semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Belajar Literasi dari Desa Labbo

Telah terbit di website : kalaliterasi.com

Membaca “Literasi dari Desa Labbo” membuka mata kita, bahwa di desa, masih kuat signal – signal peradaban. Dalam karya yang diterbitkan oleh Liblitera Institute (penerbitan yang punya semangat volunteri), dimotori oleh Sulhan Yusuf dkk, penggerak literasi Bantaeng dan dibiayai penerbitannya oleh Pemerintah Desa, menggunakan dana desa, semakin meyakinkan kita, bahwa zaman ini ditandai dengan bertemunya orang – orang baik, yang diolah secara berkesinambungan, dari kuantitas, menuju meledaknya rutinitas itu dalam momentum kualitas.

Buku yang terdiri atas tulisan – tulisan warga Labbo, baik guru, petani, pemerhati, pemberdaya, yang dapat diartikan sebagai citizen atau mungkin villagezen ini, tentang asal mula desa, tentang kopi, tentang Pendidikan anak, tentang gerakan – gerakan anak muda, dan lain – lain, telah memberi kita kesegaran – kesegaran. Dalam artian apa? Telah lahir kesadaran baru dari warga desa, untuk mengelaborasi pikiran – pikirannya, kegelisahan – gelisahannya, melalui media tulisan, untuk dibaca dan dihayati. Warga desa telah berani dengan gemilang, dengan dada yang busung, untuk meyambut respon dari warga dari beragam sudut dunia. Melalui tulisan, yang sudah jadi buku, warga tampak siap terlibat dalam arena wacana, yang sebelumnya hanya dapat diakses oleh kalangan terdidik sahaja.

Lantaran pikiran/mental itu telah pindah, dari material yang hanya dapat ditangkap oleh suara melalui angin ke telinga, yang lumrah di desa – desa, menuju material yang lebih bersifat visual, tinta yang mencetak simbol – simbol bahasa di medium kertas, kita pun boleh berselancar dalam area mental warga Labbo.

Labbo, atau labboro, yang berarti longsoran tanah itu terdiri atas warga etnis Makassar, yang kesehariannya terikat oleh aktivitas pertanian dan perkebunan. Dalam buku ini dijelaskan bahwa warga masih terikat dengan nilai – nilai lokal – universal, berupa semangat kamase – mase, kerendahatian, yang terinstalasi dalam tradisi kumpul – kumpul melalui pesta – pesta rakyat maupun keluarga, seperti acara kawinan, sunatan, tamatan, maupun syukuran – syukuran, yang tidak terhitung jumlahnya di desa. Di samping itu, masih terdapat tradisi Panaung ri ere, saukang yang percaya bahwa di lokasi – lokasi tertentu masih kramat dan sakral, sabung ayam yang tentu juga punya maksud – maksud tertentu, bukan hanya membagi ketegangan.

Di bagian – bagian awal, buku ini banyak menyinggung tentang peran pemimpin desa. Nama kepala – kepala desa, dan warisan – warisannya muncul berulang kali di beberapa tulisan. Hal ini menunjukkan begitu besar penghormatan warga Labbo terhadap kerja – kerja pemimpin. Pemimpin bagi warga Labbo ibaratnya seperti nakhoda, penentu, orang nomor satu, sesuatu yang agung. Jika pemimpin baik, kehidupan warga juga turut baik, jika pemimpin biasa – biasa saja, perubahan di desa pun sayup sayup saja, dan jika pemimpin buruk, kehidupan desa pun turut terpuruk.

Olehnya itu, memang perlu banyak forum – forum warga, untuk peningkatan budaya kritis warga dalam mengelola desanya. Agar terdapat umpan balik dari warga terhadap segala keputusan pemimpin desa. Sehingga, perubahan dapat pula bersifat bawah ke atas, atau berupa arus bolak balik, atas ke bawah, bawah ke atas. Ini telah ditunjukkan oleh warga Labbo, dalam semangat demokrasi memilih pemimpin yang dianggap tepat, tetap menjaga sikap kritis, dan mengarahkannya untuk melaksanakan kerja – kerja efektif, seperti pengelolaan air, agar warga tidak kesulitan dalam mengakses air, untuk pemenuhan kebutuhan minum, mandi cuci kakus, ataupun keperluan lain. Desa yang dihiasi bunga – bunga itu, yang halaman warga terdapat kebun lebah madu itu, berhasil mendorong pembangunan desa, yang secara fisik dapat dilihat berupa jalan tani, jalanan desa, pembangunan sarana olah raga, dll. Tulisan – tulisan dalam buku ini tentu merekam kerja – kerja desa, dan pandangan – pandangan warga terhadap kerja tersebut. Tentu, hal ini turut pula menumbuhkan semangat keterbukaan/transparansi pemerintahan Desa Labbo.

Selain itu, dalam buku ini, sekilas tampak bagaimana warga merespon kerja pemerintah dalam mendorong peningkatan ekonomi, melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Lembaga ekonomi ini menjadi salah satu icon Desa Labbo, yang berfungsi juga sebagai ketahan sosial di desa, dimana warga desa pelan – pelan terangkat derajat ekonominya, sehingga bebas dari jerat kemiskinan. Selain itu, ketahan sosial lanjutannya yaitu munculnya semangat toleransi dan harmoni antar warga desa, khususnya pemuda – pemuda, yang mulai jarang terlihat pertengkaran – pertengkaran yang berujung sentuhan fisik secara kasar. Pemuda – pemuda desa pun aktif dalam kegiatan karang taruna, pembangunan desa, pengembangan hutan desa (HD) serta kegiatan lanjutnya berupa aksi – aksi literasi di desa.

Makanya, Masyarakat Labbo, mungkin sudah dapat disebut sebagai warga, yaitu penduduk yang terikat oleh aturan – aturan dalam satu kawasan tertentu. Bukan hanya aturan, tapi juga terikat jiwanya, yang nuraninya bergetar jika disebut kata Labbo, personal yang mungkin saja rela mengorbankan kesenangan ataupun kemewahannya demi kelangsungan hidup desa Labbo.

Lebih dari itu, warga Labbo, telah melintasi beragam peradaban, mulai dari peradaban berburu, peradaban Bertani, dan kini, masuk ke area yang lebih dalam, yaitu peradaban literasi, yang berarti adanya ujicoba warga Labbo, untuk mengeksplorasi mentalnya sendiri. Berupaya mengurai pengalaman – pengalamannya, untuk dilihat lagi, secara lain, untuk menimbulkan gagasan – gagasan yang lebih segar.

Warga Labbo telah menggunakan pena maupun computer/laptop sebagai cangkul untuk menggarap lahan mental, menebar benih dalam guratan ide/gagasan, yang ditanamnya dengan baik, disemainya, dan dipanen hasilnya, berupa pengetahuan yang terangkat ke atas, benturan – benturan dialektik, autophoesis. Poesis, suatu kebaruan mental, yang menjadi alas baru untuk menyusun kembali/rekonstruksi kehidupan masyarakat menuju masyarakat dengan peradaban literasi yang lebih tinggi.








0 komentar:

Belajar Literasi dari Desa Labbo