semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Malam pertama di 2009


Sekarang sudah tanggal sembilan, sehari lagi sudah sepertiga Januari. Tak dirasa dan tak terpikirkan. Waktu mengalir terus seperti air, memberi bekas, jejak sejarah. Atau seperti udara yang berhembus, biasa dinamai angin. Ia bergerak tak henti, terus saja mencari titik kulminasi. Tinggi, rendah, suhu dan kelembaban memainkannya. Melompat-lompat dari teratur ke chaos, memberinya energi, entah untuk mengeringkan pakaian atau untuk menimbulkan tsunami.
Tak ada ampun bagi realitas, semua digilas, baik buruknya. Maka beruntunglah orang yang memanfaatkan waktu. Begitu pula sembilan hari di tahun awal ini. Entahlah..

Malam tahun baru lalu sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tepat memasuki tahun 2009, tahun yang kata orang penuh tantangan dan misteri itu kami lewati justru di rumah seorang dosen. Ya.. saya dan seorang teman menghabiskan waktu di perumahan Budidaya Permai (BDP) kediaman dosen pujaan yang bernama Khusnul Yakin.
Semalam itu, apalagi saat menit-menit terakhir 2008, BDP dibrondong petasan. Letusan-letusannya membuat telinga budek, jantung kaget, berdebar-debar. Bunyinya laksana bom. Langit pun menyala, bertaburan cahaya. Canda dan tawa balita dan remaja yang bersenda gurau di jalanan kompleks perumahan terdengar ramai. Mereka sangat gembira, turut memaknai awal tahun dengan riang. Berlari kiri kanan. Meski sebenarnya belum tahu apa itu tahun baru.
Sampai-sampai, ada sebuah petasan anak-anak itu tak terbang ke langit hitam, tapi malah tertahan di tanah. Detik-detik kemudian. Bom.., mercun itu meletus di bumi. Percikan apinya terpencar ke segala arah, warna kuning terang sontak menghiasi halaman rumah, sekian detik. Letusan itu menyebabkan pula kepulan asap, membumbung dan menyeruap ke sekeliling. Masuk ke cela-cela jendela yang bukan hanya mengusik nyamuk, tapi juga penghuni rumahnya. Heboh tentunya, karena malam itu mata mencicipi bunga api raksasa.

Di BDP, saya berbagi dan mungkin bisa dibilang menimba ilmu dengan Khusnul Yakin, dosen kebanggaan itu. Namanya sudah lama saya tahu lewat coretan di sampul buku-buku bekasnya yang sering saya pinjam di Iran Korner. Bukunya masih ada dua di rak buku rumahku. Pun buku itu adalah yang cukup langka, karena sudah tak ada lagi di toko-toko buku.
Khusnul adalah dosen yang baru pulang studi dari Jerman Oktober tahun kemarin. Ia adalah teman sekaligus guru seorang senior di identitas yang bernama Supa’ Ata’na. Supa adalah nama yang sudah tak asing pula, karena keseringan nongol di media massa lokal Sulawesi Selatan. Sebelumnya, saya sering mendengar nama Khusnul disebut-sebut oleh Supa’. Katanya, si Khusnul ini adalah orang yang ulet, rajin membaca dan sangat cerdas. Mendengar itu membuat saya tambah penasaran, apalagi si Khusnul ini adalah dosen perikanan yang sesuai dengan studi saya.
Beberapa bulan lalu, saya sekadar berpapasan, tegur sapa, dan sesekali mendengar teori-teorinya di koridor perikanan. Itu pun hanya dua kali kalau tak salah. Dan sampailah pada malam itu, saya dan Sazli berkunjung ke rumahnya di BDP itu.
Sesampai di kediamannya, kami disambutnya dengan sumringah. Ia tampak sudah bersiap-siap, mengenakan baju koko dan bersarung. Karpet pun dibentangkan saat kami hendak duduk. Kami basa-basi dulu, perbincangan pun dimulai dari pertanyaan awalnya pada saya. “bagaimana penelitianmu?”
Permulaan itu saya tanggapi dengan sedikit serius, soalnya, saya sendiri belum terlalu paham mengenai kepiting. Makanya, saya harus menguras tenaga di depannya agar tidak terlihat bodoh. Lepas dari perbincangan kepiting, kami memasuki ranah kerang dan bakau. Katanya, kerang itu multifungsi, ia dapat mereduksi karbon yang ada di laut, sehingga dapat berfungsi sebagai biofuel.
Di samping itu kerang dan sejenis tiram dapat juga menjadi bioindikator, atau biomarker yang dapat mendeteksi pencemaran di perairan. Kita tak usah melakukan uji mikro di laboratorium dengan biaya mahal. Kita sekadar mengamati laju pertumbuhan dan morfologi kerang, serta tingkah laku hewan bivalvia tersebut.
Selain itu, kerang dapat mendeklinasi efek pencemaran di perairan. Zat-zat beracun itu terakumulasi dalam tubuh tiram, lalu zat-zat itu diubah ikatan kimianya sehingga pecah dan berikatan dengan unsur lain. hal inilah yang membuat sifat dan bentuk logam-logam tadi berubah bentuk. Hal terakhir yang mesti diupayakan adalah bagaimana caranya sehingga tiram-tiram tersebut dapat dimusnahkan atau dialihfungsikan.
Tak lama kami berbincang dan senyum-senyum kaku, teh hangat dan belasan buah gorengan kue bulat yang berbahan ubi tersaji di hadapan kami. Lega rasanya, apalagi bagi saya, lantaran malam itu belum juga ada makanan masuk di perut. Membuatnya sedikit keroncongan. Teh hangat itu pun turut melepas dingin, memacu pikiran.
Melompat dari tiram, kami mendiskusikan tentang kimia otak, halusinasi dan kemampuan melihat hal-hal gaib. Katanya, setiap manusia mempunyai kemampuan untuk melihat hal gaib, dan itu tersimpan dalam lobus otak manusia yang biasa dikenal dengan istilah akal spritual atau mistis. Tapi masing-masing dari manusia itu juga memiliki tirai yang membatasi. So.. jika kita berhasil menyingkap tirai itu, maka dengan sendirinya keajaiban itu akan kita miliki. Tentunya, menuju kesana kita butuh pemurnian hati dan jiwa.
Kadang, tuhan menyingkap sendiri tirai itu pada momen-momen tertentu, seperti saat kita ketindisan waktu tidur atau saat kita bermimpi buruk. Saat ketindisan, kita tanpa sadar melihat sesuatu yang aneh, gaib yang berwujud manusia atau mahluk lain. mahluk itu duduk di samping tubuh kita yang terbaring, atau membisiki dan meraungi telinga kita dengan teriakan-teriakan sepi. Kata orang, kita memperoleh pengalaman buruk itu lantaran kita tak membaca doa sebelum tidur.
Ya.. itu adalah pengalaman gaib tiap-tiap orang. Hal itu pula yang menjadi bukti bahwa di dunia ini terdapat dunia lain, gaib, yang hingga kini masih disangkal oleh orang-orang materialis, barat.
Informasi lain yang mesti diingat adalah tentang konten-konten mimpi. Katanya, orang yang sering bermimpi itu masih sangat erat ikatannya dengan duniawi. Ia tak bisa melepaskannya hingga tersangkut-sangkut di dunia mimpi. Orang yang suci, bersih dan telah melepaskan daya tarik duniawi menurutnya akan tidur nyenyak. Ia tak akan bermimpi. Hayalannya kosong lantaran bersihnya pikiran. Kalau pun ia bermimpi, pasti yang baik-baik, atau semacam petunjuk tentang esok dan masa depan. Mengetahui itu.. kapan ya bisa tidur nyenyak.
Mimpi pun menurutnya berkaitan erat dengan kenyataan, atau ramalan masa depan. Dan dunia mimpi adalah kebalikan dari dunia nyata. Setidaknya dalam hal penafsiran esensi dan substansi sesuatu hal. Misalnya jika kita bermimpi dilempari kotoran, menurutnya kita akan mendapatkan hadiah material berupa uang atau barang (kekayaan). Karena menurut tafsir mimpi, harta itu ibaratnya adalah kotoran. Sementara keindahan biasa diidentikkan dengan mimpi mati atau terluka. Betulkah?
Sebenarnya, topik yang paling urgen didiskusikan adalah rencana untuk mengadakan eksperimen-eksperimen terhadap kerang, tiram dan tanaman bakau yang nantinya menjurus ke usaha-usaha tertentu. Misalnya, dibicarakan mengenai pembentukan tim inti untuk penelitian-penelitian kecil. Kak Khusnul menjelaskan bagaimana kita nanti membuat semacam kripik udang, budidaya tiram pada lingkungan bakau, serta usaha budidaya lebah madu di pohon bakau. Sungguh menarik saya kira, karena kita dapat belajar sekaligus berusaha, dua buah pulau terlampaui.
Perbincangan yang lain adalah menyangkut agama, persoalan dan perbedaan Sunni Syiah, sesekali disinggung pula tentang Jerman. Negeri raksasa yang sangat teratur dan sistematis. Punya kerangka berpikir unik, dan berwatak sistem. Namun, kata Khusnul, Jerman itu sangat konvensional dan bukan pemain cantik.

Perbincangan kami usai sekitar jam satu malam. Langit sudah sunyi, meski sesekali masih terdengar gerutuan, ledakan disertai cahaya. Saya dan Zasli pulang ke kampus dengan berjalan kaki. Perut pun masih bernyanyi, sedikit perih, seperti digigit semut merah. Kampus cukup jauh.. di pertengahan jalan Makassar diterpa hujan. Membuat kami menepi di pinggir jalan, di bawah atap sebuah Bank di susuran jalan pintu II. Setelah reda jalan kembali lanjut, hingga tiba di identitas dengan kaki lelah dan otak lemah. Ngantuk. Tahun baru pun berlalu dengan tidur lelap tanpa mimpi. Meski barangkali banyak nyamuk yang menggerogoti kaki yang telanjang dan kedinginan...

Idham Malik
9 Januari 2009



0 komentar:

Malam pertama di 2009