Hari-hari ini kamu mendapat perhatian dari kami, warga Indonesia. Orang-orang kagum padamu, gara-gara kamu terlihat begitu sederhana, dan mereka mencoba membanding-bandingkan kamu dengan elit-elit Indonesia, yang tampak boros dan munafik.
Saya tak mau membahas itu, sudah banyak, dan kalau menurut AS Laksana, orang Indonesia terlalu mudah tersihir dengan istilah 'sederhana'. Termasuk saya, yang sudah tertipu dua kali dengan sosok sederhana, Mulyono, misalnya.
Fransiskus, saya mau kata, jangan berhenti untuk menjadi corong kehidupan alam raya. Kamu bukan sekadar sosok agamis dan pecinta persaudaraan. Lebih dari itu, kamu bagian dari garis keras aktivis lingkungan. Dirimu menjadi mata rantai gerakan lingkungan dunia sejak 1970-an, yang membuat warga dunia was-was.
Tahun 2015, dalam ensiklikmu, Laudato Si' (Segala puji bagimu), "rumah kita bersama adalah seperti seorang saudari yang dengannya kita berbagi kehidupan kita... kini menjerit kepada kita karena kerusakan yang telah kita timbulkan padanya".
Fransiskus, kamu dengan lantang bilang, "kemajuan ilmiah dan teknologi tidak dapat disamakan dengan kemajuan kemanusiaan dan sejarah, jalan menuju masa depan yang lebih baik terletak di tempat lain". Tentu, kamu merujuk, pada hubungan-hubungan, harta karun pengalaman spiritual Kristiani.
Dari pernyataan dan sikapmu itu, kamu diejek sebagai hijau-isme (greenism), yang menakut-nakuti banyak orang. Sebagai tindaklanjut pikiran apokaliptik, yang menganggap dunia sebentar lagi, penghukuman lingkungan tak lagi lama.
Saya berada di pihakmu. Bagaimana lagi? Apakah kita harus menyerahkan urusan bumi ini ke orang-orang seperti Steven Pinker misalnya, yang mendukung gerakan ekomodernis, mengangung-agungkan industrialisasi, yang katanya sudah berfungsi baik untuk lingkungan. Kaum industrialis tambang merusak di sana dan di sini, mengebom gunung, membabat hutan, mencemari lautan dan sungai-sungai, dengan alibi, telah menyelamatkan milyaran orang untuk bisa makan, mengganti otot dengan mesin, mengakhiri perbudakan, menyelamatkan wanita dan mendidik anak-anak.
Kenapa saya setuju dengan gerakanmu, karena saya tidak mau menjadi modern kemudian mengorbankan apa saja yang sudah kami miliki. Kami sudah melihat dengan mata kami sendiri, akibat penguatan tambang dan industri perkebunan, menimbulkan bencana banjir, laut menjadi cokelat, dan ikan-ikan menyingkir dari pancing nelayan.
Kami masih memiliki gunung, hutan, dan lautan yang begitu kaya sumber pangan, dan kami senang dengan suara-suara burung, jangkrik dan belalang. Biarkanlah gunung ini seperti apa adanya, dan masyarakat kami dapat berkebun ubi di sana, memetik cengkih dan pala. Gunung-gunung dan lautan kami justru menyerap carbon yang telah dibuang oleh negara-negara yang jauh duluan modern.
Saya tidak mau justru karena sudah saking kayanya kita-kita ini, harus terbang ke Amerika Latin misalnya, atau Afrika Tengah untuk dapat menikmati kehidupan alam, biarkanlah kami dapat menikmati hari demi hari, dengan hanya membuka pintu dan jendela kami.
Fransiskus, tolong, jangan sekadar bicara harmoni agama dan persaudaraan. Tolong, ingatkan pejabat bangsa ini, untuk mengurangi perusakan alam dan menghentikan upaya industrialisasi pulau-pulau kecil, seperti agenda tambang di Banggai Kepulauan salah satunya. Suaramu akan didengar dunia, karena kamu mungkin salah satu perwakilan Tuhan di muka bumi.
5 September 2024
0 komentar:
Posting Komentar