semoga blog ini dapat menjadi media inspirasi informasi berguna dan sebagai obat kegelisahan..

Sains

Ada adagium terkenal dari abad tengah, "Ketika agama bersentuhan dengan sains, maka agama akan terbakar".
Begitu kejamkah Ilmu pengetahuan/sains, ketika berhadapan dengan segala sesuatu yang bernuansa spiritual? Sejarah memang berbicara seperti itu. Tiba-tiba saja Galileo punya pikiran lain tentang alam semesta. Teleskop yang ia temukan, memberi bukti baru, bahwa bumi mengelilingi matahari.
Pendeta guncang, masyarakat rohani terbakar, dan ujungnya, Copernikus dan begitu pula Galileo, dicap kafir. Galileo pun dianggap telah merendahkan posisi manusia di antara alam. Manusia ternyata begitu kecil, begitu tak kuasa. Galileo pun akhirnya membohongi kata hatinya ketika berhadapan dengan sisi emosional manusia agama, di hadapan pengadilan Tuhan.
Jauh sebelum itu, di Alexandria Mesir, pada abad ke-4 M, Hypatia, seorang filsuf wanita yang juga ahli matematika, pun menjadi martir bagi ilmu pengetahuan, di tengah-tengah gembosan paham agama yang dibawa oleh Rezim politik Romawi Timur. Ia dibakar di tengah massa, perpustakaannya amblas dimakan api. Pun setelah itu, romawi menjadi gelap, bodoh berabad-abad.
Jangan ditanya kisah Charles Darwin, seorang bangsawan yang begitu peka akan kehidupan rohani. Namun, ia punya kesangsian mengenai proses kehidupan. Selama bertahun-tahun ia menutupi sebuah fakta yang ditemukannya, bahwa spesies-spesies berkembang seiring pertambahan waktu. Kondisi alam memungkinkan munculnya keanekaragaman hayati tertentu. Ia pun dengan diam-diam berfikir, bahwa hewan-hewan, bahkan manusia, hadir di muka bumi murni karena proses evolusi, yang berjalan tanpa adanya tujuan tertentu.
Dari sini kita melihat, bahwa eksponen-eksponen ilmu pengetahuanlah yang terbakar, cedera fisik dan psikologi, ketika bersentuhan dengan agama. Meski, yang terjadi justru sebaliknya, agamalah yang terbakar oleh fakta-fakta ilmiah.
Belum lagi di Eropa, pasca perang dunia ke-1, pada tahun 20-an, orang-orang tiba-tiba menjadi keranjingan keluar malam. Wanita-wanita sudah tidak takut keluar rumah sendiri. Berpesta, bersama lawan jenis, menggunakan pakaian-pakaian yang terbuka, menjadi hal lumrah. Norma-norma agama mulai tenggelam di balik kerasnya perang dunia. Pemuda-pemudi yang berhasil hidup, justru mulai tidak ambil pusing dengan akhirat. Mereka lebih memilih menikmati dunia, selagi masih ada waktu.
Saat ini, pada momentum politik untuk memperebutkan kepemimpinan nasional. Masyarakat kembali diuji oleh sains dan pengetahuan. Atau dapat pula sebaliknya. Ilmu pengetahuan diuji oleh masyarakat. Bagaimana tidak, Quick Count (QC) yang merupakan anak kandung ilmu statistik, mulai diragukan otoritasnya. Kepercayaan akan pengetahuan mulai runtuh ketika berhadapan dengan keyakinan pada politik dan mungkin pada moral.
Orang-orang meradang di hadapan ilmu yang kering, gersang, atau dingin. Orang-orang lalu demam ketika menyaksikan kenyataan yang disokong oleh reduksi angka-angka. Orang-orang kemudian hanya percaya oleh fakta yang melalui mata mereka sendiri, dan juga fakta yang ia pilih-pilih, berdasarkan keyakinannya sendiri. Tiba-tiba, orang-orang kembali mendambakan ilmu yang hidup, yang dapat menari-nari, sesuai dengan kemauannya.
Agama, politik, ataupun tokoh-tokoh idola kita memang mengandung nuansa, mengandung getar. Namun, kita pun tak ingin, getar ini menjadi datar, ketika bersentuhan dengan ilmu pengetahuan. Meski begitu, begitu besar kerugian yang akan kita pangku, ketika ilmu yang datar itu, kita biarkan berdarah dan berdegup.






0 komentar:

Sains