semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Petambak Udang dan Rumput Laut

Mengamati mereka, apalagi dengan lekat selama bertahun-tahun, seperti menyaksikan kejatuhan demi kejatuhan. Awalnya kita dibuat gembira oleh kuantitas produksi yang stabil dan cendrung menanjak, yang kita prediksi berakar pada prakter ramah lingkungan, yang sudah terjaga selama sekian tahun. Namun, di fase-fase terakhir, kita disodorkan oleh kekecawaan demi kekecewaan.
Dewa kegagalan menghinggapi sekian banyak kawasan, yang jika tersentuh olehnya, maka petaka meruang, melahap apa saja yang dapat dilintasinya.
Udang windu, yang kita bangga-banggakan itu, yang membuat kita terpesona sejak tampakan bentuknya yang ganas, kemilau cahaya terpantul di kulitnya yang hitam berloreng-loreng kuning. Hasil evolusi bumi nusantara, yang serupa mutiara di dasar-dasar laut-laut sepanjang zamrud antar pulau, pada setahun terakhir ini, benteng pertahanan dimana udang jenis ini hidup dan menghidupi rakyat banyak, akhirnya colaps hingga secolaps-colapsnya.

                         
 Pengambilan titik koordinat untuk melihat perubahan komoditas dari windu ke vannamei
 Foto : Arsyad

Saya tidak menyalahkan para petambak yang tidak lagi melirik windu, tidak pula menyalahkan pemerintah yang sudah mencurahkan energi besar untuk mengembangkan udang windu. Tapi, lagi-lagi, saya kesulitan mencari kambing hitam untuk mengarahkan kekecewaan, lantaran begitu kompleksnya persoalan di lapangan.
Para petambak udang windu, yang mengelola tambak secara tradisional itu, dengan modal sedikit, dengan teknologi sederhana itu, pun akhirnya pasrah terhadap situasi, yang mengharuskan mereka untuk mengganti komoditas budidaya mereka, dari windu ke vannamei, yaitu udang yang berasal dari luar, dari negeri paman sam, yang memang diakui punya daya lenting tinggi, serta dapat dijual pada usia panen yang rendah. Hal ini sebagai strategi untuk mengatasi kejatuhan ekonomi rumah tangga mereka, akibat kegagalan panen udang windu sebelumnya. Yang pada udang windu, terdapat kendala-kendala teknis, seperti usia panen yang lama, serta tidak adanya pasar udang windu untuk usia-usia singkat dan ukuran-ukuran kecil.
Lingkungan, adalah faktor yang cukup netral untuk disalahkan. Perubahan musim, hujan terus menerus, anomali cuaca, yang dibarengi kondisi lahan yang sudah menunjukkan titik kritis, lahan-lahan tambak yang rata-rata lahan sewa itu sangat jarang dilakukan perbaikan konstruksi, sehingga residu-residu pupuk, kotoran udang, pada siklus-siklus sebelumnya, mempengaruhi kualitas air dan mengandung racun yang dapat melemahkan kondisi tubuh udang. Belum lagi limbah-limbah organik yang dihasilkan oleh pembudidaya-pembudidaya skala besar di sekitar situ, yang membuang limbahnya tanpa melalui proses pengolahan limbah, mengasumsikan munculnya bakteri-bakteri jahat, yang menjadi faktor pemunculan penyakit pada udang.
Hal-hal ini, kejatuhan-kejatuhan ini justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mempromosikan udang vannamei sebagai alternatif. Bukannya mencari jalan keluar dengan menemukan strategi pengelolaan kawasan bersama agar terjadi perbaikan budidaya udang windu secara tradisional, sebagai penopang ekonomi rakyat kecil. Tapi, menyodorkan udang vannamei, yang dalam produksinya justru menambah limbah berupa limbah pakan (vannamei mengharuskan pembudidaya menggunakan pakan buatan/pakan pabrikan), ramai-ramai petambak pindah, dimana sekian diantara mereka pun jatuh lagi, gagal panen sekaligus menghasilkan limbah. Kegagalan ini, bukan hanya disebabkan kualitas lingkungan yang menurun, tapi juga kemampuan petambak untuk alih teknologi yang masih rendah. Mereka seperti benur udang yang ekornya belum mekar, lalu disuruh berenang di tambak luas. Beberapa petambak merenungi nasibnya, lantaran melakukan penebaran tinggi, 100 ribu ekor/Ha, tanpa kuatnya pengetahuan dari segi manajemen pakan, tanpa adanya dukungan kincir air. Begitu dahsyat kerugian yang dialami mereka.
Lalu, sebagian petambak ingin kembali ke windu, kembali merindukan windu, dengan berharap pada berkah alam yang mungkin ke depan sudah lebih baik. Namun, mereka harus menghadapi kenyataan, bahwa hatchery-hatchery di daerah itu, yang sebelumnya menghasilkan benur windu, kini dominan menghasilkan vannamei. Akhirnya, karena lahan sewa, jika dia tidak melakukan budidaya, maka mereka akan rugi dan tidak dapat menutupi ongkos sewa lahan. Apapun dilakukan, agar mereka dapat bertahan di tengah kesulitan-kesulitan ekonomi saat ini.
Untuk itu, batasan-batasan wewenang, batasan-batasan sektoral, batasan-batasan psikologis, harus diretas sekarang. Para pemain, para pemangku kepentingan, harus duduk bersama untuk mendiskusikan jalan keluar dari persoalan ini. Sebab, daerah ini punya potensi besar. Daerah yang satu-satunya punya daya lenting kuat sebelumnya untuk mempertahankan windu dengan inovasi-inovasi yang berorientasi pengembangan tambak tradisional, seperti adanya pengembangan-pengembangan pakan alami phronima, suplemen protein utama bagi udang windu dan vannamei. Di daerah itu juga, ada pengembangan probiotik RICA, yang dapat mengatasi bakteri-bakteri jahat. Serta adanya keinginan kuat petambak untuk melakukan perbaikan-perbaikan dan antusias mereka dalam mengikuti forum-forum untuk membicarakan kondisi budidaya mereka. Hal-hal ini lah yang harus kita pecahkan bersama, dengan bergerak bersama dalam menyusun standar operasional yang dapat mengatasi atau meminimalisir kondisi ekstrim dan musim penyakit. Memanfaatkan semua sumberdaya, maupun adopsi sumberdaya baru, input teknologi baru, seperti pupuk cascing-kotoran cacing. Ataupun memanfaatkan sumber-sumber lain yang dapat diakses dari lingkungan masyarakat sekitar itu sendiri, sekaligus dapat mengurangi ketergantungan dari hal-hal yang bersifat komersil, seperti pakan buatan dan pupuk kimia.

**
Begitu halnya dengan pembudidaya rumput laut. Budidaya alga ini pun mengalami kendala yang disebabkan oleh hal-hal yang di luar kemampuan pembudidaya rumput laut. Bayangkan, rumput laut, yang dahulunya dapat mengangkat derajat orang-orang kecil yang bermukim di daerah-daerah terpencil, kini mulai terseok-seok dan mulai mencari alternatif pekerjaan lain.
Dua tahun sebelumnya, sebelum dimulainya lanina oleh iklim ini, rumput laut masih menjadi sumber pengharapan warga pesisir, seperti di Wakatobi dan Maluku Tenggara. Di Wakatobi, walau budidaya cottoni mulai ditinggalkan akibat kegagalan panen akibat penyakit ice-ice yang tidak ketulungan hingga 2012, tapi mereka tetap mencoba bertahan dengan memelihara spinosum. Yang di awal-awal cukup menguntungkan karena harga bagus, lalu kembali resah akibat harga yang jatuh sejatuh-jatuhnya.


                           Ibu-ibu sedang mengikat bibit
                           Foto : Idham Malik

Tahun kemarin, kami mencoba introduksi ulang rumput laut cottoni, dengan harapan, jika cottoni berkembang, maka ekonomi masyarakat meningkat. Kami datangkan dari jauh-jauh bibit hasil kultur jaringan, beserta pengembangnya untuk melakukan pelatihan dan pembuatan kebun bibit. Namun, pada satu kelompok, di hari ke-17 usia pembibitan, rata-rata bibit terserang hama bulu kucing, hama berupa bulu-bulu halus yang menempel di thallus rumput laut, membuat akar batang daun itu tertutupi debu, yang membuat para pembudidaya kewalahan dalam melakukan pembersihan debu. Ketika dibersihkan hari ini, esok thallus tertutup lagi, begitu seterusnya. Hingga, kebun bibit yang menjadi harapan kelompok itu, akhirnya ludes terserang hama. Hal yang sama terjadi di kelompok lain yang kami dampingi. Saat ini, tinggal satu kelompok dari tiga kelompok yang dapat mempertahankan bibit kultur jaringan. Yang sebelumnya kami anggap sebagai strategi andalan untuk mengembalikan ekonomi masyarakat.
Saya dapat kabar dari teman dari Wakatobi, bahwa saat ini para pembudidaya rumput laut di sana sudah mulai meninggalkan rumput lautnya. Bulu kucing tidak hanya menyerang bibit cottoni, tapi juga menyerang spinosum, yang sebelumnya dianggap tahan dari segala macam penyakit. Spinosum tidak mengalami gangguan dari musim paceklik, tidak mengalami ice-ice. Kini, andalan terakhir kawasan itu, juga terserang. Rata-rata pembudidaya saat ini konsentrasi di sektor ekonomi lain, yaitu bertani kopra. Mereka pun tidak tahu, sampai kapan kondisi ini berlangsung, apakah cukup mereka menahan nafas selama 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, atau selamanya.


                                  Rumput laut terkena hama bulu kucing
                                  Foto : Idham Malik

Beberapa hari lalu, saya mengunjungi Maluku Tenggara. Begitu shock-nya saya mendengar keluhan masyarakat, bahwa di kawasan budidaya mereka sudah tersebar hama bulu kucing, yang mereka sebut sebagai hama pasir. Seorang pembudidaya mengatakan bahwa baru kali ini dia gagal panen hingga lima kali, akibat hama pasir itu. Padahal, beberapa bulan lalu, kami masih menaruh harap, lantaran baiknya kualitas rumput laut yang dihasilkan daerah ini. Serta masih kompaknya pembudidaya rumput laut untuk merawat rumput lautnya. Kami pun membagi bibit kultur jaringan lagi, dengan harap-harap cemas. Wakatobi masih menghantui saya, jangan-jangan, Maluku Tenggara akan bernasib sama.

**
Menurunnya kualitas lingkungan di desa-desa, di pulau-pulau, yang diakibatkan oleh sekian faktor itu. Tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan gejolak-gejolak sosial di kemudian hari. Pemuda-pemuda desa tidak lagi menaruh harap di desanya, akan mulai bergerak menyerbu kota. Pada akhirnya kota menjadi kampung-kampung yang dikrumuni kemelaratan-kemelaratan dan keresahan-keresahan.




1 komentar - Skip ke Kotak Komentar

Tommy mengatakan...

Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.

Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management

OUR SERVICE
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
Other Chemical
RO Chemical

Petambak Udang dan Rumput Laut