Garda Mangrove adalah sebuah inisiatif. Langkah kecil pemuda Pinrang - Pare yang berangkat dari sebuah visi besar, perbaikan lingkungan pesisir. Muncul dalam batok kepala masing - masing orang, sebagai konsekuensi dari hantu, berupa suramnya masa depan.
Pemuda, adalah pihak yang paling khawatir, terhadap rusaknya lingkungan, yang menandai abad generasinya. Mereka adalah pihak yang diwariskan oleh pendahulunya, yaitu eksploitasi alam berkedok pertumbuhan ekonomi. Sementara mereka dituntut untuk berjuang untuk lebih baik dari orang tua mereka. di antara kondisi bumi yang sudah berubah.
Tantangan pemuda begitu saklek. Mereka tak boleh mundur hanya lantaran alam yang lansia. Tak bisa pula terlalu maju, sebab akan memaksa alam. Mereka harus mencari jalan keluar, di antara lubang sempit. Berupa kreativitas yang berangkat dari kearifan.
Bagaimanakah kearifan itu muncul? Barangkali, bisa dari banyak arah. Salah satunya adalah inisiatif, yang lahir dari rasa gelisah bersama. Lalu, manajemen yang mengorkestrasi cemas, mencarikan jalur - jalur yang tepat, dalam bentuk gerak bersama. Tindakan bersama. Perbuatan bersama.
Garda Mangrove berupaya merancang itu, membantu para pemuda untuk menyalurkan keperihatinannya pada lingkungan, yang selama ini terendap. Terkubur dalam lubuk halus jiwanya. Garda, perkumpulan yang menyusun aksi penanaman mangrove untuk wilayah Pinrang - Pare, serta aksi - aksi kajian lingkungan, skill - skill dasar, kreativitas pemuda, serta mendorong inisiatif kerjasama dan kemandirian ekonomi.
Garda Mangrove bukan hanya menanam bibit bakau, tapi juga menanam harapan pada masa depan yang lebih baik. Aksi menanam dapat pula dilihat sebagai bentuk tindakan menjaga akal sehat dari hawa nafsu kekuasaan. Hasrat ingin lebih dari segi ekonomi, dari segi tahta. Melewati ambang batas kemampuannya. Sehingga merusak diri sendiri dan juga lingkungan.
Sebab, seperti kata almarhum P. Swantoro (wartawan senior Kompas) dalam bukunya "Masa Lalu Selalu Aktual", manusia selalu terjebak dalam lubang yang sama, jika ia tergoda oleh hawa nafsu merebut ataupun mempertahankan kekuasaan.
Manusia, sebagaimana takdirnya, selalu saja kalah oleh hawa nafsunya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar