semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

PELARI untuk Banggai Kepulauan

 

Banggai Kepulauan bakal berlari. Apalagi pada Selasa, 13 Agustus 2024,sudah dilakukan sosialisasi Komite Pengelolaan Perikanan dan Pesisir Lestari (KP3L-PELARI) Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) oleh Dinas Perikanan Banggai Kepulauan bersama Burung Indonesia, dan diikuti oleh rekan LSM, yaitu Blue Alliance, Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI), Yayasan Pesisir Lestari (YPL). Komite ini juga telah memperoleh persetujuan Bupati Bangkep melalui Keputusan Bupati Nomor 440 Tahun 2024 tentang Pembentukan Komite Pengelolaan Perikanan dan Pesisir Lestari Kabupaten Banggai Kepulauan.
 
Sosialisasi dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) yang bertempat di Ruang Rapat Kantor Bupati Banggai Kepulauan dihadiri oleh sekitar sepuluh jajaran dinas Pemda bangkep, beberapa perwakilan kecamatan dan perwakilan NGO (Non Government Organitation). Tampaknya itu belum semua yang datang, sebab dalam komite ini juga tergabung kepala-kepala desa pesisir se Bangkep serta pihak-pihak yang memiliki otoritas, seperti Polres Bangkep, Kodim, serta pihak Kejari (Kejaksaan Negeri), dan pihak DPRD. “Sementara ini kita menggalang internal kedinasan dulu, setelah nanti sosialisasi di tingkat kecamatan dan desa, maka Pelari ini akan mengundang Polres dan Kodim untuk bersama-sama menguatkan komite,” ujar Dr. Ferdy Salamat, Kepala Dinas Perikanan Bangkep.
 
Komite ini pun disebut PELARI atas usul Dr. Ferdy, sebab Bangkep harus berlari mengejar ketertinggalan dalam pengelolaan perikanan. PELARI ini hasil diskusi panjang antar lsm (Burung Indonesia bersama Blue Alliance) dengan Kadis Perikanan, Dr. Ferdy Salamat, yang dimulai pada April 2024. Ferdy mengakui cukup banyak soal perikanan di Bangkep ini, diantaranya masih adanya nelayan yang menangkap ikan dengan cara yang merusak, seperti pengeboman ikan, pembiusan ikan, dan penggunaan racun. Pada FGD hari selasa itu, Ferdy menyebutkan hal-hal yang perlu dikejar, produksi perikanan harus meningkat 10% pertahun, perlindungan terhadap zona inti dan kawasan konservasi laut yang sejauh ini masih minim pengawasan, masih banyaknya sampah plastik di laut, serta isu kemiskinan dimana 35% warga miskin adalah nelayan.
 
Itulah sebabnya perlu adanya dukungan besar semua pihak dan dilaksanakan secara terencana atau teknokratis. Dalam presentasinya, Ferdy menyebut penyebab pengelolaan perikanan belum optimal, belum adanya rencana aksi pengelolaan perikanan dan PERDA Perikanan, keterbatasan SDM dalam perumusan kebijakan, parapihak yang belum terlibat atau sinergi, dukungan anggaran yang lemah dan tentu masih lemahnya pengawasan terhadap praktik perikanan yang ilegal.
 
Pengelolaan yang belum optimal ini juga dijabarkannya dalam bentuk akar masalah, diantaranya penggunaan alat tangkap yang merusak, kurangnya fasilitas penyimpanan dan pengolahan, pencemaran oleh limbah plastik, rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat, rendahnya pendapatan nelayan, minimnya subsidi dan insentif modal, pengawasan dan peraturan yang kurang ditegakkan, kurangnya data perikanan yang berimplikasi pada perencanaan yang kurang berbasis data, serta kurangnya pemberdayaan masyarakat nelayan. Pada akar masalah itu, Ferdy pun menyebut satu persatu solusinya.
 
Seperti yang disebut oleh Hero Ohoiulun selaku moderator FGD tersebut, ibaratnya penyakit kronis, maka tidak hanya dibutuhkan seorang dokter spesialis, tapi dibutuhkan tim dokter ahli. Hero sendiri menyoroti isu penangkapan ilegal dengan penggunaan bom. Hero pun menampilkan peta pengeboman ikan di Bangkep dan Banggai Laut (Balut), ia bersama Idham Farsa dalam tim Blue Alliance Banggai MPA 11-13 sudah berkeliling untuk melakukan pendataan kasus pengeboman ikan. Apalagi pada 29 Juli hingga 10 Agustus, dilakukan pendalaman pengamatan sosial di 2 kecamatan, yaitu Buko Selatan dan Bulagi Selatan.
 
Ferdy masih optimis bahwa sektor perikanan masih bisa diperbaiki dengan cara berlari. Sebab, Bangkep dianugerahi sumberdaya alam laut serta adanya dukungan kebijakan dari pemerintah pusat dan provinsi yang berkonsekuensi penguatan anggaran. Meski begitu, kondisi perikanan Bangkep sebenarnya sedang tidak baik-baik saja, perusakan ekosistem terumbu karang sudah berlangsung selama lebih dari 30 tahun, ikan masih dapat ditangkap, walaupun sebenarnya sudah seret. Nelayan sudah mengakui, ikan sudah kian berkurang dan jarak menangkap ikan semakin jauh. Jika dibiarkan seperti itu, besar kemungkinan sumberdaya ikan Bangkep kian seret, dan isu Bangkep sebagai lumbung ikan pendukung akan menguap.
 
Pelari harus betul-betul berlari. Ferdy mengeluarkan resep solusi jangka pendek, bersama jangka menengah dan panjang. Setelah terbentuknya komite ini, akan disepakati draf kebijakan model pengelolaan perikanan dan pesisir lestari, pelaksanaan ujicoba komite dan rencana anggaran komite. Solusi jangka menengah, adanya PERDA Pengelolaan Perikanan Bangkep, sosialisasi dan peningkatan pemahaman nelayan, dan terintegrasinya program komite dalam Rencana Strategis kabupaten pada 2026-2030. Sedangkan untuk jangka panjang, yaitu adanya program pengembangan dan peningkatan kerja komite pengelolaan perikanan dan pesisir Lestari dan terbentuknya komite pengelolaan perikanan dan pesisir lestari tingkat provinsi.
 
Ferdy Salamat dinilai cukup berani meluncurkan komite pengelolaan perikanan ini. Ia melihatnya lebih pada efektivitas pengelolaan, makanya kabupaten mengambil langkah lebih jauh, untuk turut berkontribusi dalam pengelolaan kawasan laut. Seperti yang dikatakan Om Hero, ini yang disebut pendekatan “responsibility beyond authority”, bukan tentang siapa yang paling berwenang, tapi siapa yang peduli. Tentu, kabupaten dan masyarakat lokal mencintai negeri para leluhurnya, dan mereka ingin negeri leluhur ini terjaga dengan baik dan terwariskan secara baik pada anak dan cucu.
 
 

 





0 komentar:

PELARI untuk Banggai Kepulauan