semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Jack and Jacky Kennedy

 Saya cukup terkesan dengan Serial crown Season 2 episode 8, Ratu Elizabeth menjamu Presiden Amerika Serikat kala itu, Jhon Fitzgerald Kennedy, bersama istrinya, Jacqueline Lee Bouvier Kennedy di Istana Buckingham pada Juni 1961.


Mulanya Lilibet melihat potongan dirinya dalam kaca, tampak seperti daun yang kekurangan air. Televisi yang saat itu adalah benda langka menampilkan sosok Jacqueline yang disendoki oleh Charles Gaulle, Presiden Prancis, kemudian berdebat dengan filsuf-filsuf Prancis, tentu hal-hal itu begitu memukau. Lilibet berbicara dengan dirinya sendiri, seperti apa ia harus menghadapi ibu negara ini? Yang menurut orang-orang dekat begitu cerdas.


Tentu, dalam serial tersebut menimbulkan drama, persaingan ibu-ibu negara/kerajaan di panggung dunia. Lilibet menjadi tersinggung karena sindiran Jacky yang sebenarnya tak sengaja, lantaran terserang halusinasi, mengatakan bahwa Ratu Inggris berkaki besar itu, hanya manusia biasa-biasa. Meski, di ujung film, Jacky terbang ke Inggris, untuk berbicara dan memohon maaf.


Seperti apakah pesona Jacky? Saya tertarik untuk menguliknya. Jacky tumbuh dalam lingkungan kakek-neneknya di East Hampton, di situ ia memiliki kuda yang sangat ia sayangi, Bernama Danseuse, dalam bahasa Prancis berarti “penari perempuan”. Tidak salah, ketika ia berdua dengan Elizabeth di ruang keluarga Istana Buckingham, dan menemukan beberapa ekor anjing, ia secara terus terang mengatakan bahwa dirinya adalah sosok yang tertutup, dan lebih senang berteman dengan hewan.


Dalam fase mudanya yang estetik itu, saat ia masih menempuh kuliah di Universitas George Washinton, sembari bekerja paruh di The Washinton Times-Herald, ia mendapat tugas untuk wawancara tokoh dan memotret, “Inquiring Camera Girl”. Salah satu yang ditemuinya adalah senator muda Massachusetts, Jhon F Kennedy.


Kita hanya dapat membayang-bayangkan energi apa yang menarik mereka berdua? Apa yang menjadi topik awal pembicaraan mereka? Sisi pria adalah sosok tangguh, veteran perang dunia ke II, yang mendapatkan tanda jasa Purple Heart dan medali Navy and marine Corps, berkat keberaniannya dalam memimpin teman-temannya yang terombang-ambing di Samudra Pasifik yang kapalnya rusak diterjang torpedo Amagiri, kapal perusak Jepang. Iya terpaksa berenang ke pantai terdekat, sembari menggigit pelampung temannya yang terluka, beruntung karena ia dulunya memang aktif sebagai anggota regu renang Varsity di Universitas Harvard. Sedangkan Jacky adalah gadis kutu buku, yang mahir berbahasa Prancis, pernah belajar di Universitas Sorbonne dalam bidang sejarah kesenian, kemudian di Universitas George Washinton menggali lebih dalam lagi literatur Prancis, lalu melanjutkan lagi studinya di Universitas George Town mengenai sejarah Amerika.  


Boleh jadi, Kennedy terpesona oleh aura kecantikannya, seperti rumor yang terkenal, sebagai sisi lain JFK, yang dianggap mata keranjang, lalu, barangkali sisi kenyamanan untuk ngobrol panjang tentang tema-tema yang luas. Dalam buku P. Swantoro, 1000 hari, Jhon Kennedy, Jack bertanya secara mendalam tentang hal-hal baru yang belum pernah ia dengar, sembari itu, untuk sekadar mempertahankan diri, si gadis, mencoba untuk melemparkan pertanyaan-pertanyaan kembali.  


Putra Josheph Kennedy, duta besar AS untuk Inggris, memang sudah terbiasa berbincang dengan hal-hal rumit dan bersifat publik. Itu sudah kebiasaan saat makan siang bersama keluarga Irlandianya. Apalagi, dirinya selalu dipenuhi rasa ingin tahu, yang bukan sekadar itu, dengan uang dan koneksinya, ia berputar mengelilingi bumi. Joseph mengirim putranya kuliah di London School of Economic, untuk bisa terkena langsung pengaruh Harold Laski (ekonom dan politikus serta pimpinan Partai Buruh Inggris, 1945-46). Setelah ayahnya menjadi duta besar di London, ia selalu menyempatkan dirinya berlibur ke London, pesona inggris masih menggigit, di sana ada Winston Churchill. Sebelumnya telah memberinya inspirasi untuk menyusun tesis saat masih studi politik di Harvard, tentang analisis politik persenjataan Inggris, yang diberi judul Why England Slept. Judul ini ditiru dari judul kumpulan-kumpulan pidato Churchill, While England Slept. Serta kesenangannya dengan gaya kepemimpinan politikus-politikus Inggris, terutama golongan Whig, tercetus dalam kegairahannya membaca buku-buku seperti The Young Melbourne, karya David Cecil.


Di samping kunjungan-kunjungan rutin ke Inggris, ia melakukan tour panjang saat menjabat sebagai senator, untuk betul-betul mengenali gejala dunia ketiga, saat itu bangsa-bangsa baru muncul, yang energinya mengalahkan energi bom atom. Ia sosok elit yang berwajah baru, representative kaum muda Amerika saat itu, yang mencoba untuk mengenali dunia dengan cara baru, di samping latar belakangnya yang katolik, serta watak konstituennya adalah pekerja katolik, mendorongnya ke sisi liberal, yang menjadi sosok pendukung radikal terhadap isu hak-hak sipil, yang saat itu menjadi visi utama Partai Demokrat. Seperti isu negro dan rasisme orang selatan, perang sipil di Vietnam, mendukung kelas pekerja, dan isu-isu seputar ketimpangan sosial lainnya.


Jack bersama Bobby berliku-liku pada 1951, melawat ke Maroko, Iran, Mesir, Indocina, Malaya, Burma, India dan Pakistan. Kemudian lanjut lagi ke Israil, Singapura, Prancis Korea, Jepang dan Indonesia. Berbeda dengan elit Washinton yang lain, Jack mengenali watak bangsa negara-negara baru, yang jika tak diantisipasi, akan condong ke kiri-komunis. Dari buku Vincent Bevins, Metode Jakarta, Jack berkata, “Jika ada satu hal yang saya pahami sebagai hasil pengalaman di Timur Tengah dan Timur Jauh, adalah bahwa komunisme tidak bisa dilawan secara efektif hanya dengan kekuatan senjata”. Mungkin maksudnya dengan cara menarik perhatian negara-negara baru, melalui bantuan keuangan, agar negara-negara ini menjadi kuat dan mandiri, sehingga tidak condong ke poros Soviet.


Kembali ke Jacky, akhirnya mereka menikah pada 12 September 1953. Satu minggu sebelum kawin, Jacky sempat menanyakan sifat-sifat jack yang paling baik dan paling jelek. Jack menjawab bahwa yang paling baik adalah rasa ingin tahu, dan yang paling buruk adalah mudah tersinggung. Tentang rasa ingin tahu ini, betul-betul dikelolanya bersama Jacky, sebelum menikah, ia pernah memintanya untuk menerjemahkan dan meringkaskan selusin buku-buku Prancis mengenai Indocina. Jacqueline karena itu harus bekerja sampai larut malam di rumah ibunya di Virginia. Kemudian turut mendorong Kennedy untuk menyelesaikan buku kumpulan artikel tentang keberanian politik, berjudul Profiles in Courage pada 1956. Buku ini memenangkan Pulitzer untuk kategori biografi. Meski terdapat desas-desus bahwa buku ini juga dibantu oleh Teodore “Ted” C. Sorensen, sebagai gostwritter.


Jacky sering terbawa-bawa oleh suasana politik yang diciptakan oleh suaminya, dan itu membuatnya bingung. Ia berkali-kali terseret dan membenci orang yang menjadi lawan politik suaminya, tapi ia pun kaget kalau tiba-tiba suaminya memuji orang tersebut. “Lho, kok kamu memujinya? Padahal sudah selama tiga minggu ini saya membencinya”. Kennedy mengajarinya, dalam politik, semua serba kemungkinan, semua serba rekan. Jangan sampai percekcokan menghapus kemungkinan untuk rukun Kembali.


Di puncak episode Crown itu, Elizabeth lagi-lagi menonton tv, kabar buruk menerpa, John F Kennedy tertembak di Dallas, Amerika Selatan. Ia melihat Jacqueline keluar dari pesawat di samping mayat suaminya, masih mengenakan baju yang sama, yang masih tersimbah darah. Ia betul- betul prihatin, dan meminta dibunyikan lonceng setiap 15 menit di gereja utama, untuk menghormati kepergian Kennedy.


Tentang di Dallas itu, sehari sebelum tertembak, di penginapannya di Texas Hotel, Kennedy berbincang dengan Jacky dan Ken O’Donnel mengenai peran dinas rahasia AS, “Ah, yang dapat mereka kerjakan sebenarnya hanya memberikan perlindungan kepada presiden di tengah-tengah massa yang meluap. Namun, jika ada yang memang punya niat membunuh presiden, sebenarnya tidak terlalu sulit: tempatkan saja seseorang di sebuah gedung tinggi dengan senapan teleskopik, tidak ada seorang pun yang dapat melindungi hidup seorang presiden”.


Kennedy tertembak, kepalanya terbaring dipangkuan Jacky, Jacky hanya bisa menangis, seketika, bangsa-bangsa lain pun menangis. Seorang Kennedy begitu sulit tergantikan, nama-nama jalan pun menyemat nama JFK, termasuk bandara, kecuali, jalan-jalan di selatan, tak ada yang Bernama Kennedy.









0 komentar:

Jack and Jacky Kennedy