semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Refleksi setahun Dies Natalis Unhas Ke-51

September tahun lalu, Unhas menyelenggarakan beragam acara meriah. Mulai penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa kepada Datuk Sri Mohd Najib bin Tun Abdul Razak, Unhas Ekspo, hingga berdendang ria bersama Prambors Bersaudara di malam puncak Dies Natalis ke-51, (10/9/07) di tepi danau Unhas. Lumrah saja, karena universitas berlogo ayam jantan ini resmi berdiri pada bulan itu, tepatnya tanggal sembilan.

Pada momen itu, Prof Idrus telah hampir dua tahun menjabat menjadi rektor, banyak hal yang telah ia perbuat, tentunya mengacu pada agenda Citra Unhas 2010 dan World Class University (WCU). Itu dapat dilihat dari penampakan fisik gedung Unhas yang kian kinclong serta metode learning dalam pengajaran dosen. Dan, kini beranjak September lagi dengan angka tahun yang bertambah. Adakah perubahan terjadi pada Dies Natalis ke-52 tahun 2008 ini?


Menuju capacity building toward WCU, ada delapan agenda yang Unhas canangkan, empat diantaranya: akselarasi menuju Student Center Learning (SCL), penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, kampus zero violence, dan akuntabilitas anggaran dan peningkatan pelayanan administratif. Pada keempatnya terjadi perbaikan, namun Unhas masih kurang awas terhadap agenda tersebut.

Akselerasi menuju SCL menampakkan hal berarti. Perkuliahan dinamis, waktu tetirah berkurang, mahasiswa boleh dikata lebih aktif. Namun, muncul langkah permisif pada lokus lain, yaitu sofhskill. Suatu keterampilan yang tak diperoleh di bangku kuliah, tapi ada di tikar organisasi. Ada kecendrungan SCL sedikit ambil pengaruh. Mahasiswa kini pada larut dalam tugas yang bejibun, sehingga menutup mata terhadap ke-seksi-an organisasi dan lembaga mahasiswa yang kini redup sedu sedan. Mengantisipasi hal itu, kiranya dosen yang telah berlatih di LKPP agar berupaya mengintegrasikan Hardskill dan sofskill. Tak sekadar ikut pelatihan, emoh mengerjakan modul evaluasi SCL, lalu memberi tugas ke mahasiswa tanpa ada proses teaching. Setidaknya memberi motivasi bahwa sofhskill itu penting dan berkorelasi positif dengan penerapan SCL.

Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas pun tak beda jauh. Di samping SCL, pada 2006 tunjangan kinerja bagi dosen hadir. Besar harapan itu dapat memotivasi dalam hal belajar mengajar. Tapi hingga detik ini, hal itu belum dapat penuntasan masalah lama, yaitu kualitas output dan pengabdian Unhas.

Jumlah karya ilmiah yang ditetaskan civitas akademika terbilang minim, apalagi yang berkaitan dengan khalayak banyak. Faktornya, bagi sebagian mahasiswa belum merasa ada keseriusan pembimbing dalam hal pembuatan skripsi, sosialisasi karya ilmiah kepada masyarakat sangat kurang, belum lagi menurunnya minat civitas akademika bergelut dalam budaya literer, yaitu menulis, membaca dan berdiskusi. Sangat jarang nama civitas akademika terpampang di media lokal apalagi nasional. Dosen yang menghasilkan karya yang berguna pun belum mendapat perhatian lebih, terkhusus dalam hal pematenan karya, hingga kini lembaga Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Unhas masih sebatas papan nama.

Kampus zero violance sedikit menunjukkan perubahan. Dimana kekerasan fisik turun drastis. Tapi, muncul anomali, yaitu kekerasan psikologis. Masih lekang di ingatan tentang pembubaran forum ilmiah di pelataran perikanan awal Januari lalu di samping skorsing yang menimpa dua mahasiswa Fisip, Taufik Manji dan Muh. Sujhari Juni lalu. Sepertinya birokrat kita masih belum mampu memaafkan dan legowo sebagaimana orang tua yang bijak. Kekerasan dalam bentuk friksi-friksi dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas masih tak tertuntaskan. Ada kekhawatiran lingkaran setan ini terus carutmarut dan akan menimbulkan kekerasan fisik. Unhas mesti segera mencarikan jalan keluar untuk mencairkan suasana sebelum bomwaktu ini meledak.

Kekecewaan kembali hadir pada poin keempat, khususnya akuntabilitas anggaran. Pada pembukaan pendaftaran Ujian Masuk Susulan (UMS), Unhas tampak kurang fair. Kala itu informasi yang terdengar di masyarakat bahwa ujian seri ketiga itu sekadar untuk menutupi kekosongan kuota, tapi belakangan peserta yang lulus dikagetkan dengan jumlah uang masuk yang tak kepalang mahalnya, Rp. 6 juta untuk eksakta. Ternyata, bukannya kursi kosong, tapi jatah ekstensi yang dipindahkan ke reguler dengan mekanisme seleksi ala SPMB. Apa mau dikata, dalam benak masyarakat, Unhas bisa jadi adalah institusi pengecoh.

Terakhir, Selamat ulang tahun buat Unhas ke-52 dan untuk Prof Idrus yang ke-58. Tabe Prof..

Tajuk Awal September 2008
Pk. Identitas UH
Idham Malik



0 komentar:

Refleksi setahun Dies Natalis Unhas Ke-51