semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Ia yang Disebut Energi


Waktu terus saja mengalir, melewati ia yang lagi merenung dalam kesunyiannya. Mengisi ruang-ruang bermassa, massa yang sebenarnya kosong dan fana. Ruang yang kemudian melengkung sesuai dengan kadar massa. Gravitasi kan juga massa, unsur yang menyelimuti ruang benda-benda astronomi. Satelit pun pada akhirnya berlaju dalam rel lengkungan gravitasi. Tapi apakah ia tahu bahwa waktu itu relatif, dinamis, tergantung kecepatan, lokasi dan situasi. Waktu bisa saja bergerak mundur, jika ia kembali merenungi kisah-kisah lamanya. Kenangan bersama sang kekasih yang tak pernah disentuhnya. Waktu juga bisa melompat melewati masa kini, kemudian berhayal bertemu kembali dengan kekasihnya yang dalam mimpinya itu telah beranak dua.
Arus waktu berlaju maju. Namun saat ini ia ingin melawan arus itu. Refleksi dan koreksi terhadap segala hukum-hukum yang berlaku. Bukankah ilmu itu terus berkembang secara pragmatis. Kita bisa saja pindah dan merubah paradigma dengan ditemukannya ilmu baru. “Tak ada ruang tanpa waktu dan tak ada waktu tanpa ruang” begitulah mungkin kaitan antara ruang dan waktu. Dan itu tak lepas dari kekuatan yang bernama energi. Kekuatan yang geraknya mendekati kecepatan cahaya karena cahaya juga energi. Energi yang berbentuk gelombang elektromagnetik dan partikel-partikel. Energi yang jatuh ke ia berupa energi potensial.
Apakah ia tahu bahwa cahaya perlu waktu, seperti untuk berpindah dari objek. Karena kecepatan cahaya yang berhingga, seorang astronom tak pernah melihat alam semesta dalam keadaanya sekarang, namun selalu melihat kembali ke masa lalu. Cahaya butuh waktu delapan menit untuk menempuh jarak dari matahari ke bumi, jadi matahari yang kita lihat sekarang adalah matahari delapan menit yang lalu. Demikian pula kita melihat bintang yang terdekat sebagaimana keadaan empat tahun yang lalu. Kulihat ia siang tadi, wajahnya berseri-seri dengan sepotong senyuman di bibirnya yang basah.
Waktu dapat berubah dari keadaan biasa ketika masuk dalam konsep relativitas. Lama dan panjang waktu tidaklah statis, tapi dinamis dan ditentukan oleh kecepatan relatif. Dengan meningkatnya kecepatan relatif maka waktu akan melambat. Jam-jam ini bisa berbagai rupa, baik itu jam mekanik, jam atomik atau denyut jantung manusia. Jika salah seorang dari dua orang kembar bersaudara melakukan perjalanan pulang balik ke angkasa maka ia akan kelihatan jauh lebih muda dibanding saudaranya saat kembali ke rumah. Hal ini lantaran jam, denyut jantung orang itu kian melambat dikarenakan meningkatnya kecepatan sehingga mengikis waktu.
Dalam fisika partikel, waktu kian melambat dengan meningkatnya kecepatan partikel. Partikel yang bergerak 80 persen kecepatan cahaya hidup sekitar 1-7 kali lebih lama dibanding partikel lain yang kecepatannya lambat. Dan kini di tengah riuh jengkrik malam, sunyi, waktu ia rasakan sangat lambat. Ia lagi merindukan kekasihnya.
Ia juga ingin merasakan sesuatu yang luar biasa, yaitu alam yang nirwaktu. Tak ada sekat pemisah antara masa kini, masa lalu dan masa depan. Semuanya bersatu dalam ruang, ruang yang hampa, hening, menyatu dengan alam. Hal itu barangkali ia akan kecap dan dapatkan saat bersemedi dalam yoga dan kemudian bertemu dengan Avatamsaka, Brahmannya Budha. Sesuatu yang menjadi nafas kehidupan, melingkupi benda-benda, begitu universal. Lalu ia akan mendapat pencerahan, seperti Sidharta Gautama menjadi bodisatwa saat bertapa di bawah pohon bodi India. Tapi ia tak ke mana-mana, ia hanya bertekur di bawah temaram rembulan sambil menghitung-hitung jumlah bintang.
Ketika ia memandang sela bintang-bintang, sebuah pusara tanpa cahaya, tanpa massa. Pikirannya melayang ke alam tanpa ruang, tanpa energi. Karena energi itu telah ditarik oleh gravitasi, sebuah lengkungan massa yang disebabkan runtuhnya sebuah bintang raksasa. Cahaya pun tertarik oleh gravitasi massa benda angkasa yang runtuh itu, hingga senyap. Semakin besar laju runtuhnya, semakin besar pula daya tariknya untuk merebut cahaya beserta benda-benda yang lebih kecil. Maka nampaklah alam tak bermassa.
Kini ia tahu bahwa alam adalah sebuah sistem yang rumit. Saking rumitnya hingga tak terjangkau di benaknya. Ia pikir massa itu dapat dibagi-bagi secara parsial, menjadi elemen-elemen terpisah. Alam yang dapat diperkirakan karena punya aturan kausalitas, sebab akibat, deterministik, sehingga dianggap mutlak dan status. Alam pun dianggap sebagai jam besar yang terus berlaju sesuai dengan hukum termodinamikanya. Padahal kini diketahui bahwa massa itu tak dapat dianggap mutlak, terpisah dan merupakan benda-benda partikel yang tak dapat didefinisikan. Pada tataran kuantum, substansi terkecil saja sulit ditebak, kadang berupa partikel, kadang berupa gelombang. Mengenai bentuknya tergantung dari alat yang digunakan pengamat untuk mengamatinya.
Massa itu sama dengan energi, energi berupa gerakan elektron-elektron yang mengelilingi proton. Kita tahu bahwa zarrah (atom) adalah bagian terkecil dari benda. Dan atom yang berupa ruang raksasa itu dihidupkan oleh dinamisasi elektron-elektron yang menyebabkan atom-atom bergerak acak, chaos dan saling bertumbukan. Meski isinya ruang-ruang, tapi atom terkesan padat karena tumbukan tersebut. Maka tak salah kalau dikatakan massa itu sama dengan energi setelah dikalikan dengan kecepatan cahaya. Seperti rumus Albert Einsten, E=MC2.
Takluklah ia pada alam. Seraya mengambil air wudhu lalu menunaikan shalat. Di dalam salat malamnya itu, ia berada dalam alam tanpa ruang menembus waktu. Karena ia sementara bertemu dengan kekasih sejatinya.

Idham Malik



0 komentar:

Ia yang Disebut Energi