semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Kema, Antara Ada dan Tiada

Kema Unhas tampaknya kembali hangat diperbincangkan belakangan ini, macet dan lambannya proses birokrasi serta kongres Lema yang berlangsung tiba-tiba pada tanggal 5-6 Agustus di kawasan Puca’ Maros kemarin jadi titik picu utama. Banyak kalangan, termasuk internal MTM (Majelis Tinggi Mahasiswa) yang mestinya punya wewenang penuh dalam hal penyelenggaraan kongres malah tak tahu menahu mengenai rapat akbar tersebut. Mereka berkelit dan mengatakan kongres itu cacat hukum dan ilegal. Kenapa bisa? padahal Kongres itu telah diikuti sembilan perwakilan fakultas dan tujuh partai dari sepuluh partai yang ada. Kata Munawar, itu representatif dan legal. Tapi, siapakah Munawar itu?

Munawar adalah Ketua Partai Revolusi Bersatu yang mengaku telah ditunjuk secara pribadi oleh Muhammad Shaleh, (ketua MTM sebelumnya) menjadi ketua MTM yang baru. Selaku ketua MTM, ia pun berani mengordinir penyelenggaraan kongres tersebut. Asumsinya, BEM Unhas harus segera dilantik sebagai antisipasi Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB). Ironinya, kongres itu belakangan tak mendapat restu masyarakat kampus. Konstitusi yang dihasilkan berupa draf Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) pada kongres itu pun dianggap tak sesuai dan melanggar konstitusi MTM sebelumnya. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa kongres itu buang-buang waktu sekaligus duit universitas. Munawar sendiri patut dipertanyakan lantaran namanya tak tercantum dalam draf MTM sebagai anggota MTM. Lantas, bagaimana bisa ia menjadi ketua MTM?

Munawar, hingga kini belum dapat dipercaya karena tak adanya bukti tertulis atau hitam di atas putih mengenai penunjukannya. Tak seorang pun anggota MTM hadir pada kongres itu, bagaimana mungkin terjadi ceck and ballance kalau yang mengamandemen konstitusi saja tak hadir. Dengan begitu, kita sekali lagi terpedaya oleh tingkah laku oknum yang tak bertanggungjawab. Lema bukanlah ajang politik kepentingan yang melahirkan tendensi kelompok tanpa memperhatikan hukum dan aturan yang berlaku.

Sepertinya ini adalah bukti dari apatisme dan kekacauan mekanisme kontrol lembaga mahasiswa. Kema yang pada awalnya bertujuan sebagai media pembelajaran politik dan demokrasi tampak terabaikan. Namun, hal lain yang patut dikritisi adalah lambannya kinerja MTM dalam membuat konstitusi sehingga menyebabkan macetnya kinerja birokrasi. Apatisme hampir seluruh anggota MTM adalah kausal utamanya, mereka lari satu persatu dari tanggungjawabnya. Jadi wajar jika Munawar mengambil inisiatif adakan kongres karena buntunya parlemen tersebut.

Titik lemahnya berada pada tak adanya mekanisme ceck and ballance. Masing-masing institusi bergerak sendiri tanpa ada pengontrolan. Yang terjadi adalah adanya pihak yang dominan, yaitu BEM Unhas sendiri. Padahal dalam Kema ini telah ada MTM, BEM Unhas dan Dewan Etik, namun ketiganya tak melakukan hubungan timbal balik yang baik.

Beberapa kali MTM kecolongan, termasuk pada saat penentuan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), dimana KPU yang terakhir terbentuk tak sesuai jalur resmi yaitu melalui mekanisme seleksi oleh MTM, tapi berlandaskan penunjukan langsung oleh Arham selaku Presiden BEM Unhas periode 2006. Konstitusi yang digunakan pun bukan dari MTM, tapi hasil rekayasa sendiri. Dewan Etik juga tak memberikan sangsi atau tindakan tegas terhadap kebijakan tersebut. Dengan begitu, BEM Unhas melakukan sesuatu dengan seenaknya saja. Kedua, hingga kini tak ada mekanisme autopoesis atau perbaikan diri dalam tubuh MTM. MTM seperti mati suri, sehingga gampang disusupi. MTM tak punya taring untuk menolak hasil KPU yang lalu dan kini tak punya inisiatif untuk bertindak cepat terhadap kongres “Uka-Uka” ala Munawar itu.

Menanggulangi hal ini perlu perhatian semua kalangan. Ada kekhawatiran bahwa LEMA bukannya menjadi wadah untuk melahirkan intelektual yang berintegritas, tapi sekadar intelektual opurtunis. Kedepannya internal Kema perlu memantapkan rule of law dengan menegakkan konstitusi yang telah dibuat, di samping rule of etic agar Kema ini tak menjadi kendaraan oknum yang hanya mengejar nafsu kuasa semata. Warga Unhas yang merasa sebagai pihak oposisi pun jangan sekadar mengkritisi tanpa mengambil langkah ril. Jangan sampai setelah meruntuhkan argumentasi lawan yang mungkin punya pikiran positif untuk menghidupkan Lema, kita terjebak lagi pada lubang yang sama dan berputar-putar tanpa tahu arah dan tujuan.

Terakhir, apakah perlu keberadaan LEMA ini kembali dipertanyakan??

Tajuk Akhir Agustus, PK. Identitas Unhas 2008
Idham Malik



0 komentar:

Kema, Antara Ada dan Tiada