semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Matamu Sang Primadona


Hitam dan dalam, kutelusuri sepasang bola mata di hadapan. Mata yang aku pandang dalam diam. Sinar matanya bercahaya, seakan berbicara. Membuat nalarku bekerja, menganalisa apa yang ada dalam pikirnya. Mata itu berkedip, lalu menatap tajam. Aku bergerak ke samping, tapi ekor matanya mengintai. Aku tak paham, kuikuti saja permainannya. Ia sepertinya ahli beradu mata hingga akhirnya membuatku terpesona.
Cahaya, tentang energi dalam mata yang lentik. Energi yang bergerak-gerak, berhamburan, melaju dengan gerak brown. Ia tampil dengan gelombang tanpa warna. Mungkin karena beradu dalam ruang-ruang lapang. Gabungan carbon, oksigen dan nitrogen adalah partikel mikro yang pada saat itu tak nampak oleh cahaya. Cuma sinar mentari di balik gunung dengan intensitas rendah menampilkan gelombang cahaya kuning. Menjulur menghampiri lubang-lubang kawat jendela.
Kecepatan cahaya yang bergabung dengan massa akan menghasilkan energi. Siap meluluhlantahkan permukaan bumi. Seperti kisah Hiroshima akhir perang dunia II. Kembali ke mata, mata yang hitam. Mentransformasikan energi ke akal. Inmateri, struktur yang sumir. Bagian yang lahir dari interkoneksi dan hubungan. Akal yang bagi materialisme adalah berupa struktur yang mengisi ruang-ruang kosong. Mirip lidah yang berfungsi untuk mengecap. Dan akal untuk berpikir. Pandangannya telah mengisi relung-relung jiwa yang saat ini kosong melompong.
Energi dalam mata. Bersumber dari sinergi struktur dan proses. Kekuatan mata menangkap cahaya, Materi yang dilakoni retina melalui mekanisme con dan rod. Con dalam suasana yang penuh cahaya. Rod, berjuang pada keadaan minim cahaya. Proses yang berlangsung bertahap, bermula dari terbukanya kelopak mata lewat kornea. Cahaya masuk kemudian lalu objek, mata belajar memvisualisasi. Berpikir dengan melihat.
Cahaya berupa partikel, menjelma sebagai intensitas. Gelombang menyerupai panjang gelombang. Dalam teori kuantum, partikel terkecil tak dapat diketahui secara pasti, berkelabat dengan kemungkinan dan keterbatasan. Partikel dan gelombang, dualisme yang menyebabkan perubahan cara padang, macam anomali paradigma ilmu pengetahuan.
Mengetahui struktur tergantung dari alat yang dipakai dan konteks peristiwa. Kita mengetahui sebagai partikel jika kita menggunakan alat mengukur partikel, Mengetahui sebagai gelombang jika alat yang dipakai adalah alat utuk mengukur gelombang. Teori kuantum membuktikan proses alamiah dipenuhi misteri kemungkinan. Tak ada yang pasti, tetapi relatif. Untuk menyimpulkan sebuah kejadian atau konsep, kita tak boleh lupa melirik latar belakang, pelaku, alat yang dipakai, tahun berapa, kenapa diterapkan, dan bagaimana kondisinya. Karena segala sesuatu yang telah terjadi dan akan tejadi tak lepas dari pelaku dan subyektivitas.
Seperti warna yang ditangkap mata. Materi dasar pada struktur bahan menangkap panjang gelombang cahaya yang berbeda, kalaborasi struktur bahan dan panjang gelombang akan menampilkan warna beragam. Dan pada matanya yang berkilau, sesekali berkedip memancarkan gelombang cahaya multi warna, energi lembut merasuk ke hati. Energi yang tetap tersimpan dalam memori, sesekali berubah bentuk menjadi kalor, membuat jiwa semakin gelisah. Energi lepas ke udara.
Jika mata sengaja di tutup pada usia dini, jendela peluang manusia untuk melihat dunia tertutup selamanya. Proses untuk mengembangkan syaraf tak berlangsung. Walau tak mengalami gangguan apa-apa lalu dibuka setelah tiga tahun kemudian, syaraf mata sudah tak lagi bekerja. Otak pun tak terstimulan, syaraf tak mencerna, koneksi tak tejadi. Karena melihat adalah proses awal untuk belajar, menggunakan otak pada bagian lobus parietal. Ini berdampak juga pada pendengaran, perasaan, penciuman. Segala bentuk aplikasi indra jadi terhambat, tak maksimal. Makanya kadang jika mata tak terguna manusia lahir menjadi kendala. Ia hidup dalam kesunyian.

Mata merasuki dunia modern, dunia tirani. Dunia yang didominasi oleh visualitas. Bisa disebut tirani visualitas. Orang modern dominan menggunakan mata untuk menangkap pesona. Mata adalah senjata ampuh dalam membaca modernitas, dimana tak ada lagi tegur sapa. Pertalian antar masyarakat modern diikat oleh tatapan, kadang dengan tatapan kosong. Modernitas ditandai dengan gedung bertingkat, pasar swalayan multi fungsi, jaringan telekomunikasi, serta internet yang menyeroboti rumah-rumah penduduk. Semuanya terjawab hanya dengan menatap. Mata yang berkontraksi kemudian menyalurkan informasi ke dalam otak. Di syaraf inilah diproduksi kesimpulan, pemaknaan dan pengambilan keputusan.
Manusia modern mulai jarang menggunakan mulutnya sebagai alat bertukar ilmu. Mereka hanya menggunakan mata untuk menembus batas-batas pribadi. Mata adalah alat propaganda individualisme dan konsumerisme dimana kita hanya berkeinginan untuk menangkap dan jarang memberi. Informasi itu dicuri lewat mata dengan sembunyi-sembunyi. Baik itu di atas trem, angkot, lift, pasar, masjid, internet, televisi atau kampus. Dan lirikan matanya mencuri hatiku.
Energi dan modernitas berkalaborasi dalam mata bulat hitam bercahaya. Energi berupa pancaran semangat yang berupaya menangkap makna. Mata, struktur yang sama dari abad ke abad, namun terjadi perbedaan cara pandang sepanjang perjalanan menuju modernitas itu. Cara pandang bergeser akibat terjadinya anomali yang terjadi di masyarakat. Anomali menggeser paradigma ilmu pengetahuan. Jadinya dari paradigma itu akan meruba pula pola tingkah laku msyarakat. So.. mata sangat berperan dalam menangkap anomali yang terdapat pada selang-selang saman.
Kembali ke mata yang menatapku berhari-hari lalu. Cahaya matanya kini meredup lembut dan sopan..

Idham Malik



0 komentar:

Matamu Sang Primadona