Materi Prof. Hattah Fattah-pada Pelatihan BMP Budidaya Udang Windu untuk Penyuluh Perikanan di Pare_Pare, 2 - 3 Juni 2014 - WWF-INDONESIA.
Pada pelatihan tersebut Prof
Hattah menggunakan pendekatan “bermain peran” atau simulasi untuk melihat
bagaimana peran penyuluh dalam mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi para
pembudidaya dalam satu klaster pertambakan.
Hattah membagi penyuluh dalam
berbagai peran, yaitu sebagai kelompok tani sejahtera 4 orang, kelompok tani
mandiri 4 orang, kelompok tani berkelanjutan 4 orang, pembudidaya yang tidak
tergabung dalam kelompok 3 orang, penyuluh 3 orang, Dinas Kabupaten 1 orang,
Dinas Provinsi 1 orang, penyedia saprodi, cold storage (buyer), lembaga
perkreditan, dan lembaga penelitian dan pengembangan, masing-masing 1 orang.
Setelah
kelompok terbagi, Hattah menjelaskan kasus yang dihadapi suatu wilayah
pertambakan. 1) seluruh petakan sedang dalam proses pemeliharaan, namun
terdapat tambak yang tersebar di kawasan yang terjangkit penyakit. 2) Beberapa
pembudidaya belum bergabung dalam kelompok tani manapun, 3) Seluruh petakan
diperkirakan panen dari Juli hingga September 2014, 4) Pada pertemuan secara terpisah pada tanggal 28 Mei 2014 para anggota Kelompoktani Sejahtera dan Kelompoktani
Mandiri sepakat penebaran pada musim tanam berikutnya pada
bulan Oktober serta bulan
November pada Kelompoktani Berkelanjutan, 5) Benur berkualitas diperkirakan akan mengalami
kelangkaan pada bulan Oktober dan November.
Terdapat beberapa poin yang dapat
diperoleh pada saat game ini
berlangsung :
-
Pembentukan kelompok harus berdasarkan hamparan,
berguna untuk koordinasi saluran air sehingga penyebaran penyakit dapat segera
dicegah. Namun dalam pelaksanaan game, para
pengurus kelompok merekrut petambak yang belum bergabung untuk masuk dalam
kelompok, namun petambak tersebut tambaknya berjauhan dan tidak sehamparan. Hal
ini terjadi karena penyuluh hanya berdiam diri saja dan tidak melakukan
penataan keanggotaan kelompok. Absen-nya penyuluh dapat menyebabkan kelompok
tani menjadi tidak dinamis, sehingga dapat mengancam keutuhan kelompok.
-
Setelah petambak telah tergabung dalam kelompok
dan kelompok telah dibuatkan Surat Keputusan (SK). Hal berikutnya yaitu
menangani tambak yang terserang penyakit, dengan cara para penyuluh
masing-masing kelompok mendiskusikan upaya penanganan penyakit dan meyakinkan
pemilik tambak untuk segera mengisolasi tambaknya. Beberapa metode untuk meyakinkan
pemilik tambak, seperti membantu obat-obatan serta memberikan tambahan uang
untuk kebutuhan isolasi tambak.
- Ketika ada undangan mengikuti pelatihan, ketua
kelompok memilih salah satu anggotanya dan memintanya mempresentasikan hasil
pelatihan setelah kembali ke kelompok.
-
Setelah panen, sebaiknya petambak melakukan
pencatatan produksi dan aktivitas budidayanya, sehingga dapat diterima oleh buyer (prinsip tracebility). Kelompok simulai menjual hasil panen tanpa disertai
catatan operasional. Sebaiknya penyuluh turut mengoordinir para pembudidaya
untuk melaksanakan panen bersama, jika kapasitas panen sudah 8 ton, pembeli lah
yang mendatangi pembudidaya.
-
Ketika kelompok tani ingin melakukan penebaran
kembali, mereka harus berkoordinasi antar kelompok dan mencari waktu untuk
penebaran bersama untuk tambak-tambak yang ada dalam satu kawasan atau satu
sistem hidrologi yang dikelola dalam satu sistem.
Dalam penjelasan pasca game, Hatta memberikan masukan dan
motivasi kepada para penyuluh dengan membagi uraiannya dalam empat (4) prinsip
dan empat (4) peran.
-
Prinsip 1. Sistematika Pendekatan pada Penanggulan Permasalahan Budidaya Udang Windu Berbasis Kawasan.
Terlebih dahulu
dilakuan penetapan konteks dan status permasalahan serta identifikasi sistem
dalam kawasan. Ada baiknya kelompok membicarakan solusi untuk mencegah
sedimentasi saluran air, salah satu solusinya yaitu dengan bergotongroyong
melakukan pengerukan saluran. Identifikasi masalah secara umum pada kawasan
tambak yaitu, pembinaan petani tidak sesuai dengan program, tidak berfungsinya
saluran tambak dengan baik, manajerial petambak yang sangat buruk. Setelah
dilakukan pemetaan masalah, dilanjutkan dengan pengajuan soslusi, pengujian
efisiensi dan efektivitas solusi, setelah itu segera implementasikan teknologi
penanggulangan permasalahan serta menyebarkan pengetahuan tentang teknologi
tersebut.
-
Prinsip 2. Berkelanjutan
Pada poin ini
prinsip ekologi, ekonomi dan sosial saling beririsan dan saling membangun.
Mempertahankan eksistensi ekologi, biodiversiti dan daya dukung lingkungan
tentunya dapat disinergikan dengan pengembangan identitas kultur masyarakat,
keseimbangan, akses dan stabilitas sosial, yang juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi.
-
Prinsip 3. Sasaran
konkrit
Sasaran
penyuluhan yaitu bagaimana meningkatkan kapasitas pembudidaya agar dapat
sejahtera, mandiri dan berkelanjutan.
-
Prinsip 4. Berkarakter
Dibutuhkan
kerjakeras penyuluh untuk mendampingi kelompok. Integitas dan dedikasi penyuluh
serta kehadirannya pada saat pembudidaya mengalami kondisi-kondisi sulit sangat
membantu dan memotivasi pembudidaya untuk berbuat lebih baik lagi. Sebaiknya
penyuluh menyatu dengan pembudidaya, jangan mengambil jarak dengan pembudidaya
dan membuat penyuluh menjadi ekslusif.
- Peran 1. Memberdayakan.
Penyuluh sebagai
pelaku utama pemberdaya, mengajak masyarakat, mempengaruhi mereka
kepraktek-praktek yang lebih baik dengan metode partisipatif.
-
Peran 2. Pengembangan
SDM dan Modal Sosial
Peran penyuluh
untuk mencerdaskan dan mengembangkan SDA dibutuhkan inovasi, networking dan
penguasaan teknologi dari para penyuluh serta modal sosial yang kuat. Penyuluh
yang baik yaitu penyuluh yang dapat dipercaya, memiliki jaringan sosial,
hubungan emosional dengan pembudidaya dan norma yang kuat.
-
Peran 3. Dinamisasi
Peran Masyarakat Secara Harmonis dan Berkelanjutan
Penyuluh sangat
berperan dalam mendinamisasi kelompok dalam bentuk pelaksanaan
kegiatan-kegiatan rutin, pelatihan-pelatihan dan akvitas pengelolaan tambak
bersama. Walaupun kelompok tersebut sudah berjalan baik, tapi berhenti dibina
maka menurut Prof Hattah kelompok tersebut akan kembali menurun dan bisa jadi
bubar.
-
Peran 4. Bagian
Integral dari Penanggulangan Permasalahan Industri Udang Nasional
Industri udang
nasional saat ini menghadapi tiga masalah besar, yaitu penyakit WSSV, daya
saing produk yang rendah, ancaman embargo produk perikanan Indonesia oleh
Negara Uni Eropa. Misalnya perbedaan harga udang yang mencolok antara Negara
Thailand dan Indonesia, di Thailand harga udang hanya Rp. 20.000 sementara di
Indonesia sebesar Rp. 40.000, sebaiknya perlu dipikirkan langkah-langkah untuk
memangkas ongkos produksi sehingga udang kita dapat bersaing di tingkat global.
Indonesia saat ini
beruntung tidak diserang oleh penyakit EMS (Early
Mortality Syndromme), penyakit ini menyerang beberapa negara produsen
udang, seperti Cina, India, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Tapi kita harus
tetap hati-hati terhadap ancaman EMS, dengan menyeleksi induk udang yang masuk
lewat prosedur balai karantina, menyeleksi probiotik, obat-obatan yang masuk ke
Indonesia. Di tingkat petani pun harus lebih baik lagi manajemennya, menerapkan
prosedur pencatatan asal-usul. Menurut Prof. Hattah kunci keberhasilan yaitu
meningkatkan kinerja lingkungan, meningkatkan keunggulan kompetitif, meningkatkan
kepatuhan terhadap regulasi, minimalisir biaya operasional, meningkatkan
kepercayaan konsumen, meningkatkan akses pada sumber pembiayaan, meningkatkan
inovasi, teknologi dan kemitraan.
Penguatan kelompok menurut Prof.
Hattah berpengaruh terhadap pencegahan penyakit. Dia sudah mencoba-nya di Kab.
Barru, Kab. Pinrang, Kab. Polewali Mandar, dan Kab. Takalar. Menurutnya
produksi naik hingga lima kali lipat jika kelompok dikelola secara baik, dimana
kelompok yang kuat hanya terserang 10% sedangkan tambak lain atau kawasan
terserang hingga 80%. Begitu halnya di Kab. Barru, kelompok yang dikelola
dengan baik terserang dari 10 – 60%, sedangkan kawasan terserang 70%.
0 komentar:
Posting Komentar