semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Ekologi Islam, Konsep Kepemimpinan Ekologis (Terbit di Jurnal Pappaseng, Desember 2012)


Abstract
Islam is a religion for all mankind and nature, which is called 'rahmatan lil Alamin'. So that Islam is not only regulate human relationships and relationship with God, but also about human relationships with nature. based on historical fact and theory, ecology concept in Islam is closely associated with the concept of universal leadership, leadership that is based on ethical values ​​contained in the Holy Qur'an, for example, the concept of charity and good deeds for the nature and the social life of the community.

Ecological pyramid that had been conceived only related to the material flow. In Islam the concept of ecology, ecological pyramid contains elements of charity and the nature of leadership in accordance with the guidance of the Qur'an.

Key word : islamic ecology, charity, piramid of ecology, ecological leadership.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Abstrak
Islam merupakan agama bagi seluruh ummat dan alam, yang biasa disebut ‘rahmatan lil Alamin’. Sehingga islam tidak hanya mengatur hubungan antar manusia dan hubungan dengan Tuhan, tapi juga tentang hubungan manusia dengan alam. berdasarkan fakta sejarah serta teori, Konsep ekologi dalam Islam sangat berkaitan dengan konsep kepemimpinan universal, yaitu kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai etika yang terdapat dalam Alquran, misalnya konsep sedekah dan perbuatan baik bagi alam dan kehidupan sosial masyarakat.

Piramida ekologi yang selama ini dipahami hanya berkaitan dengan aliran materi. Dalam konsep ekologi islam, piramida ekologi mengandung unsur sedekah dan kepemimpinan alam sesuai dengan tuntunan Alquran.
Kata kunci : ekologi islam, sedekah, piramida ekologi, kepemimpinan ekologis.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Wacana lingkungan dalam diskursus Islam sejauh ini belum menunjukkan greget, isu lingkungan masih jauh di bawah tema penegakan hukum Islam, kepemimpinan Islam, atau pun isu keberagaman beragama. Walau sebenarnya penelitian tentang wacana lingkungan dalam Islam itu sangat berkaitan dengan tema hukum Islam, etika, dan juga kepemimpinan dalam Islam. Lingkungan tak bisa dilepaskan dari peranan manusia sebagai mahluk yang bisa mengelola dan menjaganya. Tentu perlu ada metode dan etika tentang pengelolaan lingkungan yang baik serta landasan etis dari tema ekologi Islam.

Sebelumnya tema yang saya angkat kali ini adalah hasil pemikiran dari seorang dosen Perikanan, Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Hasanuddin (Unhas) yang bernama Dr. Husnul Yaqin, MSc. Husnul membincangkan tema ini ketika kami mengundangnya dalam seri diskusi Mammiritable1 24 Juli 2012.   

Khusnul akrab dengan tema-tema lingkungan yang khusus di wilayah perairan, seperti pencemaran pantai dan ekotoksikologi. Kini Khusnul menggarap dan memperkenalkan budidaya cacing dengan serius. Cacing dan kotorannya (cascing) dianggap ampuh sebagai pupuk murah yang dapat meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian, kehutanan dan perikanan hingga berkali-kali lipat. Cacing pun dijadikannya promotor model stimulan pupuk yang murah, sederhana, gampang diproduksi, yang akan menggulingkan model kapitalistik yang selama ini dilakoni parapihak yang mempropagandakan pupuk kimiawi, senyawa berangsur-angsur menghisap darah petani.

Konsep Awal                                                                                                   
Tema ini diakui masih sangat baru dan belum menemukan bentuk yang tepat untuk segera diterapkan. Mulanya Khusnul tertarik dengan istilah ekologi Islam ketika ia menemukan buku Transpersonal Ecology karya Warwick Fox saat masih kuliah studi master-nya di Denmark. Transpersonal Ekologi banyak mengkritisi karya Arne Naess yang beraliran Deep Ecology2. Sebelumnya Naess juga mengkritisi karya Odum3 yang sangat terkenal di kalangan ekolog, yaitu buku ekologi umum, yang saat ini dipakai sebagai acuan standar dalam ilmu ekologi. Naess menekankan pada aspek ecosophy (kebajikan ekologi), manusia dan alam adalah sama-sama mahluk yang saling berkontribusi dan bergantung (hubungan simbiosis), yang bertolak belakang dengan paham antroposentris. Dalam Deep Ecology terdapat prinsip realisasi diri (Self Realization) untuk dapat mempertahankan hidup, tapi bagi Naess, realisasi diri manusia berlangsung dalam komunitas ekologis. Namun, Arne Naess dianggap Fox terlalu etik sehingga sulit diterapkan dalam epistemologi.

Buku transpersonal ekologi mengambil konsep dasar transpersonal psikologi, dimana manusia menjadi berbeda terus menerus yang menurutnya memiliki kesamaan dengan konsep transendental filosofi-nya (hikmah mutaalliah) Mulla Sadra4, bahwa setiap benda baik yang didefinisikan secara biologi sebagai mati ataupun yang hidup akan bergerak terus menerus. Prinsip gerak dan berubah-ubah ini menjadi inti pengertian tentang hidup. Misalnya secangkir kopi pasti akan berbeda dengan kopi sedetik yang lalu, paling tidak telah berbeda kalor jenisnya atau telah mengalami pembuangan panas. Gerakan ini disebut Harakatul jauhariah (gerakan substansial).

Ekologi Islam mengambil dasar dalam Surah Arrahman tentang mizan (penyeimbang). Ekologi islam menyandarkan landasannya pada Alquran (wahyu) sebagai sumber ilmu (resources), dan kita diharuskan untuk menggali sesuatu di dalamnya. Sama halnya dengan puasa yang memiliki makna menyimpan energi. Sehingga puasa atau alquran tidak berarti apa-apa kalau disimpan begitu saja, tanpa ada kanalisasi. Kanalisasi dari energi ini adalah ‘sedekah’.

Albaqarah ayat 261 – 269 menggambarkan Islam bertentangan secara diametral dengan kapitalisme. Ayat tersebut menyebutkan perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Di situ Alquran terlihat menggunakan komponen ekologis. Lalu pada setiap bulir menghasilkan 100 biji. Allah melipatgandakan ganjaran bagi yang dikehendakinya. Dalam Islam, orang yang bersedekah diharapkan tidak menyebut-nyebut pemberiannya, di sinilah tampak konsep etika dalam Islam. Hal lainnya disebutkan bahwa perkataan yang baik dan memaafkan lebih baik dibanding pemberian yang berpretensi.  

AL BAQARAH 261
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ  
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

AL BAQARAH 262

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Memaafkan lebih utama dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh partai-partai sekarang ini yang selalu bersedekah dengan kepentingan tertentu. Dalam kapitalisme, sedekah harus diiklankan dan tidak ada komponen CSR (Corporate Sosial Responsibility) tanpa interest. sehingga Alquran sangat bertentangan dengan logika kapitalistik. Ayat lain mengandaikan orang-orang yang membelanjakan hartanya untuk keteguhan jiwa seperti sebuah kebun. Kata Jannah (kebun) sama dengan jin, yaitu sesuatu yang tersembunyi. Jannah itu seperti hutan, sebab itu tersembunyi dari keramaian. Seperti kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram hujan lebat lalu menghasilkan buah. Hujan gerimis pun bisa memberikan manfaat yang lebih besar.

Pada ayat lainnya menyebutkan, “Hai orang-orang beriman, nafkankahlah hasil usahamu yang baik-baik yang dikeluarkan dari bumi, janganlah memberikan yang buruk-buruk”. Syaitanlah yang menakut-nakuti manusia dengan hantu yang bernama kemiskinan. Orang yang tidak bersedekah bisa jadi telah dipengaruhi oleh syaitan. Sementara dalam konsep kapitalistik, ketika memberikan harta ke seseorang maka harta kita akan berkurang. Pada konsep Islam harta kita tidaklah berkurang, tapi malah tumbuh subur.

Ayat Alquran lain yang berkaitan dan berbicara tentang ekologi atau lingkungan, yaitu pada Surah Almu’minun dikatakan bahwa pohon kayu keluar dari turizinah, menghasilkan minyak dan menjadi bahan makanan. Pada Surah Toha juga menyinggung aspek lingkungan, “Sesungguhnnya aku ini Tuhan-mu, maka turunkahlah terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci”.  Musa di sini sementara melakukan perjalanan spiritual, dan ia disuruh untuk menanggalkan rasa takutnya. Atau disuruh meninggalkan hal-hal yang bersifat material (terompah) untuk bertemu tuhan.

Piramida Ekologi Islam

Dalam ilmu ekologi standar, terdapat model piramida makanan5 yang terdiri atas alas dekomposer, produsen, konsumen satu, konsumen dua hingga top konsumen. Yang menghubungkan antara tangga satu dengan tangga berikutnya sebenarnya adalah ‘sedekah’, setiap mahluk di muka bumi ini berkontribusi untuk keseimbangan ekologis. Sedangkan pada ekologi umum hanya memandangnya sebagai aliran material semata.

Misalnya, dekomposer (bakteri) punya peranan sangat penting. Ia bertugas untuk memakan sampah. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika bakteri malas memakan sampah? Mungkin sampah sudah bertumpuk dan membawa polusi udara dengan bau busuk tak terkira. Untung bakteri menunaikan tanggungjawab moralnya untuk keberlanjutan ekologis dengan mengonsumsi sampah, apalagi dengan bantuan enzim dalam dirinya, yang mempercepat penghancuran sampah (dekomposisi) dari bahan majemuk (kompleks) ke bahan sederhana. “Keluarnya enzim ini sebenarnya adalah sebagai bentuk sedekah bakteri,” ujar Khusnul. Bakteri melakukan sedekah untuk kepentingan lapisan yang lebih tinggi. Kelihatannya sedekah semakin ke strata atas semakin kurang sedekahnya.

Ekologi barat berhenti di aliran materi itu tanpa mengenal konsep sedekah. Kemudian mengisahkan manusia bahwa alam ini hanya digunakan untuk manusia (antroposentris). Ini pun mendapat justifikasi pada agama-agama. Manusia (semua manusia) dianggap sebagai citra tuhan (imago dei), manusia pun menurut paham ini mempunyai kekuasaan di muka bumi. Ini selalu dikumandangkan setiap khotbah Jumat, dimana manusia itu kholifah. Sungguh pemahaman ini sangat merusak.

Kepemimpinan Ekologis
Dunia ini rusak lantaran dipimpin bukan oleh orang yang tepat. Mestinya yang memimpin atau mewarisi bumi ini adalah utusan tuhan atau manusia sebagai citra tuhan. Tentang orang yang berhak memimpin alam ini sudah dibahas sejak penciptaan manusia (Adam), dimana malaikat dan jin pun menginginkan posisi kepemimpinan itu.   

Dalam Surah al-baqarah : inni jailun fil ardi khalifah. Allah menceritakan pada malaikat mengenai penciptaan Adam dan Iblis juga ada di situ (bagian dari malaikat). Iblis sebenarnya telah lama menanti kenabian, makanya ketika manusia dinobatkan sebagai pemimpin di muka bumi, iblis sangat  dendam pada manusia.

Iblis pun protes, lanjutan ayat itu “Wa il kala rabbu ka lil malaa ikati inni jailuun khalifah” yang artinya “ingatlah ketika tuhan-mu berkata pada malaikat, sesungguhnya aku akan menjadikan bi bumi khalifah, lalu malaikat protes, kenapa kamu menciptakan mahluk yang akan merusak bumi?” tapi di ayat yang lain, malaikat tidak protes, yaitu ketika Allah meniupkan ruh pada mahluk yang diciptakannya dari tanah kering, Allah menyuruh malaikat untuk bersujud. Sepertinya penetapan khalifah pada adam – lah satu-satunya persoalan antar malaikat, begitu pula dengan iblis. Sehingga, persoalan kepemimpinan menjadi sesuatu yang sangat penting, sebab posisi khalifah-lah yang akan mengontrol alam semesta ini. 

Ketika Adam diciptakan di jannah, surga yang menurut Khusnul terletak di bumi itu, Allah sudah menyebutkan inni jailun fil ardi khalifah (khalifah di bumi). Nah, Adam dan Hawa hidup diantara tumbuhan kunci (Key spesies) yang dikenal dengan tumbuhan Khuldi. Ketika buah khuldi dipetik oleh Adam, terjadi katastrofi (perubahan dahsyat) di alam semesta, dimana ekosistem berubah secara drastis.  Katastrofi yang dimaksud sama halnya dengan perubahan sebuah ekosistem pantai ketika bakau dihancurkan, sehingga hewan-hewan laut tidak mendapat hunian dan tempat memijah, tentu itu merusak kesatuan ekologis dan habitat mahluk hidup. Setelah Adam memakan buah khuldi, Adam tiba-tiba berada dalam lingkungan yang sudah berbeda. Adam ditugaskan untuk memimpin Alam yang telah berubah itu.

Kepemimpinan Adam turun ke anaknya yang bernama Habil, namun sebelumnya terjadi pertengkaran antar dua anak Adam, yaitu habil yang mewakili kebaikan (didukung oleh Malaikat) dengan Qabil yang mewakili kejahatan (yang didukung oleh iblis). Sebenarnya yang diperebutkan oleh dua anak Adam ini adalah persoalan kepemimpinan, bukan bertengkar memperebutkan perempuan, seperti yang dikisahkan selama ini. “Kalau bertengkar gara-gara perempuan, apa bedanya agama dengan sinetron?” kelakar Husnul. 

Menurut Khusnul, kekhalifahan dalam dunia Islam bersifat kekeluargaan. Nabi-nabi pada agama Yahudi, Kristen dan Islam diturunkan dari geneologi yang sama, yaitu keturunan Ibrahim. Kristen dan yahudi meyakini bahwa anak tunggal yang dikisahkan Taurat dan akan menurunkan cahaya nabi itu adalah Yaqub, yang nantinya akan menurunkan Levi. Levi merupakan bapak para rabi-rabi Yahudi. Sementara dalam Islam, meyakini anak tunggal itu adalah Ismail, yang nantinya akan menurunkan Nabi Muhammad. Ibrahim memiliki anak dua dari istri yang berbeda, yaitu Ismail dan Ishak. Ismail lebih tua karena dilahirkan saat Ibrahim berumur 86 tahun sedangkan ishak lahir ketika Ibrahim berumur 100 tahun.

Malaikat memprotes kepemimpinan Adam (manusia), tapi malaikat memiliki pandangan sedikit luas, sebab menyadari bahwa manusia memiliki bakat pengetahuan dalam dirinya, yaitu adam bisa menyebutkan nama-nama.

Di sini tampak kekeliruan Islam Liberal yang menganggap kekuasaan politik dan keagamaan harus dipisahkan. Sebab kepemimpinan dalam Islam itu bersifat kekeluargaan. Bujukan syaitan pun mulai tampak pada masa Raja Namrud, yaitu ketika Nabi Ibrahim berhasil membuktikan keberadaan tuhan dengan cara observasi empiris. Saat itu ibrahim diuji dengan dibakar hidup-hidup, dan ujian terberatnya ketika ia diminta oleh Allah untuk menyembelih anaknya sendiri, yaitu Ismail. Sebenarnya ini adalah tanda bahwa keturunan Ismail-lah yang kelak akan mewarisi bumi. Ibrahim pun diangkat menjadi imam para nabi setelah menunaikan tugasnya untuk menyembelih Ismail.  

Kemudian Nabi Ibrahim bertanya pada Allah, “bagaimana dengan sesudahku?” maka yang diangkat imam adalah keturunan ibrahim yang tidak berbuat zalim. Maka pemimpin setelah Ibrahim adalah para keturunan Ibrahim, keturunan Ishak dari Yaqub hingga sampai ke Isa, sedangkan keturunan ismail tiba di Muhammad. Makanya Islam itu sangat kekeluargaan. Sehingga pemilihan secara demokratis, sebab ibrahim tidak pernah ngomong tentang demokrasi atau telah menyalahi ketentuan alquran “bagaimana dengan anak keturunanku?” begitulah doa Ibrahim.

Persoalan pun muncul pada tiga agama Ibrahim, yang dalam kitab-kitab lama telah disebutkan orang yang ditunggu-tunggu. Kitab lama itu pada kitab taurat, kitab nefubin (kitab kenabian) dan kitab ketubin (kitab tentang kitab). Nama itu dalam kitab lama disebut sebagai Eliah, dan Eliah akan hadir kembali setelah diangkat. Ia sebagai mesiah (juru selamat) yang ditunggu, dan mesiah di sini bersifat jamak (mesaya). Tentang mesiah ini terdapat perbedaan ekstrim antara Islam dan Yahudi. Yahudi menganggap bahwa mesiah itu adalah keturunan Yaqub, sedangkan Islam meyakini mesiah itu dari keturunan Ismail. Kristen kemudian menubuatkan Isa sebagai mesiah, sebab dalam Yahudi sendiri terjebak dalam kesulitan untuk menjustifikasi siapa keturunan Yaqub itu. Yahudi pun tidak mengakui Isa, sebab isa tidak memiliki ayah, sehingga kaum Yahudi kesulitan meyakini bahwa Isa adalah keturunan yaqub (pandangan empirisme). Padahal, secara geneologi, Isa merupakan keturunan Nabi Harun lewat jalur Maryam.

Untuk memperjelas posisi isa sebagai juru selamat, maka disusunlah skenario penghianat. Sebab setiap juru selamat pasti terdapat sosok penghianat di dalamnya. Judas yang merupakan murid setia Isa dicap sebagai penghianat dalam kisah-kisah perjanjian baru. Sedangkan menurut Alquran, Yudas dan Isa dipertukarkan, sehingga yang disalib dengan orang Romawi itu tak lain adalah Yudas. Orang yang tertuduh dan ditukar itu pun ditemui Maryam. Judas yang disalib itu berkata, “wahai perempuan, itu anakmu”, tak mungkin Nabi Isa berkata pada ibunya, “wahai perempuan”. Waktu itu, Paulus-lah yang menjadi tim pengaman dan menuliskan semua kisah-kisah itu. Pada kisah Musa, Samiri-lah penghianatnya. Bagaimana dengan Islam, siapakah penghianatnya?

Kenapa hak pengaturan ekologis itu diserahkan pada manusia? ini sama sekali bukan mendukung antroposentrisme. Pengaturan ekologis tentu bukan diserahkan pada manusia yang tidak becus, yang justru akan merusak alam semesta. Tapi diserahkan pada manusia yang dianggap sebagai citra tuhan, manusia yang mewarisi bumi (keturunan Nabi Ibrahim dan orang-orang yang Shaleh).

Kesimpulan
Prinsip dasar ekologi islam yaitu pada dua kalimat sahadat, dimana terungkap pengenalan pada Allah sebagai sebab dari semua sebab. Penyangsian pertama seorang muslim adalah penerimaan bahwa Allah sebagai sebeb pertama (Causa Prima). Lalu, kenapa kita mesti bersaksi akan keberadaan Muhammad? Tentu terkait dengan kepentingan kosmik, dalam hal ini kekhalifahan. Kita harus mengakui bahwa harus ada pemimpin yang mampu mendistribusikan pengetahuannya pada alam semesta. Pemimpin ini adalah mereka yang disebut sebagai citra tuhan, yang terwarisi secara kekeluargaan sejak Nabi Ibrahim, dan menitis hingga keturunan Nabi Muhammad. Selain itu, masing-masing mahluk mesti menjalankan hidupnya sesuai job descripsi yang diperolehnya. Kontribusi dalam hal ini, ia mesti menyedekahkan dirinya untuk kepentingan sistem ekologis.

Semua ini sudah terformat dalam tiap komponen ekologis. Mulai dari dekomposer hingga konsumen atas telah mengakui kekhalifahan. Semua mahluk di alam semesta bertasbih pada tuhan, sehingga, binatang pun pada dasarnya dapat berfikir. Kita tidak bisa menempatkan carnivor ke  posisi dekomposer, karena akan sangat berbahaya sebab akan mempengaruhi keseimbangan ekologis. Ini menunjukkan bahwa terdapat hirarki dalam rantai ekologis. Begitu pula dalam spritualitas, terdapat jenjang atau maqam yang sesuai dengan katakwaan pada Allah. Maqam ini terpancar dari cahaya tuhan (emanasi), sehingga Allah menjadi nur dari alam semesta. Makanya yang memimpin mestinya adalah mereka yang paling dekat dengan cahaya Tuhan.

Nur tuhan ini seperti cahaya yang melewati prisma, sehingga menghasilkan begitu banyak cahaya dengan warna dan frekuensi berbeda. Sehingga terjadi demarkasi yang jelas antara ekologi umum (empiris) dengan ekologi islam. Ekologi empiris hanya mengaitkan kaitan antara satu strata dengan strata yang lainnya, sedangkan ekologi islam memandang bahwa alam semesta berasal dari cahaya tuhan, sehingga semua mahluk dan alam sendiri harus dihormati posisinya masing-masing.

Setiap level dinilai sempurna pada dirinya sendiri. Burung pada tingkatan burung, begitu juga nyamuk dan juga kucing. Kita tidak bisa mengabaikannya, karena posisi kita sama posisinya di mata   tuhan. Posisi organisnya sama, hanya fungsionalnya yang berbeda.

Terakhir, salah satu konsepsi ekologi islam, yaitu sebab akibat (kausa prima). Istilah “laula kama khalaktu aflak” (wahai muhammad, saya tidak akan menciptakan alam semesta kalau tidak menciptakan kamu). Nanti para sufi memaknainya sebagai nur muhammad. Nur inilah yang menjadi inti konsepsi islam.

Idham Malik
Catatan Kaki
1. Mammiritable adalah komunitas diskusi yang bertujuan untuk menggali pemikiran-pemikiran kontemporer di kalangan warga Makassar. Hingga pertengahan Agustus telah diselenggarakan 15 kali diskusi dengan beragam tema. Salah satu tema yang diangkat pada pertemuan ke sepuluh adalah Ekologi Islam dengan pemateri Ustad Dr. Ir. Khusnul Yaqin, MSc. Setiap diskusi, anggota komunitas merekam dan mencatat ulang hasil diskusi, naskah ini adalah hasil rekaman dan catatan diskusi.
2. Deep ecology adalah filosofi ekologi kontemporer yang merupakan advokasi nilai yang melekat pada makhluk hidup, terlepas dari utilitas instrumental mereka dengan kebutuhan manusia. Ekologi Dalam berpendapat bahwa alam adalah keseimbangan halus kompleksitas antar-hubungan organ, di mana keberadaan organisme tergantung pada keberadaan organ lain dalam ekosistem. gangguan Manusia menimbulkan ancaman tidak hanya untuk manusia tetapi untuk semua organisme.
3. Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi tentang struktur dan fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur ekosistem menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu termasuk keadaan densitas organisme, biomassa, penyebaran materi (unsur hara), energi, serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem tersebut.
4. Mulla Sadra adalah filosof Islam. Lahir di Syiraz, Iran, pada abad ke 10 H/16 M. Memiliki banyak karya intelektual. Pasca Ibnu Rushd, Sadra ikut memberi kontribusi penting terutama bagi pengembangan filsafat, kalam,  tasawuf bahkan tafsir. Namun, tak seperti al-Kindi, Ibn Sina dan Ibn Rushd yang memisahkan filsafat dari tasawuf, maka Sadra cenderung mengkombinasikan filsafat dan tasawuf. Seperti Ibn Arabi, Sadra memiliki corak pemikiran teosofi.  Ia menyatukan antara firman Tuhan, intuisi dan nalar logis. Tak ada kontradiksi di antara ketiganya. Persis di situ, ia menuai kritik. Sebab, tak seluruh apa yang ditekstualisasi al-Qur’an diamini akal. Bahkan, antara intuisi dan nalar logis kerap dalam posisi berhadapan.
5. Piramida Makanan adalah piramida yang menggambarkan jumlah berat dan energi mulai dari produsen sampai konsumen puncak. Piramida ini dibuat dengan satu asumsi bahwa pada saat terjadi peristiwa makan dan dimakan telah terjadi perpindahan energi dari makhluk hidup yang dimakan ke makhluk hidup pemakannya.

Daftar Pustaka
Fox, W. (1990). Transpersonal Ecology: "Psychologising" ecophilosophy. Journal of Transpersonal Psychology, 
Odum, H. (1973). "Energy, ecology, and economics" (PDF)
Næss, Arne (1973) 'The Shallow and the Deep, Long-Range Ecology Movement.' Inquiry 16: 95-100




0 komentar:

Ekologi Islam, Konsep Kepemimpinan Ekologis (Terbit di Jurnal Pappaseng, Desember 2012)