihat laptop dikalangan mahasiswa khususnya di Unhas bbrp bulan terakhir memang menunjukkan gejala makin kentalnya individualisme tp itu di ranah nyata. realitasnya, di dunia maya mereka makin akrab dengan web yang berbasis networking tsb.
Hmm... walaupun mesti saya akui, web seperti itu tak banyak menambah ilmu. Tapi mau mi di apa, friendster, facebook, dkk, yg plg gemari.
Bisa jadi ini buah dari sistem pendidikan ta yang tidak mendidik untuk mencari ilmu baru, tp hanya menanamkan rasa takut, jadi seseorang selalu mencari teman untuk meredakan rasa takutnya...

Hehe... entahlah...

Ok deh... salam kenal nah!!!

Laptop, Disintegrasi Individu Mahasiswa