semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Masih Buat Pakan Kepiting dan Karakter Ilmuan


Pagi ini, sebentar lagi pukul 11.00 wita yang berarti sudah menjelang siang. Saya kembali lagi di Pusat Kegiatan Penelitian (PKP), tempat saya biasa bergumul beberapa bulan ini. Berkecimpung bersama ikan tembang yang telah membeku, bersama kedelai yang sudah jadi bubuk dan ubi jalar yang warnanya seputih tulang. Dan tentunya bersama teman-teman yang tangan dan pakaian telah berbau amis, seperti bau anak-anak tepi sungai yang kerjanya memikul ikan dari geladak kapal ke tempat pelelangan.
Ya, kami disini bergumul dengan bau limbah ikan yang bukan main amisnya. Tapi, entah kenapa, bau itu sudah menyatu dengan kami, mungkin tubuh kami sudah beradaptasi terhadap bau yang menyengat itu. Otak dan segala sesuatu yang berada di dalamnya, baik itu neuron, korteks, hipothalamus atau sistem limbik telah legowo terhadap keberadaan bau itu, dan justru membuat kami menjadi kebal untuk dapat bertahan lama-lama. Bahkan, dosen saya mengatakan bahwa kami nanti akan selalu rindu dengan bau ini, ya jika kami nanti berpisah hingga sekian lama. Bau ini akan menjadi memori kolektif yang mengikat kami untuk selalu bertemu kelak. Menjadi fenomena sekaligus pesona. Menjadi semacam tradisi syura yang menjadi ingatan bersama masyarakat syiah terhadap pembantaian Imam Husain oleh penguasa Yasid Umayyah yang terkutuk.
Pakan, adalah akumulasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan gizi dan komposisi. Banyak hal yang dapat kita keperoleh dalam ilmu pakan ini, yang tentunya akan membuat nilai kualitas hidup kita meningkat. Selain pengetahuan tentang sumber-sumber makanan yang bergizi tinggi dan tepat terhadap konsumernya, kita juga dapat pelajari tingkah laku pembuat pakannya, hehehe. Tapi, lebih baik kita fokus ke pakan dulu baru ke pembuat pakan.
Pakan adalah bagian dari ilmu budidaya perairan, dimana pakan dapat menunjang kualitas pertumbuhan hewan budidaya dengan asupan gizi yang cukup. Setelah kita memahami unsur internal dan eksternal suatu komoditas budidaya, yaitu ilmu fisiologi dan ekologinya, pakan sangat diperlukan. Selain karena kita membutuhkan rekayasa budidaya dalam jumlah massif, menginginkan pertumbuhan yang seragam, juga lebih memudahkan dalam memperbaiki kualitas hidup hewan budidaya. Dalam pakan juga telah ditakar nilai gizi setepat mungkin, sehingga kebutuhan-kebutuhan alami hewan budidaya yang tidak diproduksi oleh tubuh semacam asam amino esensial, dapat dicukupkan.
Dalam ilmu pakan, kita juga mempelajari tingkah laku hewan budidaya dalam hal memperoleh makanan, ada ikan yang makan siang hari atau lebih akrab disebut diurnal, dan malam hari atau nokturnal. Ada hewan yang memakannya dengan mencabit-cabit, menghisap, atau menggigit. Di samping itu juga dapat diketahui kebiasaan makan hewan budidaya, kalau saat ini saya menekuni tentang perkepitingan. Ada yang bersifat carnivora, omnivora dan herbivora. Kalau kepiting adalah omnivora sekaligus scavenger, yaitu hewan pemakan segala, baik itu tumbuhan, hewan, juga mahluk renik. Jenis makanan dan tingkah lakunya sesuai dengan siklus pertumbuhan kepiting tersebut.
Pada saat berumur muda, kebanyakan mengonsumsi pakan dalam bentuk larutan yang bersifat emulsi atau yang bersatu dengan pelarutnya. Emulsi ini sejenis laurtan yang mengandung nutrien dan unsur hara. Kepiting melanjutkan tahap hidupnya dari zoea pertama menuju zoea kedua, dengan begitu, larva mulai rajin melahap pitoplankton sejenis clorella dan diatom. Tentunya tumbuhan renik ini bukan sembarang tumbuhan, karena dalam tubuhnya yang mikro itu mengandung protein dalam jumlah besar. Bagaimana tidak, pitoplankton melakukan reduksi nitrogen di dalam air untuk mempertahan hidupnya. Sehingga akumulasi nitrogen itu akan menjelma menjadi asam-asam amino yang kemudian dapat dikatakan sebagai protein. Alga ini tidak larut dalam larutan, ia sekadar tersuspensi saja, pada pakan tersuspensi ini ada pula pakan yang bergerak sehingga memudahkan larva memperoleh makanannya. Yaitu pakan alami semacam zooplankton, yang ukuran tubuhnya lebih besar sedikit dari phitoplankton.
Pada saat telah menginjak umur sebulan, telah mencapai fase megalopa, calon kepiting dewasa ini sudah bisa mengonsumsi pakan pellet yang dipotong kecil-kecil atau pakan alami yang dipotong-potong kecil, sesuai bukaan mulut megalopa. Setelah dewasa, ya kita sudah dapat memberi pakan buatan berupa pellet serta ikan rucah.
Hal asyik dari pakan ini juga tentang komposisi gizi, kita bisa membanding-bandingkan beragam nilai gizi dengan peningkatan pertumbuhannya. Artinya, kita dapat mencari komposisi yang paling tepat dengan bahan pakan yang murah dan ramah lingkungan. sehingga akumulasi ekonomi pun dapat bertambah. Kita dituntut untuk selalu mencari, karena begitulah tampaknya seorang ilmuan bertingkah, ia tak boleh puas untuk menemukan yang terbaik, tak menyerah untuk selalu maju, serta selalu terbuka akan setiap kesalahan dan kritik. Sekali kebenaran itu di dapatkan, tak henti-henti di uji kembali, dikoreksi, hingga betul-betul tidak terbantahkan.
Sepertinya, pernyataan belakangan yang patut kita simak, dengan saksama. Karena disitulah hakikat manusia untuk selalu haus akan ilmu pengetahuan, karena pada dasarnya ilmu kita sangat sedikit jika dibandingkan dengan kalam tuhan yang tersebar di muka bumi ini. Kita tak boleh angkuh terhadap ilmu yang telah kita tangkap, karena pada dasarnya ilmu itu adalah cahaya yang kita peroleh dari usaha keras dan doa. Berdasarkan sunnah tuhan. Maka beruntunglah kita yang telah mendapat cahaya. Cahaya yang mendekatkan kita ke sumber cahaya, yaitu akal sehat jika mengacu pada filsafat Sokrates, dunia ide pada filsafat plato, sesuatu yang tak terbatas menurut Anaximander, sesuatu yang ada menurut Parmenides, atau masyarakat tanpa kelas menurut paham komunis, manusia super (ubermasch) menurut Nietchze.. atau purnama menurut hatiku yang kelabu.

11 April 2009
Crab Lab, Lt 2 Pusat Kegiatan Penelitian (PKP)




0 komentar:

Masih Buat Pakan Kepiting dan Karakter Ilmuan