semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Mencoba Masuk dalam Dunia Kepiting


Beberapa bulan ini, sejak awal November, saya mulai aktif memikirkan tugas akhir. Walaupun mungkin, taraf persiapannya baru mencapai sepuluh persen. Ya, setelah berpapasan dengan Pembimbing Akademik yang sekarang sudah jadi Professor, yakni Yushinta Fujaya, saya memilih ikut dengannya untuk belajar segala hal tentang kepiting.

Metode pembelajarannya berbeda, yaitu turut membantu kawan membuat pakan kepiting bakau jenis Scylla olivaceus. Proses pembuatannya pun lumayan melelahkan, yang dimulai dari proses penggilingan, penghitungan bobot daging ikan, ubi jalar dan aktraktan, pengeperasan, mencampur bahan, memasak, hingga memotong kecil-kecil pakan yang tadinya berbentuk persegipanjang, 20 x 10 cm itu.

Saya pun sedikit mengerti prosesnya, walaupun sebenarnya dalam pikiran ini belum mendapatkan makanan memadai tentang ilmu perkepitingan. Sebabnya, barangkali karena masih malu-malunya saya membuka lembaran buku tentang kepiting, membaca artikel tentang kepiting di internet, atau berbincang banyak hal dengan Prof Yushinta mengenai tetek bengek kepiting. Ya, jawabannya, saya kadang merasa enggan bertanya, lantaran minimnya informasi tentang apa yang ditanyakan.

Sekarang sudah bulan Februari, tiga bulan telah lewat, tapi ilmu itu terasa masih berputar-putar di sekitaran situ saja, tidak menanjak atau menjauh. Ada perasaan menyesal sekaligus paham, bahwa segala sesuatu itu mungkin, tapi membutuhkan keringat. Pun saya legowo, bahwa saya memang rada kurang serius, lantaran banyaknya usikan lain yang menggoda. Ah, ada semacam ketidakpuasan terhadap jatah waktu yang diperoleh, jiwa ini selalu merasa kosong, tak ada sesuatu yang dapat diandalkan. Saban kali menghimpun informasi, saban kali itu pun melempem. Kini saya mengerti bahwa pengetahuan itu sebenarnya murah, tapi kita perlu mencari. Dalam proses inilah butuh kesabaran.

Ada baiknya kalau saya mengulang beberapa poin penting tentang kepiting, agar selalu terikat erat, melekat, menyatu dengan jiwa.

Kepiting adalah hewan golongan crustacea dan ordo decapoda. Yang saya kenal baik ada dua jenis kepiting yaitu bakau dan rajungan. Kalau bakau masuk genus scylla dan rajungan dalam genus portunus. Kepiting termasuk crustacea yang paling disegani oleh anak-anak lantaran capitnya yang menyeramkan. Tapi, sekaligus disukai oleh orang tua karena aroma dan rasanya yang gurih dan menggigit. Menjadi idola pula oleh para koki-koki masak direstoran bintang lima ke bawah, karena banyaknya peminat, sekaligus menjadi anjuran para ahli gizi untuk meningkatkan kesehatan. Kandungan gizi kepiting cukup melimpah, ada protein dan kemak menjadi unsur pokok. Kedua unsur inilah yang memin pertumbuhan dan daya tahan tubuh.

Karena itu, harganya melambung jauh, orang miskin pun hanya dapat menahan air liur melihat cerahnya kepiting yang dijajakan di pasar-pasar tradisional. Dua hari lalu, ibu saya membeli kepiting di pasar, harganya jatuh pada Rp 7000, perekor. Saya menyantap seperdua badan kepiting itu. Betul-betul hewan yang jika ingin disantap membuat penyantapnya kerepotan. Yah, tak jauh-jauh, cangkangnya yang keraslah yang membuatnya demikian. Pun kenikmatan yang menggelisahkan lidah itu pun dengan cepat disudahi, karena memang dagingnya hanya secuil. Meski rasanya masih menggantung di ubun-ubun.

Kepiting mempunyai karapas yang keras dengan duri-duri di di sisi kanan dan kiri berjumlah sembilan, dan empat duri di antara mata. mempunyai sepuluh kaki dengan sepasang kaki renang. Pase hidup dimulai dari zoea, juvenil, megalopa dan dewasa. Pada peningkatan fase-fase itu terjadi beberapa kali pergantian kulit atau molting. Hal ini disebabkan, kulit kepiting yang keras, sehingga untuk tumbuh mesti mengganti kulit dulu dengan yang baru.

Berangkat dari proses itu, Prof Yushinta berpikir bagaimana peristiwa molting ini dapat dimanfaatkan untuk memproduksi kepiting lunak, tentunya hal tersebut dapat menyenangkan para penikmat kepiting. Selain itu, kepiting lunak juga memasang harga dua kali lipat dari kepiting bercangkang keras. Nah, di sinilah peran saya turut ambil bagian membantu memuluskan buah pikiran Prof Yushinta. Ya, secuil saja, yakni menjalankan titahnya untuk melakukan penelitian dalam menguji respon molting kepiting bakau terhadap pakan buatan bervitomolt. Kalau uji ini berhasil, maka jalan untuk membudidayakan kepiting lunak dengan pakan bervitomolt pun menjadi licin.

Tapi menuju penelitian yang menggembirakan sekaligus menggelisahkan pikiran itulah rancunya. Saya masih meraba-raba kebenaran dan fakta. Saya seperti masuk hutan belantara tanpa ada petunjuk, tak ada kompas, tak ada jalan setapak. Fakta itu begitu peluh untuk dimaknai, dijabarkan untuk mengisi ruang-ruang memori. Meski begitu, untunglah pikiran itu selalu terbuka, hati masih lapang. Waktu itu kini menjadi materi yang sangat berharga untuk dilalui. Masih ada jeda untuk berpikir lagi, menjadi lebih serius. Tapi, tak ada kata lain pula selain kata terlambat. Ya, saya sudah ketinggalan kereta.

Untuk itu, mulai sekarang, saya ingin mencurahkan energi untuk kepiting, sekali lagi untuk kepiting. Meski sedikit dibumbui dengan canda, dengan nyanyian. Juga dengan majalah tempo dan satu dua novel untuk disantap. Meski rintangan yang lain masih menghadang, yakni tulisan buku Taman Paditungka yang belum kelar dan juga minta perhatian. Emm.. untuk yang lain-lain singkirkan dulu.

Hei.. jangan lupa pada yang lagi sibuk di timur sana, yang sekarang lagi memberi pakan pada lele dumbo, yang lagi lembab oleh hujan di dataran tinggi. Dan menjadi tambah cemerlang dalam pikiran dan kian manis jika kutatap.

Olehnya itu, molting, hormon, ekdistroid, kepiting, bakau, tambak, budidaya, rancangan percobaan, harus matang sebelum ke lapangan. Harus menjadi sesuatu yang biasa dan dapat kukunyah-kunyah sambil menonton tv. Jangan jadi orang bisu yang betul-betul kosong, pikiran harus selalu hadir, memecahkan masalah kemudian bermimpi indah. Oh, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, tunggulah saya.. juga kamu kepiting-kepitingku kelak.

Idham Malik






0 komentar:

Mencoba Masuk dalam Dunia Kepiting