semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Percakapan


Sebuah cerpen:

Di sudut pelataran itu, terlihat mahasiswa muslimah berjubah hitam legam sedang berduaan dengan lelaki, yang mungkin kekasihnya. Tak lazim, karena perempuan ini muslimat. tapi, begitulah. Begitu banyak hal yang tidak kita ketahui di alam nyata ini.

Mereka duduk di bangku cokelat yang kakinya sudah doyong. Mulanya hening, udara terdengar bergesekan, langkah-langkah kaki menderap pelan. Keramaian itu mengusik telinga mereka berdua. Tiba-tiba, lelaki yang bernama Adit itu membuka percakapan:

“Menurutmu, apakah jodoh itu sudah takdir? Apakah setiap gerak kecil itu sudah ketentuan yang di atas?”

“iya kak, sepengetahuanku, dalam kehidupan manusia terdapat empat takdir, yaitu rezeki, jodoh, kematian, dan ..... terakhir, saya lupa kak”

“ hemm... barangkali begitu, tapi saya kadang cemas. Mungkinkah ini sekadar permainan yang Maha Kuasa saja dek? Bukankah misteri yang paling menakutkan itu adalah masa depan dan juga jodoh itu.. saya betul-betul bingung dan tak tahu..”

“kakak, jangan terlalu memusingkan itu, biarlah mengalir seperti air telaga. Toh, kita ini sudah di atur dan harus ikut aturan.. ”

”aturan dalam Islam betul sudah jelas adinda, namun sejarah islam ini adalah seperti sebuah perkamen yang tulisan-tulisannya sudah kabur, sementara yang menandai atau memperjelasnya adalah generasi-generasi para ‘arkelog’ belakangan. Yang cuma membaca baris-baris katanya, namun tidak mengetahui dengan pasti sebab akbiatnya. Kalau seperti itu, mungkin akan lebih memperturutkan hawa nafsu…”.

”Benar kak, tapi, kita sebagai manusia biasa, juga tak tahu yang mana yang paling benar. Toh, yang paling meyakinkan itulah yang harus kita ikuti. Yang jelas-jelas menjaga syariat dan ahlak islaminya. Selain itu, semua sudah tercampur dengan pikiran-pikiran asing dari Barat”.

“yah.. islam sudah tercampur.. dan itulah keniscayaan sejarah.. tak ada yang betul-betul murni.. saya belum tahu dek, adakah yang dikatakan murni itu..”

Adit mendengus, ia ingin melanjutkan perbincangan, tapi takut kalau gara-gara diskusi ini akan membuat Ina tersinggung dan menjauh darinya. Tapi, iya pun kebingungan, bukankah cinta tak mengenal adat, tradisi, ataupun agama. Cinta itu murni ikatan hati dua manusia, yang saling suka saling berbagi.. cinta itu seperti islam.. beragam penafsiran, sesuai dengan sejarah dan budaya yang membentuknya.. juga kekuasaan yang mungkin telah banyak ikut campur.. tapi, entahlah, siapakah yang dapat membuat prediksi dengan begitu jitu..

Ina heran, kenapa lelaki yang dikaguminya ini tiba-tiba ragu, mungkinkah pikirannya sudah teracuni oleh buku-buku liberal itu? Saya harus kuat, harus kuat!!

“Dek, ayo kita jalan ke Perpustakaan Pusat, saya dengar di sana ada pameran buku,” ajak Adit.

“oke kak...” dengan senyum merah, semerah apel..

“Dek, kenapa kamu sering memakai pakaian yang serba hitam? Apakah itu punya maksud tertentu?”

“Hitam adalah lambang kehormatan kak.. di negara-negara arab, orang yang maqamnya sudah begitu tinggi, memakai sorban hitam di kepalanya. Dan kalau di Iran itu, tradisi sorban hitam digunakan oleh ulama yang keturunan Nabi Muhammad, Allahumma Salli ala Muhammad wa ali Muhammad..Hitam juga capaian kesempurnaan.. begitu kak.. atau, mungkin kakak punya interpretasi lain?”

“Hitam mungkin, lambang kekosongan, kehilangan identitas. Lenyap dari kerumunan. Hehe..” adit ingin menambahkan lagi, dalam pikirannya ia berkata bahwa hitam adalah tipikal orang yang ingin lenyap, tapi juga ingin tampak. Ingin menonjolkan diri bahwa ada keistimewaan, ada perbedaan.

Tiba-tiba punggung tangan mereka bersentuhan kulit. Ada getar... tapi tak lama kemudian, mereka menampik.

“Dek, kamu betah dengan aliran itu? Jangan tersinggung yah, saya betul menghormati pilihanmu itu, bahkan saya minta didoakan agar juga berubah, dan tidak liar lagi seperti saat ini.. hehe”

“hemm... iya kak,, saya doakan.. moga diberi petunjuk di jalan yang lurus. Supaya kita nanti bisa melewati jembatan yang tipis dan lurus itu, hingga tiba di surga-Nya. Yah.. aliran yang saya ikuti itu memberikan penyadaran kak, bahwa sebelumnya saya masih dalam jahiliyah. Dan dengan aliran itu saya mulai belajar islam, pelan-pelan, dari menerapkan syariat dengan ketat, dan menjaga jarak dari dosa. Aliran itu memberi kekuatan padaku untuk tegak membela agama tuhan..”

“yah.. islam kedengarannya memang butuh dibela.. tapi, Tuhan kan sudah Maha Kuasa dek, sudah Maha Pintar, Maha Lucu.. apakah Ia masih butuh dibela?”

“iya kak, harus dibela. Di dunia sekarang ini, begitu banyak maksiat, begitu banyak keanehan. Islam sudah lenyap, dan diabaikan lagi. Orang-orang barat sudah lama menghina dan menghancurkan kita. Israel dan Amerika telah menggerus sesama ummat kita di palestina dan kaum minoritas di Amerika dan Eropa sana. Kenapa ummat kita terpuruk miskin dan tak terhormat? karena ia jauh dari Islam..!” muka Ina memerah karena kesulitan menjelaskan. Logikanya mulai diusik dengan pertanyaan aneh ini.

“saya bangga bisa berdiskusi denganmu.. semoga tuhan yang ingin dibela itu merahmati kita.. saya tidak hanya ingin bersamamu di dunia ini dek, tapi ingin juga memboyongmu kelak di surga nanti.. aminn..”.. Adit berseloroh,, ia pada dasarnya belum mengerti apa itu surga. Bagaimana itu surga ? apakah betul ada sungai susu ? ada bidadari ?

Debu-debu berterbangan.. mereka tiba di pameran buku. Dan mereka tiba-tiba terpencar. Adit menemui temannya yang sementara jaga buku, dan Ina melihat-lihat toko buku Islam. Ina membeli sebuah, “Ahlak Istri-Istri Nabi”..

Rona senja menggurat. Langit mulai berbayang merah. Mereka bertemu lagi di jalan keluar. Adit tiba-tiba memberinya buku, ”Perjuangan Islam di Timur Tengah”.

Dan ia mendekatkan wajahnya, hendak membisiki sesuatu.. “sampai jumpa di surga besok..”, lalu mengecup pipi Ina. Lalu berlari meninggalkannya sembari tersenyum dari jauh...

Pipi itu memerah, semerah apel. Ina hendak marah. Ia ingin menampik. Tapi ia juga bergetar, terkejut, akalnya lumpuh. Dengan resah kebingungan itu ia berbalik arah, wajahnya merah, tumbuh bunga, di hatinya.

Jumat, 13 Maret 2011



0 komentar:

Percakapan