semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Hasil Kunjungan ke Lokasi Pertambakan di Lawellu, Barru



Pada Rabu, 26 Juni 2013 itu kami mengunjungi Desa Lawellu, Kecamatan Siddo, salah satu lokasi tambak semi intensif dan tradisional di Kabupaten Barru. Kami ke sana sekitar jam 3 sore, setelah beberapa jam mengunjungi Balai Riset Budidaya Air Payau (BRPBAP) Barru. Di sana kami menemui H. Maming (40-an), petambak yang memiliki 20 hektar tambak dengan berbagai tipe tambak, ada yang tradisional dan semi intensif.

H. Maming mengkoordinir 12 petambak untuk mengelola tambak miliknya yang tersebar itu. Namun dalam pengelolaannya kurang maksimal lantaran sulitnya menyatukan pendapat mengenai penanganan penyakit udang secara bersama-sama di dalam satu kawasan. Walau H. Maming sudah menerapkan sistem pengelolaan standar operasional, seperti pengeringan dalam jangka lebih dari 15 hari, pengapuran, pemupukan, dan pengendalian penyakit, itu seakan tidak berarti kalau tambak di sebelahnya ogah-ogahan terhadap standar operasional tersebut. Sebab, ketika tambak sebelah yang rentan itu terserang virus, dipastikan dalam jangka waktu singkat tambak miliknya akan terserang juga. Baik itu melalui kepiting yang melintas, burung, atau pun air yang merembes ke tambak sebelah. “Ketika melihat tambak sebelah kurang persiapan, kami mentaktisinya dengan menebar dengan kepadatan rendah, sehingga ketika terserang penyakit, kerugian kami tidak terlalu banyak,” ungkap Maming. Bapak yang sudah 20 tahun mendalami dunia pertambakan ini pun berinisiatif untuk memagari tambaknya untuk mencegah kepiting melintas ke tambaknya.

Namun ketika tambak sebelah/tetangga sudah terserang penyakit, sebenarnya sekeras apa pun usaha dari H. Maming, air pelan-pelan akan merembes ke dalam tambaknya, kepiting, udang liar atau burung dapat kapan saja melintas membawa virus. Penyakit pun menyebar dalam hitungan hari, biasanya tiga hingga tujuh hari kemudian. Tapi, jika suatu kawasan tambak dikelola secara berkelompok dan anggota kelompok taat pada aturan, penyebaran penyakit sebenarnya bisa dihindari. Pernah saya mendengar kalau petambak di pulau Jawa sudah menerapkan konsep bekerjasama dalam mengatasi penyakit. Misalnya ketika ada satu tambak terserang WSSV, petambak dengan segera membumihanguskannya dengan kaporit. Sementara petambak yang lain bersatu untuk mengganti modal usaha petambak yang terserang virus. Dan hal ini bisa terjadi jika dari awal dimulai dengan adanya kesepakatan bersama -sama.    

Faktor pengetahuan dan ikatan sosial petambak adalah penyebabnya. Petambak di sini kurang mengerti keuntungan berkelompok dan bekerjasama. Mereka menganggap keberhasilan itu soal nasib dan rejeki. Selain itu kuatnya egoisme antar petambak, masing-masing petambak jarang ada yang bekerjasama satu sama lain. Bahkan penduduk sekitar tambak juga tidak menolong perbaikan kualitas tambak, seperti masih banyaknya penduduk yang sering membuang kotoran rumah tangganya di saluran air yang airnya mengalir ke tambak.   

Perkembangan terakhir, beliau telah mengirim petambaknya untuk belajar di Jawa di tambak binaan CP. Prima. Salah satunya adalah Bapak Bukra (sekitar 40-an), saat itu Bukra dengan jumawa menjelaskan kondisi tambak di Barru dan membandingkannya dengan tambak sistem intensif di Jawa (Tuban, Lamongan, Gresik, Sidoarjo). “Kalau di Jawa orang tiap malam diskusi tentang perlakuan yang akan diterapkan esok hari. Selain itu segala kebutuhan tambak tersedia, seperti kapur, vitamin, probiotik, pupuk, sehingga ketika ada persoalan dapat segera kita tangani. Di sana kalau untungnya hanya Rp. 200 juta justru dikata masih kurang,” ungkap Bukrah.

Setahu saya, itu sesuatu yang wajar karena di Jawa pelakonnya adalah para pengusaha dengan modal padat dan memanfaatkan teknologi tinggi, yaitu listrik, kincir, beton, mesin bor dan pakan, obat-obatan. Sehingga padat penebarannya bisa sangat tinggi. Di sana modal pengetahuannya juga sudah terbentuk, belum lagi urusan mental dan kerjasama. Sementara di Sulawesi Selatan orang bertambak dengan modal sedikit, teknologi sederhana, dan hanya berbasis pengalaman. Baru belakangan ini CP. Prima terlibat dengan menggandeng petani untuk belajar pengelolaan udang sistem semi intensif dan intensif. Dengan demikian telah ada beberapa teknisi yang membantu petambak mengatasi persoalan-persoalan mereka. Sebagai timbal baliknya, petambak harus menggunakan pakan milik CV. Prima. 

Harga dan Hasil
 H. Maming mengusahakan budidaya udang Vaname. “Kalau Vaname kita bisa menebar banyak, 40 ekor/M2, selain itu jika kena penyakit pada umur muda, harga udang masih ada,” ujar H. Maming. Rata-rata beliau menebar benur udang perkolam berkisar 250.000 ekor untuk tambak semi intensif ukuran 5000 m2 dengan tambahan 4 buah kincir air. Ada juga tambaknya yang berukuran 1 hektar hingga 3 hektar, dengan bibit yang ditebar juga 250.000, kepadatan 10 – 20 ekor/m2. Benur diperoleh dari hatchery “Benur Kita”. Biasanya H. Maming ikut langsung menghitung benur, sebab beberapa kali benur lebih dari estimasi yang menyebabkan kesalahan perhitungan penggunaan pakan. 

Harga udang saat ini untuk ukuran 70 perkilogram atau sekitar 14 gram perekor seharga Rp. 40.000 hingga Rp. 48.000. Rata-rata udang dipanen pada ukuran 70 perkilogram dengan masa pemeliharaan sekitar 65-70 hari. Panen cepat karena terserang penyakit whitespot (WSSV), berak putih dan udang kropos. Udang ini dijual ke para pengumpul yang telah bekerjasama dengan perusahaan pengolahan dan pengiriman hasil perikanan, khususnya udang, seperti PT. Bomar, PT. Multimonodon, dan PT. Mikase. “Harga udang tergantung penawaran dan kebutuhan, kita tidak terikat kepada satu orang pengumpul. Biasa juga udang dibeli oleh CP. Prima,” ungkap Bukra.

Pada panen kemarin diperoleh hasil sebesar 2 ton udang, dengan ukuran 70 ekor/kg, sehingga bisa diprediksi bahwa dengan padat tebar 250.000 untuk tambak 5000 m2 diperoleh nilai survival rite-daya hidup udang sebesar 57 persen. Pada panen tambak lainnya diperoleh hasil 3 ton dengan ukuran 74 ekor perkilogram pada tambak seluas 5000 m2, pada tebar 40 ekor permeter kuadrat. Namun ada juga tambak yang sama-sama tebar 250.000 namun hasilnya hanya 500 kilogram dengan ukuran 100 perkilogram. Sistem panen di daerah sini ada yang menerapkan sistem panen total dan ada yang panennya parsial.       

Proses dan Kunjungan Lapangan
Penebaran awal dilakukan pada bulan Oktober hingga Desember untuk musim barat. Dimana persiapan dilakukan pada musim kering bulan Agustus dan September. Pada musim ini dilakukan padat penebaran tinggi, sementara pada musim hujan padat tebar tidak sebanyak musim kemarau.

Proses pemeliharaan dimulai dengan pengeringan selama 10 – 15 hari, pemberantasan hama, pengapuran, pemupukan, penebaran benur, manajemen pakan, dan manajemen penyakit, hingga panen. Pada tambak semi intensif ditambahkan kincir pada lahan satu hektar ke bawah. Sedangkan pada tambak tradisional plus, pemeliharaan dilakukan pada tambak seluas 2 – 5 hektar dengan padat tebar rendah 10 – 20 permeter kuadrat, tapi dengan pemberian pakan tanpa aerasi.

Sore hari, setelah lama mengobrol di beranda rumah H. Maming, kami mencoba untuk mengunjungi salah satu tambak miliknya yang terletak dekat dengan pantai. Tambak tersebut berbatasan langsung dengan pinggir pantai yang tampak beberapa bakau api-api dan Rhizopora. Namun Ketinggian air di luar lebih tinggi dibanding ketinggian air di dalam tambak. Akibatnya pematang harus ditahan dengan kayu dan batu sedemikian rupa untuk mencegah jeblosnya pematang penahan air. Di area tersebut, H. Maming memiliki dua tambak, satu seluas 1 hektar dan satunya lagi berukuran 8000 m2. Tambak yang satu hektar itu ia sewa dari kawannya, harga sewa Rp. 9 juta pertahunnya.  

Pada tambak satu hektar tersebut telah terisi udang vaname berumur dua bulan. Jumlah awal penebaran ada 250.000 benur yang berasal dari ‘Benur Kita’. Berat rata-rata udang saat itu sekitar 8 gram perekor. Pemberian pakan dilakukan dengan frekuensi 4-5 kali sehari. Saat ini pemberian sebanyak 10 kilogram persekali tebar, sehingga sehari dapat menghabiskan pakan 40 kilogram pakan Irawan (CP. Prima). “Kalau dalam satu jam pakan sudah habis, berarti pakan masih kurang. Tapi kalau dalam dua jam pakan dianco belum habis, berarti udang sudah kenyang,” kata Maming. Ketika ditanya mengenai keuntungan, Maming menjawab, “kalau modal Rp. 50 juta maka hasil yang diperoleh biasanya Rp. 100 juta. Sehingga keuntungannya Rp. 50 juta,” tambah Maming.

Waktu itu H. Maming menunjukkan kotoran-kotoran putih seukuran tahi cicak mengapung-apung dipermukaan air. Ia menyebutnya penyakit berak putih. Kami pun berspekulasi bahwa mungkin saja udang telah banyak memakan lumpur sehingga mengalami gangguan pencernaan. Tapi ini masih sebatas perkiraan, ke depan akan dipelajari lebih lanjut.

Masalah-masalah utama dalam pengelolaan tambak yang bisa jadi menjadi pemicu munculnya penyakit, yaitu keberadaan air bersih. Kadang kala pada tambak yang agak jauh dari pantai kesulitan memperoleh air bersih. Petambak pun harus menunggu hingga pasang tertinggi muncul yang biasanya hana sekali dalam 15 hari, sehingga kualitas air pun menurun dan mulai membusuk. Menurut Burkah, antisipasinya ada beberapa cara, seperti dengan mengorbankan satu petak tambak untuk dijadikan tandon untuk perbaikan kualitas air ataukah dengan memasang sumur bor agar ketersediaan air segar terjamin. Sebenarnya masih ada cara lain, yaitu dengan pemanfaatan bakteri pengurai dalam tambak atau probiotik. Metode pemanfaatan bakteri pada kolam tanpa pergantian air biasa dikenal dengan istilah bioflok. Probiotik pun disediakan oleh CV. Prima, berupa probiotik SHS. “Tentang terhambatnya aliran air ini, kami berinisiatif untuk menggali saluran air secara bersama-sama. Agar air dengan mudah mengalir ke tambak,” tutur Maming. 

Masalah utama lainnya, yaitu tidak adanya alat ukur standar untuk mengetahui kualitas air tambak. Seperti alat ukur pH, suhu, oksigen terlarut, dan salinitas. Keberadaan alat tersebut akan sangat menunjang usaha tambak, namun para petambak berfikir untuk mengeluarkan uang hanya untuk membeli alat-alat tersebut. Persoalannya, ketika terjadi penurunan kualitas air pasca cuaca buruk seperti hujan, tidak ada antisipasi serius yang dilakukan petambak, misalnya dengan pemberian kapur. Sebab mereka tidak mengetahui ukuran-ukuran kualitas air semacam pH, suhu, DO, salinitas, CO2, jika perlu amoniak (NH3) dan H2S, sehingga tidak melakukan pengecekan suhu dan kandungan oksigen terlarut. “Rata-rata tingkat keasaman tanah di wilayah sini berkisar 8 – 10, sedangkan kecerahan banyak yang 20 cm, dengan begitu harus dilakukan pengecekan air terus menerus.   

Senja mulai membayang di horizon. Kami sesekali melirik ke pantai untuk merasakan aroma kebebasan. H. Maming terlihat sumringah menemani kami. Beliau berharap kami datang lagi dengan membawa perubahan bagi usahanya. Kami tidak menjanji, tapi ke depan saya hanya bilang akan membawa alat mengukur kualitas air untuk membantu beliau memetakan kualitas air miliknya. Setelah itu kami pamit, kembali ke Pare-Pare untuk bertemu dengan para kenalan yang sudah lama tak jumpa.
Idham Malik
Seafood Savers Officer for Aquaculture, WWF - Indonesia




9 komentar:

Andy mengatakan...

Sebagai Informasi, untuk mengatasi white feces disease (wfd) silakan hubungi kami, PT.Delta Agro, Andy - 081235042025.
terima kasih.

Elmas Handy Prabowo

Andy mengatakan...

Saga Pro Vit – Solusi Penyakit Berak Putih Pada Udang
Apa yang bisa diandalkan dari produk ini ???
KEUNGGULAN :

# Mengatasi White Feces Disease (WFD) / penyakit berak putih pada udang

# Menekan tingkat resiko terjadinya Early Mortality Sindrome (EMS) pada udang

# Meningkatkan Nafsu Makan

# Meningkatkan daya tahan/kekebalan tubuh terhadap penyakit

# Mengandung hormon pertumbuhan alami untuk mempercepat pertumbuhan Ikan dan Udang.

# Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pakan

# Memberikan berbagai macam nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan ternak (Protein, Lemak dan Vitamin)

# Meningkatkan pertambahan berat badan per hari (Average Daily Gain )

http://www.deltaagroorganik.com/produk/suplemen-pakan/suplemen-ikanudang/

Unknown mengatakan...

Klo untuk penyakit2 lain pak ada nggak untuk udang

Unknown mengatakan...

Klo untuk penyakit2 lain pak ada nggak untuk udang

Andy mengatakan...

Silakan berkunjung ke web kami, deltaagroorganik.com

Unknown mengatakan...

Kalau daerah Parepare dan Pinrang dmn pak

Andy mengatakan...

Silakan kunjungi deltaagroorganik.com, Pak Syam

Unknown mengatakan...

Butuh saponen 081249979249

Andy mengatakan...

Hubungi Pak Lutfi +6281244365062 (makasar)

Hasil Kunjungan ke Lokasi Pertambakan di Lawellu, Barru